Mohon tunggu...
Handy Fernandy
Handy Fernandy Mohon Tunggu... Dosen - Pelaku Industri Kreatif

Ketua Program Studi Sistem Informasi Universitas Nahdatul Ulama Indonesia (Unusia), Ketua LTN NU Kota Depok, dan Pengurus Yayasan Gerakan Indonesia Sadar Bencana (Graisena)

Selanjutnya

Tutup

Bola

Berkaca Kembali pada Kegagalan Inter Milan di Bawah Kendali Erick Thohir

5 Desember 2022   07:27 Diperbarui: 5 Desember 2022   07:45 3681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erick Thohir (sumber: jpnn)

Nama Erick Thohir belakangan menjadi perbincangan dalam kancah sepakbola dalam negeri. Namanya kian menjadi buah bibir bagi pecinta sepakbola Indonesia pasca pria yang kini menjabat sebagai Menteri BUMN itu mendeklarasikan diri ikut mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PSSI.

Erick Thohir sendiri memang salah satu orang yang potensial untuk menjadi Ketua Umum PSSI. Hal tersebut juga didukung pada hasil dua Lembaga survei yang baru-baru ini merilis hasil survei, yakni Indikator Politik Indonesia dan Polling Institute yang menjadikan pemilik Mahaka Group adalah sosok yang dianggap paling pantas menjadi orang nomor satu di kancah sepakbola Indonesia. Bahkan namanya lebih populer ketimbang incumbent yakni Iwan Bule.

Dukungan kepada Erick Thohir sebagai Ketua PSSI adalah hal yang wajar, sebab publik sudah mengenal Pria lulusan Universitas Nasional California itu sebagai pemilik Inter Milan sehingga dianggap sudah paham akan sepakbola. Bahkan, dilansir dari Bolasports dirinya berhasil mengantongi keuntungan setidaknya 150 juta euro atau sekitar 2,4 Triliun (kurs tahun  2019) setelah menjual saham miliknya di klub berjuluk Nerazurri tersebut kepada Suning Holdings Group.

Atas dasar itulah, pria berdarah Tionghoa dari ibunya itu dianggap mampu mengembangkan sepakbola yang berorientasi pada bisnis dan komersil---sesuatu yang sedang dinanti-nanti pecinta sepakbola tanah air yang menginginkan sepakbola di Indonesia bisa menjadi lebih profesional dan menciptakan iklim sepakbola yang sehat dan berkembangan untuk menjadi industri yang besar.

Erick Thohir sendiri mengaku ingin menjadi ketua PSSI apabila mendapatkan dukungan dari pemilik suara dalam Kongres Luar Biasa PSSI yang jatuh pada 16 Februari 2023 mendatang.

"Kalau ada dukungan voters kami akan perhitungkan. Jangan juga saya melakukan sesuatu tetapi tidak ada dukungan buat apa? Kalau kami mau tetap tidak didukung buat apa? Sama saja mimpi di siang bolong," kata Erick dikutip Antara.

"Kalau ada dukungan, kami akan memikirkan. Namun, harus dengan kebersamaan dan jangan saling menyalahkan. Suporter, klub, dan PSSI, itu harus menjadi kesatuan," Erick menambahkan.

Walau saat ini Erick Thohir menjadi kandidat terkuat sebagai calon ketua PSSI yang baru, namun ada baiknya bahwa kita berkaca pada wanprestasi yang dilakukan pria berusia 52 tahun ketika menjabat sebagai Presiden Inter Milan.

Sejak menjadi Presiden Inter Milan pada 2013 sampai akhirnya lengser di tahun 2018 tak ada prestasi yang berarti, klub berseragam Biru-Hitam itu hanya berstatus  sebagai tim medioker. 

Pada musim 2012/2013, Inter hanya mampu finis di peringkat 9---terburuk sejak 1974/1975. Posisi terbaik selama era Erick Thohir adalah rangking 4 pada musim 2015/2016 dan 2017/2018. Singkatnya, Inter Milan nir gelar di masa Erick Thohir sebelum digantikan oleh pengusaha kakap asal Tiongkok, Steven Zhang.

