Mohon tunggu...
Dannu W
Dannu W Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Natural Talent

Suka nulis, fotografi, bersepeda, kadang nongkrong sambil ngopi kalau gak ada ganti teh anget

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bukan Kekerasan Fisik

21 Juni 2012   14:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:41 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Iseng tadi jalan-jalan di twitter (@handydannu twit saya), nongol tweet dari @kompasiana yang isinya

"Pernah mengalami kekerasan dlm berpacaran? ceritakan pengalamanmu/cara atasinya di kompasiana dgn tag... fb.me/1T3UZ4pMM"

dan kebetulan saya belum offline, jadi saya ingin berbagi sedikit mengenai obrolan kekerasan dalam berpacaran.

Jujur, saya pernah mengalami yang namanya pacaran.Maklum remaja, penuh rasa ingin tahu. Kekerasan dalam masa pacaran yang dulu saya alami ini tidak berbentuk fisik. Melainkan dalam bentuk rohaniah. Alias "nyentuh" ke hati. Kalau para penggemar game Point Blank pasti tahu dengan istilah Head Shot . Ya, seperti itu lah kekerasan yang saya alami. Ga tanggung-tanggung, kekerasan yang ia berikan sempat membuat saya down dalam beberapa hari.

Singkat cerita, saya dan mantan pacar saya itu sudah berpacaran cukup lama. Ya sekitar 1 tahun-an. Perjalanan kami bisa dibilang berjalan mulus (ahiwww jadi curhat). Dan suatu ketika kami berdua dihadapkan pada sebuah kondisi. Yakni kita harus menjalani hubungan jarak jauh (kalau bahasa sekarang LDR = Long Distance Relationship). Karena kami kuliah di universitas yang berbeda kota. Bulan pertama LDR-an kami bisa menjalaninya. Tapi menginjak bulan ke-2, ada hal aneh mengenai "si dia". Dia jarang mengangkat telepon, bahkan SMS dan mention nya juga jarang dibalas. Pikiran awal saya dia terlalu sibuk dengan kuliahnya.

Bulan ke-3, kami masih dalam status berpacaran. Dan kita masih sering berkirim wall di FB. Tapi, ada teman saya yang kebetulan satu kampus dengan si Dia. Dia bertanya pada saya, "Nu, cewek lu kok FB nya 2 , terus di FB yang satunya in realtionship sama orang lain? ". Mendengar itu, saya langsung buka laptop saya dan mencari nama yang dimaksud. Tapi tidak ada. Mungkin itu berita HOAX atau teman saya sedang bercanda "mengompori" saya.

Memasuki bulan ke-4, berita mengenai si dia mendua semakin menjadi. Dan akhirnya, saya meminjam akun FB teman saya. Dan mencari nama yang dimaksud. Dan benar saja. Perselingkuhan itu nyata. Dan "duarrrrr", rasanya Peluru artileri Flak 88 mm tepat mengenai saya. Dan jika saya ikut perang , sudah dipastikan saya KIA (Killed In Action) karena terkena peluru milik lawan. Langsung saya telpon "si dia", dan menanyakan perihal ini. Dia menangis dan berkomat-kamit mengeluarkan jurus minta maaf yang bikin hati kembali dingin. Tapi api sudah terlanjur membesar, sulit untuk dipadamkan. Dalam pertempuran ini, saya sudah kalah dan memilih mundur demi kebaikan kami ber-2 (er-3 sebenanrnya).

Semenjak itu, saya ganti nomor HP, mengganti alamat email jejaring sosial saya untuk menghindari "si dia". Saya juga sebenarnya tidak mengerti mengapa harus saya yang heboh sendiri. Banyak teman saya yang memberi support, memberi semangat bahwa kehidupan tidak berakhir disini. Katanya sakit hati itu cuma 1 % dari kehidupan. Sisanya 99 % adalah kebahagiaan yang nanti akan saya dapatkan.

Butuh waktu 1 bulan-an bagi saya untuk bangkit. Semanjak kejadian itu, saya menjadi sensitif jika bertemu dengan perempuan. Saya jadi mudah marah jika berbincang dengan perempuan. Dah ternyata tuhan sudah bosan dengan sikap saya yang seperti itu. Tuhan waktu itu mengirimkan sebuah link lewat seseorang di twitter. Saya klik dan itu menuju web yang disebut Blogger.com . Dari situlah saya mulai membangun kembali kehidupan saya. Dengan arsitek sebuah ide, saya mulai menulis apa yang saya dapatkan. Dari sana saya dapat banyak teman juga motivator. Dan dari sana pula saya mendapat pengganti "si dia". Ternyata, di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan. Semua itu sudah direncanakan.

Lalu, bagaiamana saya mengatasi kekerasan itu? Yap, saya menekuni hobi saya, yaitu menulis. Karena saya pernah membaca pada sebuah buku,

"Jika kita sudah tak mampu berucap, biarkan lagu yang mewakilimu. Tapi jika lagu tidak cukup mewakilimu, maka buatlah sebuah tulisan yang dapat mewakilimu. Jika tulisan masih belum dapat mewakilimu, mintalah pada tuhan agar dia memberimu kekuatan untuk membuat tulisan yang cukup mewakili dirimu".


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun