Dengarlah wahai angin yang dingin, aku akan menghangatkan tungku di hatimu setelah terbakar di musim hujan yang lalu.
Meskipun kelak aku adalah masa lalu bagimu sama seperti sekumpulan bayang-bayang kelam di hidupmu.Â
Tapi barangkali hanya aku saja yang nanti akan mengunjungi ingatanmu sambil mencium kedua matamu yang tak pernah bisa membaca rupaku di tepian mendung kegalauan rindu yang terapung-apung
Atau di tengah hujan yang terik ketika basah menyelami makna cinta yang penuh berkabung.
Maka setelah ini masing-masing kita akan pergi mengunjungi takdirnya sendiri-sendiri, sibuk dengan waktu, sibuk dengan hari-hari yang penuh pilu.
Dan aku ingin belajar memahami segalanya tanpa meneteskan air mata, aku ingin tersenyum menatapmu pergi meski tanpa ucapan selamat tinggal pada hatiku yang kelak sepi sendiri.
Dan puisi ini sedikit saja bagi kepergianmu yang selama-lamanya, selamat jalan cinta.
Handy Pranowo
10072021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H