Ibarat burung engkau burung gereja ada di mana-mana liar bersahaja.
Engkau bersarang di ranting-ranting patah yang tak terjamah.
Digerogoti musim dan cuaca, angin membawa bau keringatmu hinggap di jendela.
Kenyataan hidup yang sulit tak mungkin merubah dirimu menjadi dewa.
Engkau arak pinggir jalan yang tidak kena pajak maka dari itu kamu di gusur dan di tindak.
Sering juga membuat onar meresahkan masyarakat dan seandainya saja kamu penjilat mungkin lain ceritanya.
Tetapi kadang kamu tidak sendirian juga bersekongkol dengan para penguasa atau dengan organisasi yang tidak tahu diri.
Yang mengaku menjaga ketertiban keamanan wilayah meskipun kerjanya hanya duduk menunggu hasil upeti.
Engkau kambing hitam yang seiring waktu mudah di gulingkan.
Keberadaanmu tidak masuk ke dalam hitungan anggaran yang di keluarkan manajemen perusahaan.Â
Dirimu hanyalah benalu di gedung-gedung atau swalayan yang mereka bangun.Â
Di tengah kebisingan kota-kota masa depan kamu hanyalah anak ingusan yang tak tahu di untung.
Merepotkan, bikin sebal terlebih bila kamu berteriak, sialan, bajingan!
Namun hidupmu tidak sekedar persoalan receh dan priwitan.
Yang selalu terus, terus, terus. Stop.
Mengurus dirimu sama halnya mengurus kemiskinan, pengangguran dan kejahatan.
Dengan sisa rokok yang mengepul di tangan.
Topi dan baju yang kumal.
Kamu sering berharap kepada Tuhan.
Semoga anak istri di rumah tidak mati kelaparan.
Handy Pranowo
03012021
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H