James Piscopo dalam tulisannya di Sempre Inter menyatakan bahwa di masa kepemimpinan Erick Thohir, klub seolah-olah autopilot. Hal tersebut lantaran jarangnya Erick Thohir hadir di Italia---dengan menunjuk Direkrut Piero Ausilio, merekrut Michael Bolingbroke dari Manchester United sebagai CEO, Claire Lewis dari Apple dan Robert Faulkner dari UEFA untuk menjalankan roda klub seolah tanpa pengawasan yang ketat dari Erick Thohir.

Akibatnya cukup mengejutkan, memecat Roberto Mancini dua minggu sebelum musim Serie A edisi 2016 mulai dengan Frank de Boer---seorang pelatih yang belum pernah mencicipi karir di Italia. Keputusan tersebut blunder karena De Boer yang ditunjuk menggantikan hanya berada di Inter selama kurang dari tiga bulan.

Bila di era Massimo Moratti, Inter Milan dikenal sebagai tim kaya raya dan senang merekrut pemain bintang, bahkan memecahkan rekor transfer dalam perekrutan Ronaldo Luiz Nazario de Lima dan Christian Vieri, namun di masa Erick Thohir, tidak ada pemain bintang yang bisa disejajarkan dengan dua ama legenda di atas.

Joao Mario, pemain rekrutan termahal di era Erick Thohir dengan biaya transfer sebesar 40 juta euro atau setara dengan Rp693 miliar tak memiliki karir cemerlang di Inter Milan. Ia bahkan lebih sering dipinjamkan ke berbagai klub seperti West Ham hingga Lokomotiv Moscow sebelum balik kembali ke Benfica.

Memang di masa Erick Thohir banyak pemain berstatus bintang seperti Lukas Podolski, Xherdan Shaqiri, Nemanja Vidic, dan Pablo Osvaldo. Namun, pemain tersebut didatangkan ketika masanya sudah habis atau sudah melewati peak performance sehingga tidak dapat menampilkan permainan terbaik mereka.

Tak heran, mantan petinggi Inter Milan, Ernesto Paolillo hanya memberikan nilai 4 dari 10 menilik kinerja Erick Thohir selama memimpin Inter Milan.

"Saya tidak terkejut sama sekali karena tak terelakan Thohir akan menjualnya setelah proyeknya gagal. Thohir meninggalkan klub dalam kondisi yang kurang lebih sama seperti ketika membelinya, yang mana berarti dia beruntung, karena masa jabatannya merupakan sebuah kegagalan," tutur Paolillo seperti dikutip dari Football-Italia.

"Saya memberikan dia nilai 4 dari 10 atas kinerjanya dan saya pikir dia harus tahu itu juga. Dia hanya melakukan apa yang semua orang lain dapat lakukan. Investor Tiongkok akan membuat Inter menjadi seperti perusahaan multi nasional dan bisa memperkuat brand mereka," sambungnya.

Memang, peran Erick Thohir di Inter Milan berhasil mengubah klub dengan budaya feodal, yakni kepemilikan klub berdasarkan bisnis milik keluarga menjadi sepakbola modern yang berusaha memanfaatkan potensi branding dan berubah menjadi klub komersil. Singkatnya, Erick Thohir hanya memanfaatkan Inter Milan murni untuk bisnis sebab, hanya 5 tahun, tetapi dirinya berhasil meraih keuntungan yang luar biasa. Erick Thohir juga pernah berjanji akan membawa pemain asal Indonesia untuk bermain di Inter Milan, namun tidak ada satu pun pemain Indonesia yang bermain di klub asal Kota Milan tersebut.

Bila Erick Thohir menjadi Ketua PSSI, kemungkinan besar PSSI hanya akan kembali dimanfaatkan untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas ambisinya yang ingin menjadi orang nomor satu di Indonesia, tentunya memanfaatkan PSSI atau dalam hal yang lebih luas adalah sepakbola sebagai kendaran politik tidak sesuai dengan statuta FIFA yang menyatakan sepakbola harus bebas dari politik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun