"Baiklah".
Alat kejut jantung di siapkan lalu berkali-kali di tempelkan ke dada adikku. Monitor di samping terus ku pantau grafiknya. Dokter dan perawat nampak berusaha agar adikku kembali bernafas. Mungkin.Â
Tapi Tuhan nyatanya lebih dulu membawa adikku berjalan, berkeliling di atas langit. Memperlihatkan kekuasaannya, kerajaannya. Langit dan bumi.
"Pak, adik bapak sudah meninggal dan kami sudah sesuai melakukan prosedur tindakan. Kami telah berusaha maksimal".
"Sabar ya pak , ikhlaskan saja".
Dokter berjalan keluar ruangan, ku pendam tangisku dalam-dalam. Air mata terus mengalir. Tubuhku lunglai di depan jenazah adikku. Kaku membisu. Aku tak punya lagi tenaga. Berat rasanya menggerakkan kaki ini keluar meninggalkan adikku sendirian.Â
"Maafkan aku".
**********
Jam setengah dua belas malam, hari Rabu. Ku ikuti semua prosedur rumah sakit untuk membawa jenazah adikku pulang. Aku sendiri yang nanti di dalam ambulance bersamanya. Saat duduk menunggu surat kematian keluar di bagian pusat pemulasaran jenazah.
Seekor kucing kecil tiba-tiba muncul di hadapanku. Tubuhnya kurus, kakinya gemetar. Warna bulunya abu-abu. Sambil jongkok di depannya aku usap berkali-kali kepala kucing kecil tersebut sampai seorang petugas ambulance memanggilku untuk masuk ke dalam ruangan.Â
Setelah selesai mengurus berkas-berkas dan pembayaran sewa ambulance. Aku pun bergegas keluar tetapi tak lagi ku lihat kucing kecil tersebut.Â