Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Penari Latar

5 Februari 2022   12:37 Diperbarui: 5 Februari 2022   12:42 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. Penari Latar/pixabay.com

Aku bukan bayangan dirimu yang nampak oleh sorot lampu.

Bukan pula cermin yang menampakkan wajahmu yang lain di atas panggung.

Aku semacam tata rias penuh warna namun tidak melekat di wajahmu melainkan di bagian lain yang teramat intim.

Aku adalah gerakanmu meski samar, menciptakan harmoni dan senyuman yang asing selagi kau bernyanyi.

Di kehampaan hatiku tersembunyi nada-nada ketukan menari seperti ciuman terakhir untuk perasaan yang getir.

Bisa saja aku menghilang, membiarkanmu sendirian dengan sorak sorai penonton dan riuh tepuk tangan.

Tetapi aku mencoba bahagia untuk tetap di belakang, di samping, di depan dan dengan senyuman yang seolah-olah menyenangkan.

Meski akhirnya ku sadar keberadaanku begitu berkesan untuk sebuah acara panggung yang besar. Di akhir pekan.

Aku telah berlatih sekurang-kurangnya satu kali dua puluh empat jam.

Lupa tidur, lupa makan dan aku sibuk di depan cermin melihat tubuhku meliak-liuk menghapalkan gerakan.

Waktu istirahat adalah waktu di mana aku sering termenung membayangkan seorang penyanyi tanpa penari latar.

Seperti seorang satpam sendirian di gardu pos menyanyikan lagu dangdut dari speaker bluetooth keluaran anyar.

Dan aku menikmati tarian hidupku, seiring waktu telah menciptakan perasaan hangat meski kelu.

Kostum-kostum panggung semarak penuh warna meski terkadang harus telanjang menyembulkan dada.

Namun semua itu telah membuatku jatuh cinta kepada hidupku dan memberi arti kenyataan yang sebenarnya.

Aku membayangkan akan terus menari di sini di atas panggung dunia yang sudah pasti akan berakhir.

Ku lepaskan gelisah, ku biarkan tubuhku menari bersama dengan irama jam dan hari yang terus berlalu.

Peluhku deras bercucuran toh kamu pun tak akan mau perduli perihal rindu dan kesepian.

Kamu hanya melihat bagian tubuhku yang lain dengan gerakan yang romantis dan enerjik.

Cobalah bayangkan bila kau menjadi diriku dan menari di belakang, apakah engkau akan tersenyum atau terdiam?

Handy Pranowo

05022022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun