Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Setelah Perempuan itu Pergi

4 Juli 2015   23:10 Diperbarui: 5 Juli 2015   07:42 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Di rumah ini sosok perempuan sudah tidak ada kecuali dalam bingkai-bingkai kecil yang tertata rapi di atas meja. Daun-daun sirih kering berguguran di halaman, bunga-bunga melati layu kuning dan merunduk, tanaman lupa di siram hari ini, dari kemarin bahkan telah seminggu yang lalu setelah perempuan itu pergi. Debu-debu kini mulai berani datang singgah di lantai.

Rumah ini tiba-tiba menjadi dingin, tak ada lagi wangi yang khas merebak ke tiap sudut ruang dan sinar mentari terasa lembab menerpa tirai jendela yang tertutup rapat. Sejak perempuan itu pergi semua terasa sepi meski meja dan sofa tak pernah berubah dari tempatnya namun waktu terasa lambat berputar, jarumnya seakan mematuk tak pernah bergerak. Rumah ini seperti kehilangan nyawanya.

Meja makan kecil dan sebuah dapur mungil begitu luas tanpa ada satu perabotan yang kerap kali memenuhi ruangnya, semuanya tersimpan dan tertata rapi. Tak ada lagi wangi bumbu-bumbu yang di masak, tak ada asap mengepul dari dapur kecuali asap air yang matang untuk kopi atau air untuk mandi, tak ada lagi hidangan spesial di rumah ini, balado kentang campur petai dan gurihnya ikan asin hasil olahannya menjadi tinggal kenangan. Tak ada yang lebih nikmat kecuali dari hasil tangannya.

Tawa renyah dan kata-kata yang kerap kali mengganggu di telinga menjadi begitu sangat di rindu kehadirannya. Tangan yang lembut memeluk tubuh yang penat menjadi damba yang besar tiada tara. Namun senyumnya masih melekat di setiap ruang rumah ini, di dalam lubuk hati di antara malam dan pagi.  Di ruang keluarga yang hanya sepetak ukurannya di mana TV selalu menyala dengan serial sinetron murahan kegemarannya kini tak lagi terlihat, TV seperti diam bungkam tak bernyawa. Remote pun entah terselip di mana.

Mesin cuci tak sering lagi berputar, lagu Tety Kadi kesukaannya tak lagi terdengar, sebuah mesin jahit tua yang umurnya hampir sama denganku yang sering di gunakan membuat celana dan baju untukku terlihat memelas iba, semua terasa sunyi sunguh terasa sunyi. Alarm ketuk pagi saat membangunkan subuh sudah tak ada, suara ngaji yang lembut mengalun telah menjadi hiasannya di surga. Perempuan itu telah pergi menemui kekasihnya yang lebih dulu meninggalkannya.

Di dalam kulkas tak ada lagi makanan, agar-agar atau buah-buahan segar kecuali sayur-sayuran yang telah membusuk serta sekaleng ikan sarden yang tutupnya sudah terbuka. Kini di rumah ini semua harus laki-laki yang mengerjakannya, mencuci, menyetrika hingga memasak sarapan untuk bekal pergi kerja. Perempuan itu sungguh-sungguh sangat berjasa meski aku tak hendak memintanya untuk kembali dan mengangkat tubuhku serta menciumku namun setidaknya datanglah sekali waktu ke dalam mimpiku bersama di rumah ini.

Maka waktu terus berjalan mengiringi segala kisah kepergianmu dan aku terus bersujud dalam kerendahan hati semoga engkau mendapat tempat terbaik di pelukNya.

 

handypranowo

nb.dari cerita seorang teman.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun