Lawang Sewu, sebuah nama tempat atau bangunan ikonik yang tidak asing untuk didengar, Lawang Sewu merupakan salah satu bangunan bersejarah yang ada di Kota Semarang yang berada di Kawasan Tugu Muda Semarang. Lawang Sewu sendiri berasal dari Bahasa Jawa yang bermakna seribu pintu, mengapa seribu pintu karena, dilihat dari desain arsitektur bangunannya yang memiliki banyak pintu atau jendela pada selasar tiap lorong atau ruangannya.
Mengapa dinamakan seribu pintu padahal jumlahnya hanya sekitar 400an pintu, karena dalam Bahasa Jawa sendiri kata seribu itu untuk mendefinisikan dari kata banyak. Menurut sejarahnya, Lawang Sewu merupakan bangunan yang didirikan pada masa pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1918 oleh seorang arsitek Belanda bernama Ouendag dan J.F Klinkhamer, sebagai gementee atau kantor yang bersifat administratif bagi pemerintah saat itu.
Lawang Sewu dahulu digunakan sebagai kantor pusat administrasi dari suatu company bernama Nederlands-indische-Spoorweg Maatschappij atau disingkat NIS. NIS merupakan perusahaan kereta api swasta pada masa pemerintahan kolonial Belanda dan perusahaan inilah yang pertama kalinya membangun rute atau jalur kereta api di Indonesia dengan jalur Semarang-Tanggung pada tahun 1867 oleh J. A. J. Baron Sloet van den Beele, yang kemudian rutenya berkembang dengan menghubungkan kota Semarang, Solo, dan Yogyakarta untuk keperluan logistik komoditi barang.
Salah satu keunikan dari bangunan Lawang Sewu adalah terdapat ornamen kaca patri karya Johannes Lourens Schouten. Motif tersebut memiliki arti tentang kemakmuran dan keindahan Jawa, kekuasaan Belanda atas Semarang dan Batavia, kota maritim serta kejayaan kereta api.
Bangunan Lawang Sewu ini bukan hanya bangunan bergaya eropa saja, namun lebih dari itu. Bangunan Lawang Sewu bisa jadi saksi bisu dari peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi di Indonesia. Lawang Sewu telah banyak mengalami pergantian fungsi dan pergantian peristiwa akan kisah kepahlawanan para pejuang kemerdekaan pada masanya. Misalnya saja, peristiwa heroik yaitu, pertempuran lima hari di Semarang. Dimana peristiwa tersebut melibatkan banyak pemuda Semarang atau AMKA (Angkatan Pemuda Kereta Api) bertempur melawan para pasukan tentara Jepang, “Kido Butai” yang mana AMKA ingin mengambil alih kereta api. Pertempuran yang berlangsung selama 5 hari dimulai sejak tanggal 14 Agustus 1945 - 19 agustus 1945, pertempuran saat itu berlokasi di Wilhelminaplein atau saat kini bernama Kawasan Monumen Tugu Muda. Dalam pertempuran itu pada akhirnya meninggalkan banyak korban dimana diantaranya pernah dimakamkan di gedung Lawang sewu sebelum akhirnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan.
Selain peristiwa tersebut, bangunan Lawang Sewu sempat berganti fungsi pada setiap siapa yang memimpin wilayah tersebut. Pada awalnya kita tahu fungsi Gedung ini ialah sebagai kantor pusat atau administrasi bagi perusahaan NIS dalam mengelola perkeretaapian di Indonesia pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Fungsi tersebut berganti ketika masa pendudukan Jepang yaitu tahun 1942-1945 yaitu ketika, tentara Jepang berhasil mengusir tentara Belanda di Indonesia dan pada akhirnya menduduki bangunan tersebut kemudian menjadikannya sebagai kantor transportasi Jepang yang bernama Riyuku Sokyoku sebagai keperluan militer jepang. Fungsi beralih Kembali ketika Jepang telah pergi dan Indonesia telah merdeka pada tahun 1945, dengan menjadikan Lawang Sewu sebagai kantor Djawatan Kereta Api Republik Indonesia yang disingkat DKARI sebagaimana fungsi awalnya.