Mohon tunggu...
Muhamad FarhanDhuha
Muhamad FarhanDhuha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Universitas Pendidikan Indonesia

Mahasiswa pendidikan sejarah, Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Lawang Sewu: Seribu Pintu Seribu Kisah

28 Desember 2022   13:27 Diperbarui: 28 Desember 2022   14:13 1434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret bangunan Lawang Sewu dari luar (Sumber: https://heritage.kai.id/page/lawang-sewu)

 

Lawang Sewu, sebuah nama tempat atau bangunan ikonik yang tidak asing untuk didengar, Lawang Sewu merupakan salah satu bangunan bersejarah yang ada di Kota Semarang yang berada di Kawasan Tugu Muda Semarang. Lawang Sewu sendiri berasal dari Bahasa Jawa yang bermakna seribu pintu, mengapa seribu pintu karena, dilihat dari desain arsitektur bangunannya yang memiliki banyak pintu atau jendela pada selasar tiap lorong atau ruangannya.

Mengapa dinamakan seribu pintu padahal jumlahnya hanya sekitar 400an pintu, karena dalam Bahasa Jawa sendiri kata seribu itu untuk mendefinisikan dari kata banyak. Menurut sejarahnya, Lawang Sewu merupakan bangunan yang didirikan pada masa pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1918 oleh seorang arsitek Belanda bernama Ouendag dan J.F Klinkhamer, sebagai gementee atau kantor yang bersifat administratif bagi pemerintah saat itu.

Lawang Sewu dahulu digunakan sebagai kantor pusat administrasi dari suatu company bernama Nederlands-indische-Spoorweg Maatschappij atau disingkat NIS. NIS merupakan perusahaan kereta api swasta pada masa pemerintahan kolonial Belanda dan perusahaan inilah yang pertama kalinya membangun rute atau jalur kereta api di Indonesia dengan jalur Semarang-Tanggung pada tahun 1867 oleh J. A. J. Baron Sloet van den Beele, yang kemudian rutenya berkembang dengan menghubungkan kota Semarang, Solo, dan Yogyakarta untuk keperluan logistik komoditi barang.

Potret kaca patri khas dari Lawang Sewu (Sumber: Dok. Pribadi)
Potret kaca patri khas dari Lawang Sewu (Sumber: Dok. Pribadi)

Salah satu keunikan dari bangunan Lawang Sewu adalah terdapat ornamen kaca patri karya Johannes Lourens Schouten. Motif tersebut memiliki arti tentang kemakmuran dan keindahan Jawa, kekuasaan Belanda atas Semarang dan Batavia, kota maritim serta kejayaan kereta api.

Potret bangunan Lawang Sewu dari dalam (Sumber: Dok. pribadi)
Potret bangunan Lawang Sewu dari dalam (Sumber: Dok. pribadi)

Bangunan Lawang Sewu ini bukan hanya bangunan bergaya eropa saja, namun lebih dari itu. Bangunan Lawang Sewu bisa jadi saksi bisu dari peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi di Indonesia. Lawang Sewu telah banyak mengalami pergantian fungsi dan pergantian peristiwa akan kisah kepahlawanan para pejuang kemerdekaan pada masanya. Misalnya saja, peristiwa heroik yaitu, pertempuran lima hari di Semarang. Dimana peristiwa tersebut melibatkan banyak pemuda Semarang atau AMKA (Angkatan Pemuda Kereta Api) bertempur melawan para pasukan tentara Jepang, “Kido Butai” yang mana AMKA ingin mengambil alih kereta api. Pertempuran yang berlangsung selama 5 hari dimulai sejak tanggal 14 Agustus 1945 - 19 agustus 1945, pertempuran saat itu berlokasi di Wilhelminaplein atau saat kini bernama Kawasan Monumen Tugu Muda. Dalam pertempuran itu pada akhirnya meninggalkan banyak korban dimana diantaranya pernah dimakamkan di gedung Lawang sewu sebelum akhirnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan.

Selain peristiwa tersebut, bangunan Lawang Sewu sempat berganti fungsi pada setiap siapa yang memimpin wilayah tersebut. Pada awalnya kita tahu fungsi Gedung ini ialah sebagai kantor pusat atau administrasi bagi perusahaan NIS dalam mengelola perkeretaapian di Indonesia pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Fungsi tersebut berganti ketika masa pendudukan Jepang yaitu tahun 1942-1945 yaitu ketika, tentara Jepang berhasil mengusir tentara Belanda di Indonesia dan pada akhirnya menduduki bangunan tersebut kemudian menjadikannya sebagai kantor transportasi Jepang yang bernama Riyuku Sokyoku sebagai keperluan militer jepang. Fungsi beralih Kembali ketika Jepang telah pergi dan Indonesia telah merdeka pada tahun 1945, dengan menjadikan Lawang Sewu sebagai kantor Djawatan Kereta Api Republik Indonesia yang disingkat DKARI sebagaimana fungsi awalnya.

Potret para pegawai Riyuku Sokyoku di pintu Lawang Sewu sekitar tahun 1942 (Sumber:https://heritage.kai.id/page/lawang-sewu)
Potret para pegawai Riyuku Sokyoku di pintu Lawang Sewu sekitar tahun 1942 (Sumber:https://heritage.kai.id/page/lawang-sewu)

Namun, kita tahu bahwa Belanda datang kembali pada tahun 1946 atau pada saat Agresi Militer Belanda, dengan memfungsikan Lawang Sewu sebagai markas barak tentaranya. Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia, pada tahun 1949 Lawang Sewu digunakan oleh tentara Kodam IV Diponegoro hingga pada tahun 1994, Lawang Sewu diserahkan kepada Perumka atau perusahaan kereta api saat itu yang kini kita kenal dengan sebutan PT. KAI (Kereta Api Indonesia). Dalam perkembangannya Lawang Sewu sempat terbengkalai hingga pada tahun 2009 sebelum pada akhirnya Lawang Sewu di konservasi atau pemugaran dan dijadikannya sebagai cagar budaya berwujud objek wisata museum tentang sejarah perkeretaapian di Indonesia.

Gedung Lawang Sewu memiliki kurang lebih 5 gedung dengan masing-masing fungsinya. Pada Gedung B terdapat 3 lantai, pada lantai 1 difungsikan sebagai ruang percetakan, lantai 2 difungsikan sebagai ruang dansa bagi petinggi Belanda, dan lantai 3 difungsikan sebagai loteng atau ventilasi bagi kantor. Dari semua ruangan yang ada, yang menarik dan ingin dicari bagi para wisatawan saya rasa yaitu lantai ruang bawah tanahnya, dimana pada awalnya difungsikan sebagai salah satu pondasi agar ruangan atasnya tetap sejuk.

Potret bangunan tangga menuju ruang bawah tanah. (Sumber: Dok. Pribadi)
Potret bangunan tangga menuju ruang bawah tanah. (Sumber: Dok. Pribadi)

Perkembangan selanjutnya bisa kita tebak bahwa citra dari Lawang Sewu menjadi mengerikan, dimana ruangan tersebut pernah dijadikan sebagai tempat penyekapan atau penjara bagi para tahanan pribumi atau belanda pada masa kependudukan Jepang. Dalam ruang bawah tanah terdapat 3 jenis penjara yaitu, penjara berdiri, penjara jongkok, dan ruang penyiksaan bagi para tahanan tentara Belanda dan pejuang kemerdekaan.

Pengalaman pribadi saya ketika melihat ruangan tersebut bersama teman-teman selama KKL di situs Lawang Sewu, adalah adanya hawa kengerian terhadap ruangan tersebut, walaupun hanya melihat ruangannya saja yang gelap dan tergenang banjir, namun saya dan teman-teman ketika itu saling memberikan perasaan ketika didepan pintu yang menuju lorong tersebut. Bagi saya, hawa kengerian itu muncul karena sebelumnya saya memiliki prasangka yang angker kepada bangunan tersebut karena yang saya tahu bahwa di dalam ruang bawah tanahnya sempat menjadi tempat "uji nyali".

Menurut saya alasan mengapa citra Lawang Sewu sempat menjadi tempat yang dikenal angker karena rentang tahun sebelum akhirnya Lawang Sewu berubah menjadi cagar budaya berupa museum, Lawang sewu sempat terbengkalai kosong tidak terurus dan banyak kerusakan pada bangunan yang terjadi misalnya, ruangan lantai 3 nya sempat mengalami kebocoran karena atapnya yang sudah lapuk dan kerusakan lainnya selama terbengkalai tersebut, lalu dari fungsi bangunannya yang sempat menjadi ruangan penyiksaan yang kejam oleh tentara Jepang terhadap tahanan Belanda dan pejuang kemerdekaan yang menambah kengerian di ruangan tersebut.

Ruang bawah tanah yang terdapat pada pondasi bangunan Lawang Sewu digunakan sebagai ruang tahanan. Kondisi ruang bawah tanah yang lembab mengakibatkan meninggalnya para tahanan di dalamnya (Ediati, 2009: 73). Ditambah, ruang bawah tanah sempat dijadikan tempat “uji nyali” pada acara di salah satu stasiun televisi swasta dan hal itulah yang orang tahu pertama kali bahwa bangunan Lawang Sewu itu angker dan seram.

Namun, justru itulah jawaban yang menjadi pertanyaan mengapa mereka datang ke Lawang Sewu. Karena, apa yang dicari oleh wisatawan adalah hal yang unik yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya dan akan berkunjung untuk merasakan hal tersebut. Melihat perkembangan Lawang Sewum, banyak dinamika yang terjadi dari masa ke masa. Selain sebagai penanda bagi berkembangnya gaya arsitektur indis, Lawang sewu juga sebagai salah satu titik awal perkembangan teknologi dan industri perkeretaapian di Indonesia, Lawang Sewu juga sempat menjadi saksi bisu sejarah pertempuran 5 hari di Semarang yang selalu diperingati melalui monument tugu muda di kota tersebut, dan tidak lupa Lawang Sewu menambah potensi destinasi bergenre dark tourism di Indonesia karena citra “angker” dari sejarah ruang bawah tanahnya.

Potret ruangan lawang sewu (sumber: dok. pribadi)
Potret ruangan lawang sewu (sumber: dok. pribadi)

Terakhir, Lawang Sewu pada akhirnya menjelma sebagai bangunan yang menyimpan beberapa kisah diatas yang dikemas melalui berbagai diorama fisik akan cerita kemegahannya pada zaman dahulu, dan menjadikannya sebagai objek wisata yang wajib dikunjungi apabila kita singgah di kota Semarang.

REFERENSI

Jurnal:

Abyyusa, A. F., Sudianto Aly. dan Jonathan Hans. (2019). MONUMENTALISTAS ARSITEKTUR LAWANG SEWU. Jurnal RISA (Riset Arsitektur), 3(2), 105-120. Diakses dari: https://journal.unpar.ac.id/index.php/risa/article/download/3274/2699

Oktaviani,dkk (2019). LAWANG SEWU DALAM SUDUT PANDANG GEOMETRI. Jurnal Pendidikan Matematika. 115-116. Diakses dari: https://media.neliti.com/media/publications/325876-lawang-sewu-dalam-sudut-pandang-geometri-07739148.pdf

Ediati, M. (2009). IKON KOTA SEMARANG. TEKNIK. 30(1), 72-73. Diakses dari: http://eprints.undip.ac.id/20083/1/Munri_Edieti.pdf

Darmawan, F. Novinda Mellina dan Yustisia Pasfatima Mbulu. (2018). ANALISIS LAWANG SEWU SEBAGAI DESTINASI DARK TOURISM TERHADAP PENGALAMAN WISATAWAN NUSANTARA (STUDI KASUS BANGUNAN BERSEJARAH LAWANG SEWU). Journal of Tourism Destination and Attraction. 6(1), 1-3. Diakses dari: https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/jtda/article/download/759/487/

Website:

https://heritage.kai.id/page/lawang-sewu

https://www.idntimes.com/science/discovery/lia-89/sejarah-singkat-lawang-sewu-exp-c1c2

http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/cagarbudaya/detail/PO2015071300003/lawang-sewu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun