Aku mencintai Tuhan dan aku beragama. Aku bukan hantu yang seketika lenyap lalu muncul, membuat gaduh, huru hara.
Mulutku terbiasa berdzikir tak pernah berkhianat tak pernah melantur. Mimpiku sederhana di bangun dari pagi yang lembut penuh embun.
Aku tak pernah menyulut api revolusi. Aku tak pernah membakar panji-panji kemerdekaan.
Jiwaku tak terbiasa memberontak apalagi mesti membunuh, mengobarkan kata-kata dendam.Â
Aku lahir dan hidup di tanah ini dari leluhurku yang berjuang dan rela mati demi negeri ini.
Lantas kenapa kamu menggiring tubuhku, memenggal kepalaku.
Sedang darahku telah beku semenjak kau tuduh aku sebagai pengkhianat bangsa.
Kenapa tidak kau tanya dulu kepadaku perihal air mata yang jatuh, perihal doa-doa yang beku di mulut biru.
Aku tak pernah berkhianat, jiwaku tak sedemikian bangsat.Â
Aku tak pernah merencanakan apa-apa, aku tak pernah tahu tentang perkebunan karet dan lubang jahanam itu.
Aku merasa ada pergerakan senyap oleh segerombolan yang licik, begitu lihai, begitu cepat.
Aku hanya rakyat kecil yang harus menanggung derita kekejian yang tak pernah aku perbuat.
Hanya di karenakan berhaluan kiri dan mereka menggangap musuh yang harus di basmi tanpa pernah di adili.
Aku mencintai Tuhan dan aku beragama. Aku bukan hantu yang seketika lenyap lalu muncul, membuat gaduh, huru hara.
Mulutku terbiasa berdzikir tak pernah berkhianat tak pernah melantur. Mimpiku sederhana di bangun dari pagi yang lembut penuh embun.
Handy Pranowo
27012022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI