Ia baru saja pergi dari sini.
Kopi di cangkirnya belum juga habis.
Setumpuk air mata di tinggalkannya di atas meja.
Telah membeku. Terlalu lama di pendamnya.
Sekian tahun bertahan dengan kegetiran.
Siapa sangka nasib berakhir di bui.
Ia coba nyalakan api di dalam jantungnya.
Menerangi kegelapan ketika pintu jeruji terkunci.
Dan dingin dinding menetes di pori-pori.
Ia bercerita tentang malam pengkhianatan yang mengantarkan ujung pisaunya menyabet dada lelaki beristri.
Wajahnya merah, hatinya terbakar amarah.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!