Namun, kita tahu bahwa Belanda datang kembali pada tahun 1946 atau pada saat Agresi Militer Belanda, dengan memfungsikan Lawang Sewu sebagai markas barak tentaranya. Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia, pada tahun 1949 Lawang Sewu digunakan oleh tentara Kodam IV Diponegoro hingga pada tahun 1994, Lawang Sewu diserahkan kepada Perumka atau perusahaan kereta api saat itu yang kini kita kenal dengan sebutan PT. KAI (Kereta Api Indonesia). Dalam perkembangannya Lawang Sewu sempat terbengkalai hingga pada tahun 2009 sebelum pada akhirnya Lawang Sewu di konservasi atau pemugaran dan dijadikannya sebagai cagar budaya berwujud objek wisata museum tentang sejarah perkeretaapian di Indonesia.
Gedung Lawang Sewu memiliki kurang lebih 5 gedung dengan masing-masing fungsinya. Pada Gedung B terdapat 3 lantai, pada lantai 1 difungsikan sebagai ruang percetakan, lantai 2 difungsikan sebagai ruang dansa bagi petinggi Belanda, dan lantai 3 difungsikan sebagai loteng atau ventilasi bagi kantor. Dari semua ruangan yang ada, yang menarik dan ingin dicari bagi para wisatawan saya rasa yaitu lantai ruang bawah tanahnya, dimana pada awalnya difungsikan sebagai salah satu pondasi agar ruangan atasnya tetap sejuk.
Perkembangan selanjutnya bisa kita tebak bahwa citra dari Lawang Sewu menjadi mengerikan, dimana ruangan tersebut pernah dijadikan sebagai tempat penyekapan atau penjara bagi para tahanan pribumi atau belanda pada masa kependudukan Jepang. Dalam ruang bawah tanah terdapat 3 jenis penjara yaitu, penjara berdiri, penjara jongkok, dan ruang penyiksaan bagi para tahanan tentara Belanda dan pejuang kemerdekaan.
Pengalaman pribadi saya ketika melihat ruangan tersebut bersama teman-teman selama KKL di situs Lawang Sewu, adalah adanya hawa kengerian terhadap ruangan tersebut, walaupun hanya melihat ruangannya saja yang gelap dan tergenang banjir, namun saya dan teman-teman ketika itu saling memberikan perasaan ketika didepan pintu yang menuju lorong tersebut. Bagi saya, hawa kengerian itu muncul karena sebelumnya saya memiliki prasangka yang angker kepada bangunan tersebut karena yang saya tahu bahwa di dalam ruang bawah tanahnya sempat menjadi tempat "uji nyali".
Menurut saya alasan mengapa citra Lawang Sewu sempat menjadi tempat yang dikenal angker karena rentang tahun sebelum akhirnya Lawang Sewu berubah menjadi cagar budaya berupa museum, Lawang sewu sempat terbengkalai kosong tidak terurus dan banyak kerusakan pada bangunan yang terjadi misalnya, ruangan lantai 3 nya sempat mengalami kebocoran karena atapnya yang sudah lapuk dan kerusakan lainnya selama terbengkalai tersebut, lalu dari fungsi bangunannya yang sempat menjadi ruangan penyiksaan yang kejam oleh tentara Jepang terhadap tahanan Belanda dan pejuang kemerdekaan yang menambah kengerian di ruangan tersebut.
Ruang bawah tanah yang terdapat pada pondasi bangunan Lawang Sewu digunakan sebagai ruang tahanan. Kondisi ruang bawah tanah yang lembab mengakibatkan meninggalnya para tahanan di dalamnya (Ediati, 2009: 73). Ditambah, ruang bawah tanah sempat dijadikan tempat “uji nyali” pada acara di salah satu stasiun televisi swasta dan hal itulah yang orang tahu pertama kali bahwa bangunan Lawang Sewu itu angker dan seram.
Namun, justru itulah jawaban yang menjadi pertanyaan mengapa mereka datang ke Lawang Sewu. Karena, apa yang dicari oleh wisatawan adalah hal yang unik yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya dan akan berkunjung untuk merasakan hal tersebut. Melihat perkembangan Lawang Sewum, banyak dinamika yang terjadi dari masa ke masa. Selain sebagai penanda bagi berkembangnya gaya arsitektur indis, Lawang sewu juga sebagai salah satu titik awal perkembangan teknologi dan industri perkeretaapian di Indonesia, Lawang Sewu juga sempat menjadi saksi bisu sejarah pertempuran 5 hari di Semarang yang selalu diperingati melalui monument tugu muda di kota tersebut, dan tidak lupa Lawang Sewu menambah potensi destinasi bergenre dark tourism di Indonesia karena citra “angker” dari sejarah ruang bawah tanahnya.
Terakhir, Lawang Sewu pada akhirnya menjelma sebagai bangunan yang menyimpan beberapa kisah diatas yang dikemas melalui berbagai diorama fisik akan cerita kemegahannya pada zaman dahulu, dan menjadikannya sebagai objek wisata yang wajib dikunjungi apabila kita singgah di kota Semarang.
REFERENSI