Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Potret Ketidakberdayaan

27 September 2021   14:13 Diperbarui: 27 September 2021   14:28 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(/) Aku ingin mengingatkan kembali kepada kalian di mana nyata-nyatanya sampai detik ini negara tidak pernah mau menjaga alam lingkungannya sendiri dari keserakahan dan ketamakan segelintir orang atau golongan elit yang ingin menguasai.

Negara nampak lemah bahkan tidak mampu berbuat apa-apa, imbasnya rakyat kecil yang selalu menderita. Rakyat kecil yang selalu kalah, selalu tersingkir tak berdaya.

Namun selalu saja ada nyawa yang melayang bila berhadapan dengan kekuatan dan kekuasaan besar, uang bermain, taring-taringnya lebih tajam dari serigala hingga orang kecil seperti Salim Kancil dengan mudahnya di bunuh atas nama keserakahan yang terorganisir.

Di sini, di negara ini aku tak percaya bila Salim Kancil adalah korban terakhir sebab masih banyak orang-orang serakah yang hendak menguasai kekayaan alam negeri ini demi kepentingan pribadi.

Dan apabila mereka terhalangi keinginannya maka dengan kemampuannya mereka dapat meneror, mengancam, bahkan siap melakukan tindakan kekerasan dan kalau perlu pembunuhan. 

Kenyataannya seperti itu tidak dapat di bantah, terlalu banyak bukti yang terungkap namun fakta-fakta bisa saja menguap hilang di telan suap dan kerap kali orang-orang kecil yang berani bicara atas nama keadilan kalah di pengadilan.

Sekali lagi aku mengingatkan kembali kepada kalian tentang pembunuhan keji dan penganiayaan hanya karena mereka menolak lingkungannya di rusak.

(//) Namaku Salim Kancil, seorang petani kecil dari desa Selok Awar-Awar, Lumajang, Jawa Timur. Karena memperjuangkan lahan pertanianku sendiri agar tidak tercemar oleh pertambangan pasir aku di siksa hingga mati.

Dari rumah aku di seret-seret sambil tak henti-hentinya aku di tendang dan di pukuli di jalan. Nyatanya mereka yang memukuli aku adalah suruhan dari kepala desa yang seharusnya ia melindungi warganya, melindungi tanahnya dari kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Namaku Salim Kancil dan aku tak pernah mengenyam pendidikan, tak tahu hukum apalagi keadilan yang aku tahu hanyalah bila wilayah hidupmu di rusak orang hanya ada satu kata lawan.

Aku mati di tanah sendiri tanpa pembelaan yang berarti. Aku khawatir dan terus khawatir akan ada lagi pembantaian-pembantaian keji seperti diriku di negeri ini sebab aku lihat masih banyak konflik lingkungan yang belum selesai teratasi.

Ketika uang bermain dengan kekuasaan apalah daya rakyat kecil. Salim Kancil.

Handy Pranowo

27092021

Untuk Salim Kancil (22.04.1969/26.09.2015)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun