Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Berita untuk Ibu

6 Mei 2021   23:50 Diperbarui: 7 Mei 2021   00:33 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. pixabay.com

Tahun ini pun aku tidak pulang bu, aku harap ibu bisa mengerti tentang apa yang tengah terjadi. 

Jangan tanyakan tentang rindu, anakmu telah perih menahannya dari tahun lalu sungguh bukan kuasa kita dan memang kita tak pernah berkuasa atas segala sesuatu, apapun itu. 

SegalaNya milik Allah dan Dia yang paling berkuasa atas segalanya.

Yang penting ibu sehat dan tolong sebisa mungkin hindari kerumunan, aku tahu ibu tak akan betah di rumah seharian tapi sebaiknya jaga jarak bila ada urusan pergi ke luar. 

Puasa tahun ini lebih berat dari sebelumnya sebab aku merasakan kawan-kawan dekat terdahulu yang biasa menemani pekerjaanku telah wafat, pandemi ini entah kapan tamat. 

Bangsal rumah sakit nampak mengambang, orang-orang dengan selang oksigen di hidung di bawa dengan kereta berjalan menuju ruang darurat. Bingung, semuanya bingung, kamar penuh terisi dengan kebingungan dan kematian menghampiri dengan cekatan. 

Di sini semua pakai masker, tutup kepala hingga seluruh badan. Perempuan tua jatuh pingsan, suaminya lenyap di balik pintu ICU tanpa bisa ia lihat wajah terakhir kekasihnya itu. 

Bayi-bayi lahir di tengah kecemasan, ibu-ibu muda penuh ASI tak mempunyai tempat menyusui. Malaikat Izrail nampak tenang menunggu di depan pintu rumah sakit dekat mobil ambulance, tangannya begitu cekatan mencabuti nyawa-nyawa bagai mencabuti bulu-bulu angsa.

Belum berhenti, belum berhenti, masih terus mencabuti, belum berhenti, belum berhenti, belum ada utusan perintah untuk berhenti. 

Sementara Tuhan tengah duduk melemaskan kaki, dunia tengah meringkuk di hajar pandemi.

Jalanan menuju pulang semua di tutup bu, di sekat, hingga jalan tikus pun di cegat. Tetapi di pasar-pasar orang-orang berebut beli baju baru dan kulit ketupat. 

Aku rindu opor ayam buatan ibu, sambal kentang ati rempala, emping dan tahu mendoan. Kemarin aku kirim kue nastar untuk ibu lewat paket kilat, kue beli dari tetangga yang setahun lalu di berhentikan kerja, begitu juga suaminya. 

Ibu jangan lupa vaksin ke dua, minta antar mbak Ninut untuk ke puskesmas jangan ibu menyetir mobil sendiri. Mobil sedan peninggalan ayah sudah tua, tidak lagi power stering.

Dan satu lagi, ibu jangan puasa bila kambuh sakit kepala, bagi orang tua macam ibu ada keringanan bisa di ganti lain waktu. Ah macam benar saja aku menggurui, tidak bu, aku hanya mengingatkan saja, ibu kan keras kepala kalau aku yang beri tahu.

Bangsal rumah sakit kebingungan menampung air mata, sebab orang-orang banyak yang meninggal karena pandemi, mereka yang tak lagi bernyawa di lapisi plastik lalu di masukan ke dalam peti. 

Namun tetap saja kamar rumah sakit penuh terisi. Tabung-tabung oksigen menggelinding kosong, biaya perawatan semakin tinggi. Dan sialnya ketika negara ini di hantam pandemi para pejabat negara yang seharusnya membantu rakyat malah sempat-sempatnya korupsi. 

Sementara kemarin ada lagi yang mengambil keuntungan di tengah pandemi dengan menyediakan alat rapid test bekas pakai. 

Sebenarnya siapa yang gila, ah sudahlah ibu bilang jangan terlalu sering mengumpat semua sudah ada porsinya semua ada takaran tanggung jawabnya. 

Bayi-bayi menangisi perubahan jaman, anak-anak terpaku di depan gerbang sekolah yang sebagian besar belum di buka. Perekonomian tetap berjalan politik apa lagi semakin bengis tak kenal covid, berebut kuasa di negeri ini bukan barang antik lagi.

Yang rindu kampung halaman tetap mencari jalan agar sampai tujuan, semoga selamat dan tidak menularkan. 

Dunia masih berputar, belum berhenti, belum berhenti, masih berjalan, masih ada harapan, matahari masih terbit, hari dan waktu tetap berganti menuju harapan baru, udara baru, langit baru, nafas baru dan doa-doa cukup hening memenjarakan keheningan di bulan penuh keberkahan ini.  

Tuhan tak pernah tidur sedang mengganti waktu dan arah takdir bagi dunia yang kian penuh dosa dan air mata.

Ibu jangan tidur larut malam. Aku sayang ibu, sampai jumpa tahun depan, semoga kita masih di beri umur panjang.

Handy Pranowo

06052021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun