Mohon tunggu...
Handy Fernandy
Handy Fernandy Mohon Tunggu... Dosen - Pelaku Industri Kreatif

Dosen Sistem Informasi Universitas Nahdatul Ulama Indonesia (Unusia) Pengurus Yayasan Gerakan Indonesia Sadar Bencana (Graisena)

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ingin Timnas Indonesia Menang, Khilafah Solusinya (?)

15 Oktober 2019   21:39 Diperbarui: 15 Oktober 2019   21:45 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto = https://twitter.com/infoAzzurri

Entah sudah berapa banyak rasa kecewa yang Timnas Indonesia berikan kepada pendukungnya. Di ajang kualifikasi Piala Dunia 2022 saja, Irfan Bachdim dkk belum juga menang dalam empat pertandingan terakhir mereka. Yang terbaru, mereka baru saja dikalahkan Vietnam dengan skor 1-3 di Bali.

Padahal, rasa optimisme sempat membumbung tinggi ketika gembong mafia dalam Liga Indonesia dan juga PSSI macam Joko Driyono sudah ditangkap. Sehingga, banyak yang menganggap, termasuk saya sendiri sepak bola negeri ini akan membaik.

Saya katakan hal ini bukan tanpa bukti, belakangan Liga Indonesia, utamanya Liga 1 yang menjadi liga teratas juga sudah mulai membaik tanpa banyak drama. Memang, masalah masih tetap muncul misalnya banyak laga tertunda,tapi itupun lantaran adanya ajang jeda internasional.

Pembinaan pemain muda juga sudah mulai rutin bergulir, belum lama ajang Elite Pro Academy Liga 1 U-20--sebagai bentuk kepedulian PSSI terhadap kehadiran kompetisi untuk pemain muda juga sudah menelurkan juara baru, yakni Persebaya.

Selain itu, PSSI kini juga sudah melakukan segala cara untuk membuat Timnas Indonesia tampil lebih baik dari tahun lalu semisal dengan merekrut mantan pelatih Timnas Filipina, Simon McMenemy. Sosok yang dianggap sebagai kunci kebangkitan sepakbola Filipina dan sudah membuktikan levelnya di sepakbola Indonesia dengan menjuarai Liga 1 bersama Bhayangkara FC, tim yang sebelumnya tidak diprediksi menjadi kampiun.

Bahkan, belakangan proyek peningkatan prestasi singkat dengan menaturalisasi pemain asing, termasuk yang terbaru  yakni menaturalisasi Otavio Dutro. Sosok asal Brasil ini dianggap sebagai pemain yang tau permainan Mcmenemy lantaran sudah saling mengenal saat sama-sama di Bhayangkara.

Nyatanya. Dengan modal pelatih jawara dan talenta naturalisasi tidak mampu menolong Timnas Indonesia berbuat banyak. Bahkan, nampaknya untuk "berhaji" di Qatar untuk menghadiri panggilan Piala Dunia 2022 di sana nampaknya hanya tinggal angan-angan saja.

Kalau sudah begini siapa yang mau disalahkan? Ketua umum (Ketum) PSSI, Edy Rahmayadi sudah menjadi Gubernur Sumatera Utara. Lantas menyalahkan PLT Ketum PSSI, Joko Driyono---seperti yang saya sebutkan diatas---sudah dihukum.

Mau menghujat Menpora, Imam Nahrawi---yang sempat membekukan status PSSI-yang juga dianggap membuat mandeg prestasi Indonesia beberapa waktu lalu juga sudah sudah berstatus tersangka KPK.

Satu-satunya yang bisa kita salahkan dari kegagalan Timnas Indonesia dalam empat laga terakhir adalah McMenemy. Akan tetapi sebenarnya tidak tepat sasaran lantaran yang menunjuk adalah Exco PSSI-badan eksekutif yang dipilih oleh voters yang mana diwakili oleh pengurus klub dan Asprov PSSI. Itu artinya, yang memilih pelatih asal Skolandia adalah kita sendiri.

McMenemy mengatakan bahwa kekalahan anak asuhnya lantaran tidak ramahnya jadwal Liga 1, tempat sebagian besar penghuni skuat Timnas Indonesia bermain di mana laga demi laga yang dijalani sangat padat serta juga wilayah Indonesia yang luas sehingga Kondisi fisik para pemain pun terkuras dan berdampak pada permainan timnas.

"Tiga pertandingan selalu ada masalah fisik, tentu ini adalah tantangan bagi kami, tapi secara individu secara pribadi kesulitan menjawabnya karena semestinya ini tantangan untuk kita bersama dan tanpa mengurangi rasa respek semua klub di Liga kondisi fisik dari liga sudah tidak bagus dan kita tahu penjadwalan di liga adalah masalah yang harus kita selesaikan bersama," jelas Simon seperti dikutip dari Detik sebelum laga melawan Vietnam.

Sebenarnya banyak yang bisa disalahkan, anggaplah kualitas liga yang masih rendah, bahkan terlalu banyaknya klub yang menggunakan penyerang asing membuat Indonesia memiliki penyerang lokal sehingga kesulitan mencetak gol ke gawang lawan ---bahkan harus memakai jasa Beto yang seorang Brasil.

Selain kualitas liga, pemain yang itu-itu saja yang menghuni skuat tim Garuda juga memberikan pertanyaan yang sudah sejak dulu ada namun tidak pernah terjawab "Apa sulitnya membentuk 11 pemain terbaik dari 250 juta penduduk Indonesia?"

Setelah saya dipikir-pikir, masalah sepak bola kita bukan di PSSI, pembinaan atau kompetisi. Masalah sepakbola Indonesia sudah sedemikan kompleks--kalo tidak mau dibilang karut marut. 

Di luar, orang-orang meneriakan khilafah sebagai jawaban atas segala permasalahan. Ekonomi sulit, khilafah solusinya. Apa perlu ditegakannya khilafah agar Timnas Indonesia menang, prestasi meningkat, bahkan tidak mungkin bisa lolos ke Piala Dunia. 

Lantas kalo begitu, apa bedanya dengan pegadaian~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun