Â
"bahagiamu... adalah bahagiaku..."
Akhir dari percakapn singkat itu...
Namun apa yang di rasa benar-benar berbeda ....
Satu sisi ada perasaan lega bahwa tingkatan tertinggi dari perasaan terluka itu adalah memahami bahwa jalan itu tak pernah lagi terhubung dan menerima dengan tulus
Di sisi yang lain ada perasaan sedih tak terhingga bahwa diantara benci dan luka ada perasaan cinta yang masih berbekas nyata yang menahan kaki ini melangkah pergi...
Dan merupakan perasaan yang paling dikutuki diri sendiri karena seolah terjebak dalam lumpur pekat yang akan menelanmu semakin kuat saat engkau ingin pergi... Hal yang paling memalukan karena yang lain telah melanjutkan hidup sedangkan yang yang lain menunggu dengan sabar untuk kembali hidup dimana waktu berjalan terasa lambat baginya
Namun realita diluar dirinya, kehidupan telah melaju dengan cepat sehingga tak terasa telah 3 tahun lamanya
Berbagai sindiran dan nasehat di telannya...
Jangan terlalu memilih...
Jangan terlalu tinggi standarmu...
Bangunlah sebab dia yang pergi telah menjalani hidupnya yang baru bersama orang lain...
Bukan tanpa pernah mencoba...
Jalan pintas telah dicoba dengan membuka diri dengan wanita lainnya bahkan mendoakan supaya sekiranya mendapat petunjuk dari yang Kuasa tapi akhirnya tak pernah benar2 serius karena seolah ada yang menahan sehingga pada akhirnya semua yang didekatinya telah memutuskan menjalin hubungan yang lain daripada terikat dengan hubungan yang tak pasti.
Kembali... hidup terus berjalan meninggalkannya
Tak ada yang pernah menyadari bahwa manusia ini adalah manusia tanpa jiwa...
Tubuh kosong yang telah kehilangan tujuan hidupnya...
Tenggelam dalam kesibukan sendiri supaya tetap merasa hidup...
SoE, 25 November 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H