Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Kepada Gerimis

4 Mei 2015   20:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:23 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_414980" align="aligncenter" width="580" caption="Ilustrasi/Kompasiana (kfk.kompas.com/"][/caption]

Akan selalu terbuka pintu rumahku untuk segerombolan gerimis yang akan datang dengan kaki-kaki telanjang dan tangan-tangan sebesar jarum jam. Akan kutunggu selalu meski bukan pada musimnya sebab kehadirannya seperti seorang sahabat lama yang kukenal, yang kerap kali menceritakan kenangan-kenangan di ruang tamu hingga larut malam. Kenangan-kenangan yang membawa diriku jauh menapaki masa silam dan aku masih menyimpannya di dalam album dan juga pada bingkai-bingkai kayu yang menggantung di kamar.

Kita akan saling pandang, bertukar cerita tentang sebuah kota yang pernah menjadi arah tujuan atau tentang seorang gadis yang diam-diam pergi meninggalkan kerinduan tanpa menitipkan pesan. Ternyata untuk kesekian kalinya kau hadir, tak sedikit pun penampilanmu berubah padahal waktu terus berputar. Menggulung semua mimpi dan harapan yang tak pernah selesai dituai. Lihatlah, rambutku telah penuh memutih, kerut di wajahku mulai menyebar bagai serabut-serabut akar yang tak bisa dicabut keluar.

Sungguh aku begitu kagum kepadamu, kagum akan kehangatan jiwamu, kagum akan rintikmu yang datang membasahi namun menyisakan rindu dan haru menyeluruh. Kaulah pesona arti kehidupan, pandai merawat diri selalu menyimpan teka-teki yang tak pernah usai ditulis para penyair sepi. Teman hidup yang ramah, selalu renyah diajak berdiskusi meski di balik jendela kamar. Engkaulah gelora asmara yang jatuh lembut, renungan yang dalam bagi pencari hidup. Air bagi daun dan bunga-bunga, memercik pada tanah melumat debu-debu yang hinggap di kepala.

HandyPranowo 3mei15

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun