Kamu bercerita kepadaku hari ini soal laut, soal ombak bergulung, soal kapal-kapal nelayan yang berbaris melarung, soal matahari yang tenggelam tak bisa berenang dan cahayanya mengapung.
Katamu dengan riang, aku suka laut, aku senang lihat laut tapi aku takut tenggelam, aku takut gelombang pasang, aku takut berlayar sendirian, aku mau kau temani aku sayang, menjelajah isi lautan.
Lalu kamu mendekati laut berjalan di bibir pantai memainkan buih-buih ombak yang katamu banyaknya bagai bintang, mata kakimu tenggelam, celanamu sedikit basah. Dan angin sedang mengibaskan rambutmu yang lurus jatuh.
Kamu mengajukan beberapa pertanyaan kepada laut yang sedang tenang kala itu,Â
Laut, apakah kamu pernah merasa benar-benar di cintai seseorang?Â
Apakah kamu pernah merasakan kesendirian?Â
Apakah kamu tak pernah bosan melihat matahari tenggelam?
Dan bagaimana rasanya menjadi laut bila hujan datang, apakah sama rasanya seperti anak-anak gembala di tengah lapang? Ataukah resah bak perawan ketika cintanya mesti hanyut tenggelam?
Oh laut, rasanya aku ingin memelukmu, rasanya ingin selalu menatapmu, di kejauhan tanpa batas, seluruh pandang adalah kebebasan segalanya bagai ampuh menghilangkan kepenatan.
Tapi sebentar, tunggu dulu sebelum aku pergi dan kita saling lambaikan tangan, adakah sesuatu yang ingin kau ucap kepadaku, misalnya
Kapan kamu datang lagi menemuiku?
Apakah yang kau senang dari diriku?
Adakah kapal nelayan, burung camar, matahari tenggelam atau nyanyian ikan mengganggu perjumpaanmu dengan diriku?
Oh laut, hari ini aku senang bertatap denganmu, hari ini aku bahagia bicara denganmu dan semua tentangmu akan ku lukis indah di kedalaman palung hatiku yang jauh.Â
7 September 2019
Jakarta Selatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H