Ingatkah dulu saat kita menunggangi kuda hitam hendak mencari keberadaan Tuhan. Engkau duduk di depan dan aku duduk di belakang, dua bilah pedang dalam saku pinggang, sekantung makanan dan air dalam kendi menggantung di pundak kuda bekal perjalanan. Kita selusuri jalan-jalan setapak keluar masuk hutan, kampung, dan perkotaan, menaiki dan menuruni lembah-lembah pegunungan.
Tubuh kita terbakar terik matahari, tersiram sinar rembulan, di hujani tetes-tetes air, di mandikan segala musim, di basuh angin dan badai. Kita tetap bertahan tak bergeming terus berjalan hingga cucuran keringat kita menjadi batu nisan penanda setiap jarak, yang seringkali di endus serigala malam dan anjing-anjing liar.
Bila malam datang dan pundak kita lelah, kita akan segera mendirikan tenda, tenda kain yang di tenun oleh tangan ibu, kita terbaring di sana dan terciumlah aroma tubuhnya. Â Terkadang malam kita berada di padang pasir, terkadang kita berada di padang rerumputan namun apa yang kita rasa semua sama tak ada bedanya.
Kita belajar memahami suara gemericik air, desir angin serta kicau burung di udara. Kita mengamati garis-garis bintang, warna senja dan fajar, kelopak-kelopak bunga yang mekar hingga seekor ulat yang membungkus dirinya dalam kantung berserat dan tak lama keluar mempunyai dua sayap indah berwarna terang dan gelap.
Selama perjalanan kita tak pernah bosan bertanya kepada siapa saja yang kita jumpai, pertanyaan sama dan tak pernah berubah sejak semula keluar dari halaman rumah.
Suatu hari kita bertemu seorang lelaki kecil yang sedang bermain di lapang nan gersang lalu kita berhenti dan bertanya kepadanya. Tahukah kamu di mana Tuhan berada?
Lelaki kecil itu pun menjawab Tuhan ada di dalam saku baju ibuku bahkan di ranjang ayunan tempat tidurku, setiap malam Tuhan datang dan membelai kepalaku.
Setelah itu kita pun berjalan kembali hingga sampailah kita di sebuah pasar yang ramai di sana berjumpa dengan seorang lelaki pengemis, buta, segala yang nampak darinya sangat nista.
Wahai pengemis tahukah kamu di mana Tuhan berada lalu ia pun menjawab Tuhan berada di tangan orang-orang yang suka berderma tanpa pilih kasih tanpa melihat warna kulit dan mata.
Lalu kita turun dari pundak kuda dan menghampiri seorang perempuan penjual minyak kelapa.
Wahai perempuan penjual minyak kelapa tahukah kamu di mana Tuhan berada, perempuan itu pun menjawab Tuhan ada bersama timbanganku yang sederhana tak kurang dan tak lebih dan aku selalu menjaganya semoga Ia tetap ada.
Tak lama terdengar teriakan seorang wanita keluar dari lorong kerumunan pasar, orang-orang mulai gaduh, ada yang tertawa ada juga yang menghina. Nampaklah perempuan tanpa busana berjalan dengan tatap mata penuh luka, ia terus berteriak memanggil sebuah nama entah siapa yang di panggilnya. Kemudian seorang lelaki tua di depan toko penjual kain menghampirinya lalu membisikan sesuatu di telinga perempuan itu entah apa yang telah di katakannya perempuan tanpa busana itu pun berhenti berteriak. Lalu dengan tenang lelaki tua itu memberikan sehelai kain panjang kepadanya.
 Sebuah peristiwa yang membuat kita terkesima maka kita hampiri lelaki tua tadi hendak menanyakan apa yang telah di bisikan kepada perempuan itu hingga terdiam.
"Wahai tuan, kita datang dari negeri jauh mengembara hendak mencari di mana Tuhan namun baru saja kita melihat sebuah peristiwa yang menggugah hati barangkali tuan mau berbagi, kata apakah yang telah tuan bisikan kepada perempuan itu hingga berhenti berteriak."Â
Lelaki tua itu pun menjawab, " Aku hanya katakan kepada perempuan itu berhentilah berteriak dan janganlah telanjang di jalan, malu sama Tuhan "
"Lalu kalau begitu apakah tuan tahu di mana Tuhan berada? "Â
Lelaki tua itu pun terdiam sambil menatap kedua bilah pedang yang terselip dalam saku pinggang kita kemudian lelaki tua itu berkataÂ
"Kalian mencari Tuhan sambil menenteng pedang lalu di mana perbekalan kalian " tanya lelaki tua itu.
"Maksud tuan apa ? "
Lalu ia kembali berkata "Bagi pemuda seperti kalian dengan kaki dan tangan yang masih gagah perkasa apakah perlu pedang itu ada sementara perbekalan kalian hanya di simpan untuk kebutuhan kalian saja "
"Pedang ini untuk berjaga-jaga tuan sebab kita pengembara khawatir di tengah jalan ada yang mengganggu atau ada hewan buas yang hendak menerkam "
"Baiklah kalau begitu, kalian berjalanlah terus lurus ke depan, jangan berbelok ke kiri atau ke kanan dan jangan sekali-sekali pernah menengok ke belakang, tanggalkan pedang dan sisakan sedikit perbekalan bagi kalian, selebihnya berikanlah kepada setiap orang lemah dan fakir di sudut-sudut jalan. "
"Apakah anda yakin Tuhan bisa kita temukan di sana "
Kemudian lelaki tua itu berkata " Tuhan sangatlah senang bila melihat pemuda-pemuda seperti kalian mencariNya. "
Â
handypranowo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H