Aku kesepian di pojok ruang puisi mengais-ngais kata, mengeluarkan isi kepala sementara di meja bertumpuk buku-buku yang belum selesai di baca. Mereka begitu sabar tanpa bicara.
Aku terus mencari hingga di saku celana di bawah tumpukan bantal namun yang ada kebisuan yang lama tak terdengar.Â
Kini aku memilih mendengarkan ketukan jarum jam yang macet detiknya, melewatkan hari yang ku lupa namanya segala peristiwa selalu menemukan akar masalah namun aku tak pernah selesai dengan kata-kata. Sebenarnya masalahku di mana?
Televisi masih menyala, lampu kamar menyerap bayang-bayang jendela, pintu tanpa kunci, hati menunggu mati dan bekas luka di bingkai menggantung menjadi kenangan yang entah kapan akan pergi.
Aku ingin menjadi penyair namun aku lebih sering bermimpi menjadi tukang parkir, bagiku penyair dan tukang parkir sama saja, sama-sama di persimpangan jalan mengurai masalah yang macet dengan satu teriakan.Â
Terus, terus beri lewat dulu kegelisahan yang mengganggu. Jangan di tahan, pemberontakan seringkali menjadi jalan keluar. Dan kata-kata menjelma menjadi udara segar.
8 September 2019
Jakarta Selatan