9. Sebagaimana Allah Ta'ala kelihatan nyata jadi Khaliq dari wujud yang mempergunakan, begitu pulalah nampak nyata Dia jadi Khaliq dari benda-benda yang di pergunakan. Sebab itu tiap benda tiap saat membutuhkan pertolonganNYA. ( di isyaratkan dengan Ar-Rahman )
10. Kemudian, sebagaimana Allah Ta'ala jadi Khaliq dari wujud-wujud dan bahan-bahan yang akan di pergunakan oleh wujud-wujud itu, demikian pulalah Dia mempunyai kekuasaan dan pengaruh atas hasil-hasil yang terjadi setelah di pergunakannya bahan-bahan tadi.
Umpamanya Dia menjadikan manusia dan Dia juga yang menjadikan bahan makanan yang di perlukan untuk hidupnya manusia itu. Kemudian baik dan buruknya darah yang terjadi setelah mempergunakan makanan itupun terjadi dengan hukum dan perintahNYA juga. ( di isyaratkan dengan Ar-Rahim )
11. Kemudian Allah Ta'ala menetapkan suatu aturan mengenai ganjaran dan hukuman. Yakni, tiap-tiap wujud menurut keadaan masing-masing tentu pada suatu hari akan menyaksikan hasil dari keseluruhannya buruk baiknya perbuatan mereka. Artinya yang pertama ialah hasil sementara tiap-tiap perbuatan banyak sedikitnya, tentu akan kelihatan pada waktu itu juga. Yang kedua hasil penghabisan yaitu hasil yang kelihatan dari akibat keseluruhan perbuatan-perbuatan itu.
Ringkasnya, Allah Ta'ala bukan saja mengadakan suatu aturan, yaitu tiap-tiap perbuatan ada akibatnya yang di isyaratkan dalam kata Rahim, bahkan Dia juga mengadakan suatu aturan yang lain, yaitu suatu keseluruhan perbuatan itu akan mengakibatkan suatu hasil keseluruhan pula yang lantarannya ini Allah Ta'ala di sebutkan Maliki Yaumiddin.
12. Ringkasnya, Wujud Yang Beginilah yang berhak untuk di puja-puji dan yang patut di adakan perhubungan cinta terhadap NYA. ( ini di isyaratkan dengan Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in )
13. Kemudian di nyatakan bahwa kemajuan manusia tergantung kepada dua hal. Yaitu, yang pertama amal badan dan kedua amal hati yang di maksud amal hati ialah pikir, ciptaan, kepercayaan, kemauan dan sebagainya.
Perbaikan kedua-duanya adalah penting dan perbaikan ini tanpa pimpinan Allah Ta'ala tidak mungkin. ( di isyaratkan Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in )
14. Kemudian di terangkan, bahwa Dia menpunyai keinginan sendiri untuk pertemuan dengan hamba-hamba NYA serta untuk kebahagian mereka. Yang di perlukan hanyalah, manusia itu hendaknya memperlihatkan minatnya terhadap Allah Ta'ala dan harus memohon pertolongan kepada NYA untuk pertemuan itu. ( di isyaratkan dengan Ihdinashshiratal mustaqim )
15. Kemudian di nyatakan, bahwa menurut lahirnya banyak sekali nampaknya jalan-jalan yang dapat menyampaikan manusia kepada Allah Ta'ala itu. Akan tetapi hanya dengan mengetahui jalan saja tidak cukup yang penting ialah hendaknya jalan itu harus yang seringkas-ringkasnya supaya jangan hendaknya manusia binasa saja di jalan sebelum sampai kepada yang di tuju. ( di isyaratkan dengan Siratal mustaqim )
Jalan itu hendaknya terkenal dan sudah banyak orang yang dapat bertemu dengan Tuhan, dengan menempuhnya supaya segala macam rintangan di pertengahan jalan dan cara mengatasinya lebih dahulu dapat di ketahui dan dapat bersedia-sedia. Gunanya ialah hati akan tenteram dan tidak timbul putus asa, serta selamanya dapat bantuan dari teman-teman seperjalanan yang baik. Jalan beginilah yang harus di minta kepada Allah Ta'ala. ( di isyaratkan dengan Sirathalladzina an'amta 'alaihim )
16. Kadang kala oleh karena sudah mendapat kemajuan dalam hati timbul perasaan takabur dan congkak-angkuh, yang menyebabkan binasanya manusia itu. Kita harus hati-hati dari keadaan yang demikian. Kemajuan iitu janganlah hendaknya dijadikan sebab untuk menganiaya atau untuk mengadakan huru-hara, bahkan sebaliknya harus di jadikan alat untuk keamanan dan pembaktian. Untuk maksud demikian harus senantiasa memanjatkan doa kepada Allah Ta'ala. ( di isyaratkan dengan Ghairil magdhubi alaihim )
17. Sebagaimana manusia kadang-kadang menjadikan kemajuan-kemajuan itu sebagai sebab dan alat untuk menganiaya, demikian pula dia kadang-kadang salah menempatkan benda-benda yang rendah itu kesuatu tempat yang amat luhur, terdorong oleh belas kasihannya atau kecintaannya yang bukan pada tempatnya. Hal ini pun harus pula di hindarkan. Untuk mencapai maksud baik inipun hendaknya mohon doa kepada Allah Ta'ala. ( di isyaratkan dengan Waladdhallin )
sumber buku Tafsir Surah Al-Fatihah Hazrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H