Di halaman itu aku pernah terjatuh saat menaiki sepeda kumbang dan di bawah pohon asam dengan tetangga sekitar aku bermain kelereng dan petak umpat.
Di sana aku mengenal seseorang gadis yang mempunyai lesung di pipi, matanya bundar bagai bulan bila ia berbicara begitu halus dan manis.
Wajahnya sejuk bagai kota Solo yang menawan dan aku tak pernah membuatnya menangis.
"Ibumu sehat, jangan suruh ia bekerja lagi, pandai-pandailah menjaga diri, tanyakan kepadanya kapan menginap di sini".
Setelah segelas teh manis hampir habis dirimu mengajakku melihat ke belakang, ruang dapur di sisakan tak di rombak, kayu-kayu bakar bertumpuk di tumbuhi jamur, sebuah pintu belakang masih dengan kayu jati berukir nampak bisu dan kaku.
Semakin hidup ingatanku, satu persatu kenangan muncul, walau telah banyak berubah tidak mengherankan sebab jaman terus berputar, lagu-lagu keroncong dan tembang dolanan pun semakin jarang di perdengarkan, meski di sini, di kota ini.
"Kamu menginap kan? menginaplah barang sehari, adikmu mungkin ingin bertemu dan kita bicara di meja makan yang dulu".
Maka ku rebahkan kembali tubuhku ke sebuah kursi jati sambil ku nyalakan rokok dan kenangan, ku hembuskan segala yang terpendam ke langit-langit rumah.
Sepi, tidak banyak lagi yang tinggal di sini selain foto-foto yang menempel di dinding dan matanya menatapku tak berkedip.
Handy Pranowo
25012022