Lalu, ujung tubuhmu yang bagai tanduk di ikat tali dan ia berusaha naik ke atas pundakmu. Seperti ia memanjat tebing-tebing sunyi di hatinya.
Di kantung celananya terselip botol minuman cap tikus sambil melayang-layang di udara, ia berucap.
"Wahai Bulan sabit engkau bagai kalung yang pantas untuk leherku. Maka sabitlah aku, sabitlah jangan kau ragu agar aku bisa terlelap menemanimu di setiap malam-malammu."
Bulan diam tak bersuara di lihatnya pemabuk itu seorang diri, wajahnya berwarna merah, matanya merah. Di hatinya penuh darah.
Dan sekali lagi terdengar ia meracau sambil tangannya meninju udara malam tanpa kesadaran.Â
Lalu bulan menghilang di balik awan, pemabuk jatuh terlentang.
Handy Pranowo
18112021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H