[caption id="" align="aligncenter" width="484" caption="Ilustrasi (watatita.files.wordpress.com)"][/caption]
Memasuki zaman modern dimana perkembangan teknologi amat sangat pesat, kebutuhan akan segala informasi dengan mudah di dapat, inilah jaman baru dimana segala sesuatu dapat diakses dengan mudah dan dimanjakan oleh teknologi itu sendiri.
Dampaknya bermacam-macam,salah satunya adalah banyak masuknya budaya asing kenegeriini mengalir deras tak terbendung dan tak ada daya apapun untuk menghentikannya, jaman terus maju segala sesuatu serba menglobal dan cepat hingga menyatu di segala lini kehidupan.Segalanya serba cepat dan instan, berkat kemajuan teknologi jarak seolah bukanlah batas, kini tak perlu harus pergi jauh-jauh jika hal itu didapat melalui media yang sehari-hari kita gunakan.
Segala sesuatu pasti menghasilkan sebuah dampak, entah itu adalah dampak positif atau mungkin sebaliknya tergantung dari mana sudut pandang kita, tak jarang segala sesuatu yang baru menimbulkan sesuatu yang kurang baik atau dapat di katakan buruk. Dampaknya sangat nyata di kehidupan sehari-hari, budaya meniru adalah salah satu perilaku budaya yang sedikit manfaatnya ketimbang kemudaratannya.
Generasi Penyusup terdiri dari dua suku kata yakni generasi dan penyusup. Generasi berasal dari generation (dalam inggris) yang berarti adalah sekalian orang yang memiliki persamaan waktu, hidup, angkatan dan juga turunan sedangkan penyusup berati sebagai kegiatan atau perbuatan yang masuk secara diam-diam. Disini saya simpulkan generasi penyusup adalah masyarakat yang secara bersama-sama (baik oelh kesadaran individu masing-masing) melakukan tindakan menyusup (secara diam-diam) dalam banyak hal, dalam hal ini salah satunya adalah untuk meniru/mencontoh budaya asing baik secara sabar maupun tidak sadar.
Efek dari budaya penyusup adalah hilangnya ciri khas bangsa, jati diri bangsa. Kini semua berlomba meniru budaya luar, generasi kini, khusunya pemuda kehilangan kepedulian kepada negara, mereka lebih hapal gerakan tari yang sedang booming di media social, atau mereka lebih hapal lagu bahasa asing ketimbang lagu wajib nasional.
Dalam pergaulan sehari-hari kita bisa lihat betapa rendahnya nilai moralitas anak bangsa khususnya bagi pemuda, setiap hari kita bisa menyaksikan para pemuda meniru gaya berpakaian artis yang sedang trend dimana kita lihat mereka sering mempertontonkan bagian tubuh yang seharusnya tertutup. Atau melakukan hubungan intim dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Dari sini kita bisa saksikan bahwa mereka sudah kehilangan culture budaya ketimuran dan semakin melupakan luhurnya budaya bangsa karena proses globalisasi yang tak tertahankan.
Efek Culture Shock atau kegoncangan budaya membuat labil dalam tatanan kehidupan dan menyebabkan ketidak seimbangan antara pengaruh budaya baru dengan kebiasaaan lama yang semakin hari semakin tergerus. Lantas atas fenomena ini siapakah yang harus bertanggung jawab ?
Pemerintah
[caption id="" align="aligncenter" width="420" caption="Ilustrasi (antarafoto.com)"]
Pemerintah adalah pemegang kekuasaan tertinggi dari sebuah negara, tugas pemerintah salah satunya adalah membendung arus budaya luar yang masuk tiada hentinya di negeri ini, pemerintah sebagai badan otoritas resmi harus bisa menandingi budaya luar yang masuk sehingga dapat menyeimbangi arah arus budaya tersebut.
Namun apa yang terjadi ? pemerintah kini justru hanya mementingkan kepentingankelompok atau bahkan kepentingan dirinya sendiri, mereka lebih tertarik merampas keuntungan di balik kekuasaan ketimbang memikirkan rakyat yang mereka wakilkan, mereka seakan pura buta dan pura tuli akan keadaan moral bangsa ini.
Dijarahnya kesenian asli bangsa oleh negara lain adalah salah satu borok pemerintah yang secara langsung membuktikan bahwa mereka tidak melakukan apa-apa selama ini.
Pemuka Agama
[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi (twitter @ustadgaulcess)"]
Pemuka agama yang sehari-hari kita kenal adalah ulama/ustad (dalam islam), mereka adalah wakil tuhan di dunia, secara nurani mereka di tugaskan membimbing, mengayomi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Secara tidak langsung tingkah polah dan perbuatannya bisa di jadikan panutan untuk umat dalamkehidupan sehari-hari.
Namun akhir-akhir ini kita dapat saksikan sebuah fenomena aneh di tengah masyarakat kini mereka seolah-olah lupa dan menanggalkan status kesuciannya sebagai seseorang yang patut di hormati dan di contoh keteladanannya.
Munculnya fenomena ulama/ustad seleb, ulama/ustad gaul, ulama/ustad online, dai kondang, mendadak ustad dan lain-lain yang secara tak langsung sudah merubah arah pandang masyarakat banyak, mereka menganggap ustad atau ulama yang mereka lihat di lihat di tv dapat mereka jadikan contoh untuk kehidupan sehari-hari mereka.
Di antara mereka banyak yang menjadi oknum rusaknya citra ulama/ustad ada yang meminta bayaran tinggi dan menuduh memiliki idiologi yang dilarang dinegeri ini, ada yang mudah marah sehingga dapat berlaku kasar kepada orang lain, ada yang mencoba berdakwah dengan melucu yang kadang secara tak langsung menyakitkan atau menyinggung orang yang mendengar. Ada juga yang berdakwah online tanpa check ricek secara langsung sehingga beberapa jenis dakwahnya terkesan aneh dan kadang secara langsung menyerang agama lain, pacaran berkedok taaruf, lalu ada pula yang barkaitan dengan syahwat dimana ulama/ustad yang dihormati melakukan tindakan asusila dengan yang bukan muhrim sampai direkam.
Alhasil buah dari sikap mereka pun ditiru dan mereka beranggapan “ah Ustad “A” aja gitu kok, berarti gue boleh dong?” atau “Kata Ustad “B” boleh kok ngelakuin hal itu ” dan lain-lain sehingga berdampak bahwa apa yang seharusnya dilarang oleh rambu-rambu agama malah mereka sendiri melanggar hal tersebut.
Keluarga dan lingkungan
[caption id="" align="aligncenter" width="410" caption="Ilustrasi (mydiaryyourstory.blogspot.com)"]
keluarga dan lingkungan adalah faktor penting sebagai pengendali utama sikap dan moral setiap individu, peran keluarga adalah penggambaran perilaku pribadi,sifat yang didasari apa yang di tonjolkan dalam sebuah keluarga, sedangkan pengaruh lingkungan tempat keluarga tersebut tinggal.
Dalam keluarga pendidikan moral pertama yang secara tak langsung menentukan sikap penentu seseorang dalam pergaulan dan perbuatan sehari-hari, namun selain faktor keluarga adalah faktor lingkungan.
Dalam lingkungan kita bisa saksikan banyaknya keadaan yang tidak ideal, baik dalam segi tempat huni mapun sikap acuh warganya. Hal ini yang menyebabkan pembiaran sikap buruk terus meraja, hingga dampak dan efeknya merasuk kedalam sendi kehidupan pemudanya.
Fenomena perkelahian antar warga, fenomena cabe-cabean, fenomena geng motor dan problem lainnya adalah dampak dari lemahnya kontrol keluarga dan lngkungan. Sebagai pemuda yang masih labil dalam bertindak sangat mudah teracuni sikap yang kurang baik hal ini harus menjadi pekerjaan rumah keluarga dalam membina sikap dan moral anggota keluarganya.
Pergaulan memang penting, membuka diri dengan budaya baru juga baik, namun jika berlebihan dampaknya akan buruk, bukankah segala yang berlebihan itu tidak baik ?.
Saya yang prihatin
Handy Fernandy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H