Di banyak negara yang rata-rata pelangganannya adalah kaum muda, pola jualan HRC sudah menggunakan sistem aplikasi kontemporer. Dari yang semula Cuma casual dining restaurant di London, jaringan ini telah memiliki 12 hotel dan kasino di banyak kota besar kelas dunia.
Siapakah yang mengira kalau kedai kudapan plus musik ini tidak hanya ditongkrongi untuk ngobrol sambil menikmati musik? Siapa mengira kalau kekuatan besar pasar Hard Rock adalah merchandise? Ke mana pun Anda berkunjung, yang pertama kali mengusik kegeliahan adalah mencari jaket atau t-shirt bertuliskan Hard Rock Café setempat. Karena itu menunjukkan kelas sosial Anda.
Ketika seseorang tenggelam dalam kubangan sosial di kota besar, maka identitas individu akan tergerus. Ia menjadi anonim dan bukan siapa-siapa. Sebagai pribadi ia akan mencari topangan untuk memperkenalkan diri dalam beraktualisasi. Salah satu caranya adalah mencari simbol terdekat yang agar aktualisasi dirinya termunculkan. Seorang individu penyuka musik, ia akan lebih nyaman mengajak ngobrol relasinya di kedai ini. Seorang pebisnis yang memiliki minat besar terhadap kuliner urban, ingin menghabiskan jam istirahatnya di tempat ini.
Dengan tetap mempertahankan pemeo “pengunjung adalah raja,” maka Hard Rock Café terus bebenah diri. Kini jaringan itu mengklain jumlah pelanggan setia sebesar 30 juta di seluruh dunia. Angka ini membawa konsekuensi agar tetap dikelola. Caranya adalah eengan terus menyapa, mereka sudah menerapkan sistem pelayanan pelanggan secara online di smart phone yang paling mudah.
Pasar bisnis memberikan banyak tawaran menggiurkan. Yang diperlukan adalah kreativitas ide. Impian yang muncul dari kamar tidur akan di-share bersama teman lain, dan menjadi sebuah kerja besar.
Penulis adalah pengelola Ezzpro Media.
Quotes:
“Sebanyak 30 juta pelanggan tetap di 53 negara dengan titik kedai menjelang 200 titik kedai, jelas butuh pengelolaan …” (Seminole Tribe of Florida Management)
* Dimuat di Koran Pagi Wawasan, Sabtu 5 November 2016.