Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi: Ruang Tunggu Rumah Sakit Jiwa

19 April 2016   03:55 Diperbarui: 19 April 2016   20:27 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi - penderita sakit jiwa (Shutterstock)"][/caption]Di sini aku ada bagi rasa cemas dan gelisah. Duduk di ruang tunggu bersama dengan orang-orang yang tak kukenal, terpaku, terpana, termangu. Tatap mata mereka saling curiga saling terka, siapa yang sakit siapa yang tidak.
Di sini hanya jarum jam saja yang tak mau menunggu, ia terus berputar, berputar, dan berputar.

Seorang lelaki di sampingku tak dapat duduk dengan tenang, ia berdiri lalu berbicara sendiri.
Aku menjadi gelisah pikiranku membentur papan pengumuman dan tatap mataku menelisik sebuah ruang yang penuh
kebimbangan.
Di luar ruang tunggu sangat gaduh ada perempuan muda yang tengah menjerit histeris.
Kedua tangannya merobek dadanya sendiri, kata seorang lelaki tua yang mengantarnya ke sini
jantung hati si perempuan ini sudah tidak ada ditikam oleh amarahnya sendiri.

Maka teruslah ia menjerit laki-laki dan perempuan berseragam biru membawanya masuk,
lewatlah ia di depanku tatap matanya tajam ke arahku.
Ia berhenti sesaat kemudian lelaki dan perempuan berseragam dengan
sigap menarik tubuhnya kembali untuk terus berjalan. Sambil berlalu perempuan itu menengok kembali ke arahku
aku pun menunduk.

Aku semakin gelisah sekilas nampak aku mengenal sosok perempuan itu namun entah di mana.
Seorang perempuan tua yang mungkin seumur dengan ibuku duduk di sampingku menggantikan posisi lelaki yang tadi ada di
sebelahku. Lalu ia berucap dengan sangat pelan kepadaku, "Perempuan yang tadi menatap wajahmu adalah anakku, mungkin ia
mengira kamu adalah kekasihnya."
Tiba-tiba jantungku mulai berdetak kencang, perutku mual, kedua tanganku bergetar.

Lalu kukatakanlah kepada perempuan tua tadi, "Mungkin saja benar Bu, tapi lihatlah semua orang yang ada di ruang tunggu ini.
Pernahkah mereka merasa bahwa diri mereka baik-baik saja dan tidak sakit jiwa?"
"Maksud kamu?" ucap perempuan tua itu kembali.
Aku pun berdiri lalu berjalan menuju pintu keluar ruang tunggu, kutinggalkan perempuan tua itu dan kuhampiri kawanku yang
yang sedari tadi tak henti-hentinya bicara sendiri.

 

pranowohandy 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun