Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Dapat Hikmah Puasa Ramadan Saat di Kapal Pesiar

13 April 2021   23:37 Diperbarui: 14 April 2021   21:50 1239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadan adalah suatu kewajiban bagi seluruh umat muslim di dunia. Saya yakin semua teman-teman Kompasianer punya cerita yang menarik seputar menjalankan ibadah puasanya plus pernak-perniknya.

Bertahun-tahun menjalankan ibadah puasa di bulan ramadan di Indonesia bersama-sama dengan keluarga adalah hal yang paling mengesankan. 

Sahur dan berbuka puasa adalah moment yang paling bahagia begitu juga mengerjakan salat tarawih dan tadarus bisa sangat begitu nikmat dan khusyuk bersama dengan keluarga. 

Namun saya ingin berbagi sedikit pengalaman yang berbeda saat menjalankan ibadah puasa saat saya bekerja di kapal pesiar. Dan ini jugalah yang menjadikan titik balik buat diri saya memaknai hikmah ibadah puasa yang sebenarnya, yang tidak hanya sekadar menahan makan dan minum tetapi menahan segala hawa nafsu, baik itu nafsu amarah, nafsu biologis atau pun nafsu yang lainnya.

Puasa pertama saya, saat kapal Ms. Noordam berlayar dan sandar di wilayah kepulauan Carribian dan Florida, USA. 

Puasa tahun kedua bersama Ms. Westerdam dan saat bulan puasa itu kapal berlayar di wilayah perairan Mediteranian dengan negara-negara yang dikunjungi yaitu Spanyol, Italia, Yunani, Turkey, Kroasia dan lain-lain. Puasa di tahun ketiga bersama Ms. Rotterdam di wilayah Inggris, Irlandia, Norwegia, Finlandia, Russia dan lain-lain. 

Yang pasti saat berada di kapal pesiar waktu sahur dan berbuka puasa sudah barang tentu berbeda dan pas kebetulan kontrak kedua dan ketiga ketika berada di Eropa dan memasuki musim panas. Waktu makan sahur yang biasanya di Indonesia jam 4 subuh menjadi jam 2 atau jam 3 malam di sana. 

Bagaimana bila berbuka, berbuka puasa bisa jadi jam 7 malam atau lebih dari itu bahkan yang sedihnya bila kapal sedang berada di tengah laut dan berlayar ke arah barat atau ke arah matahari terbenam bisa-bisa sampai jam 8 malam pun matahari tetap kelihatan terang.

Suasana di ruang makan crew kapal pesiar. Foto: Dokumentasi Pribadi
Suasana di ruang makan crew kapal pesiar. Foto: Dokumentasi Pribadi
Kalau sudah begitu mau tidak mau mesti menunggu sampai matahari benar-benar tenggelam. Pernah beberapa hari berada di Russia dan jam 8 malam waktu sana, matahari masih terlihat terang benderang.

Namun ada pula sebagian dari crew kapal yang berbuka puasa mengikuti waktu jam maghrib di daratan sekitar, biasanya seseorang dari kami yang ditunjuk sebagai Ustad Kapal lah yang memberitahukan waktunya untuk berbuka puasa. 

Tapi kalo saya sendiri biar lebih afdol menunggu sampai matahari benar-benar turun hingga langit berwarna redup. 

Bagaimana dengan makanannya saat ramadhan di kapal pesiar? Sudah barang tentu pasti berbeda. Bila di Indonesia bersama keluarga kita bisa memilih atau memasak sendiri makanan sahur dan buka puasa, atau membeli cemilan jajanan pasar saat ngabuburit.

Di kapal tidak seperti itu, meskipun menu makanan yang disajikan sangat sesuai standar untuk dikonsumsi dan juga higienis pastinya, tetapi jajanan pasar seperti gorengan, kolak, es cendol, dan kue-kue basah yang menjadi makanan dan minuman wajib saat ramadan itu tidak ada di kapal pesiar. 

Hanya menu makanan pokok nasi dan lauk pauknya kalaupun ada makanan manis pembuka biasanya, berbagai macam roti, teh manis, bubur kacang ijo, es buah, ataupun kurma.

Salat tarawih pun saya lakukan sendiri di kapal begitu juga dengan tadarusan atau mengaji. Sebenarnya tempat ibadah seperti musala tersedia di dalam kapal, namun tempatnya pun terbatas dan pengajian pun juga ada di sana setelah tarawih.

Namun saat itu saya memilih untuk beribadah sendiri. Hampir setiap malam saya menelepon orangtua sekadar melepas kerinduan dan juga berbagi cerita bersama keluarga di rumah.

Kesedihan ini pulalah yang akhirnya membawa saya curhat kepada seorang teman di kapal, itu pun tidak disengaja ketika tiba-tiba ia datang lalu duduk di bangku sebelahku. 

Akhirnya saya memulai sebuah percakapan dengannya. Ia seorang ABK kapal yang sangat tenar kebetulan beliau sudah cukup senior dan juga telah sepuh, umurnya 60 tahun. Beliau berasal dari Janeponto, Makassar, bekerja sebagai ABK kapal sejak umur 20 tahun. 

Dengan logat daerahnya yang kental ia katakan kepadaku, "Janganlah bersedih atau pun merasa kurang nikmat, kurang khusyuk dalam menjalankan ibadah puasa, sebab jauh dari rumah dan keluarga."

"Tetapi di sinilah tempatnya untuk bisa memaknai puasa itu sebenarnya. Godaan-godaan puasa lebih banyak di kapal daripada di darat. Namun apabila bisa melampauinya di sini Insya Allah akan terasa mudah bila menjalankan ibadah puasa di rumah nanti, bila memang sudah tak lagi bekerja di kapal pesiar."

"Nikmatilah makanan dan minuman yang tersedia di kapal, tidak usah mau ini, mau itu, harus ada makanan ini, harus ada cemilan itu. Toh puasa bila waktunya berbuka dengan segelas teh manis hangat pun sudah cukup to. Memang pastinya rindu dan ingin juga mencicipi makanan-makanan nenek moyang kita di darat. Macam kolak, cendol atau kue-kue manis tetapi di sini jenis makanan dan minuman juga banyak, buah-buahan juga komplit sama saja toh.

"Puasa tidak sekedar menahan lapar, menahan haus, masih banyak kandungan-kandungan makna yang tersirat di dalamnya yang pastinya sangat berguna bagi jiwa. Coba tengok di darat, ada toh orang-orang seliweran pakai bikini bahkan telanjang saat bulan puasa, atau adakah di darat restoran yang buka setiap harinya seperti di sini di kapal, kau merasakannya toh. Sanggup tidak kau menahan pandangan birahi semacam itu."

"Di sini kau bisa lebih khusyuk ibadah puasa tak ada yang mengganggu, semua orang di kapal masing-masing toh."

Saya coba renungkan dalam-dalam semua perkataannya, petuahnya terus terngiang-ngiang di kepala selama bulan puasa kontrak pertama itu, sejak saat itu saya jarang menelpon ke rumah sebab cukup banyak juga biaya yang mesti di keluarkan. 

Saya taraweh sendiri, saya mengaji sendiri di kabin, di samping itu saya juga mesti belajar menahan hawa nafsu sebagai lelaki yang normal dan beristri pula.

Terlebih saya seorang florist di kapal pesiar yang mesti mobile cek bunga rangkaian dan tanaman di tiap-tiap sudut kapal. Malahan waktu kontrak kedua kebetulan pas bulan puasa ada beberapa orang yang di katakan sebagai kaum nudis ikut berlayar di kapal. Mereka memesan beberapa kamar dan juga memesan satu ruangan khusus buat mereka. 

Kebetulan juga mereka memesan satu rangkaian bunga besar kepada saya. Benar yang di katakan "bapak tua" itu, di kapal lebih banyak godaannya daripada di darat.

Sudah bertahun-tahun masa itu lewat namun sangat berkesan dan berbekas di hati saya. Pelajaran yang sangat berharga dan berguna bagi diri saya kelak. Bila datang ramadan saya tidak pernah repot-repot atau ingin ini, ingin itu untuk makanan sahur dan berbuka puasa, apa yang disediakan istri ya itulah yang saya nikmati. 

Bersyukur dan selalu bersyukur dengan apa yang ada. Selalu mawas diri, menjaga hati untuk tetap bisa bertahan dari godaan hawa nafsu yang menggelincirkan. Dan bulan ramadhan inilah waktunya untuk belajar melampaui keinginan diri kita sendiri. Selamat menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan.

Handy Pranowo

13042021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun