Aku kembali terlibat dalam kesendirianku, memanggil namaMu, berharap kau hadir mengisi relung hatiku. Pada saat ini yang Ku tahu adalah ketiadaan diriku yang sama sekali tak memiliki arti, aku hanyalah bagian kecil dari alam semesta yang luas ini. Aku tak tahu di mana harus berdiri.
Aku menyadari betapa Tuhan telah menolong hidupku hingga sejauh ini. Menyelamatkan saya dari beragam bencana yang menimpa hingga terus aku tumbuh dari masa kecil yang lugu hingga dewasa sampai nanti aku terbujur kaku. Bagi Tuhan semuanya terasa mudah namun bagiku belajar untuk berdoa dan berdoa terasa kelu di lidah. Kefasihan butuh pengorbanan yang setia.
Aku belum siap untuk mati, aku belum siap untuk bertemu sang kekasih, aku masih bergumul dengan takhayul-takhayul dunia, jiwa ragaku belum sepenuhnya terjaga. Aku malu, aku tak mempunyai apa-apa yang dapat ku persembahkan padaNya. Kecuali ketakutanku, dosa-dosa yang gemilang bak piala, aku mabuk kepada pemujaan selain diriNya.
Aku kehilangan akal sehatku dan secara membabi buta aku lupa bahwasanya dunia hanyalah sementara, aku tertelan ombak, mengayuh sepi, membenam angkara, membuta langkah, mengurai derai senja yang fana. Aku di kalungkan ketiadaan. Aku belum siap untuk mati.
Handy Pranowo
14September 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H