Lalu angin selalu saja datang dari arah mana pun mereka suka menerpa tubuh dan rambut kita membawa kesejukan bagi rindu yang sesak di dada. Sering kali ketika angin datang menyambar, kita lemparkan sekantung harapan serta ribuan rajutan doa tadi malam berharap ia membawanya bagi kekasih pujaan hati yang tengah duduk di depan beranda rumah, bagi keluarga yang cemas menunggu kedatangan kita untuk bisa segera kembali pulang. Riuh camar bersahut-sahutan di bibir pantai memainkan irama jiwa sang petualang, gelombang ombak menggulung menggoda hasrat kita untuk terus berlayar mengarungi luasnya samudera membentang.Â
Tatap mata camar seakan jeli namun juga jenaka sepertinya ia ingin bertanya tentang gelombang tsunami yang menghantam sebuah negeri yang katanya " Lost Atlantik ". Dan akhirnya kita duduk di bibir pantai sambil menatap jauh pandangan ke depan, seluruhnya lautan tiada nampak batas daratan dan kita terdampar sejauh rasa rindu ingin pulang, di langit sebuah pesawat terbang melintas dan berharap kapan giliran pulang.Â
Kita rindu pelukan hangat keluarga dekat, rindu wangi tanah negeriku di kala hujan, rindu kemacetan serta rindu nasi uduk buatan Mpok Hapsah dengan semur jengkolnya yang menggoda.
Pranowo Handy
Terima kasih Tuhan, terima kasih untuk segala-galanya, terima kasih sahabat selamat jalan semoga perjalananmu kini lebih tenang dari sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H