Bangun, bangunlah, ada api, ada api, ada api.
Serentak mereka terbangun, terkejut, mencari jalan keluar, berebut di depan jeruji pengap.
Mencoba meyelamatkan diri namun mereka terkunci.
Terkunci dari dalam, terkunci dari udara segar dan pasrah tubuh mereka di jilati api pelan-pelan.
Mereka hangus terbakar. Mereka mati terkunci.Â
Oh sungguh sial, sungguh naas, di mana kepala penjaga, kami panik, panik di tengah kobaran api.
Penjara yang seharusnya menjadikan kami tempat belajar menyesali diri justru telah merenggut nyawa kami.
Adakah ada pembelaan. Apakah ini kelalaian.
Apakah ini takdir atau karma dari kejahatan yang kami perbuat hingga tewas terpanggang.
Atau suatu kekurangan dari sistem pengelolaan penjara di negeri ini yang telah usang.
Oh air mata yang kadung menetes, oh jerit tangis yang terus berkobar menyesal.
Sudah waktunya kita berbenah dalam hukum dan pemidanaan.
Penjara bukanlah tempat yang nyaman namun harus tetap di pikirkan para warga binaan.
Selayaknya sebab mereka juga manusia bukan binatang.
Ini pelajaran yang sangat berharga harus di tindak lanjuti segera.
Bukan lagi alarm apalagi lonceng yang mesti di bunyikan.
Namun tabuh genderang untuk segera kita selesaikan permasalahan pemidanaan dari hulu ke hilir.
Agar jangan terjadi lagi kasus naas seperti ini. Ini bukan takdir.
( Doa untuk mereka semua yang tewas dalam kebakaran di Lapas Tangerang semoga Tuhan menerima amal ibadahnya).
Handy Pranowo
10092021
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H