Mohon tunggu...
Handry TM
Handry TM Mohon Tunggu... -

Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Waktu dan “Jam Tangan”

8 Oktober 2016   13:12 Diperbarui: 8 Oktober 2016   13:39 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Memiliki daya dan upaya apakah manusia mengenai waktu? Ia tidak bisa menampilkan dirinya sendiri menjadi individu yang tangguh dan sempurna.

DENGAN menceburkan diri ke dalam dimensi waktu, sebenarnya manusia telah menjadi pecah-belah, makhluk yang hancur berkeping. Karena sebenarnya manusia tidak memerlukan waktu, karena waktu menjadi lembaga bawah sadar yang mengatur segala kepentingan otak manusia dengan caranya.

Jika waktu telah memiliki otoritas yang luar biasa, maka manusia akan berada satu tingkat di bawahnya, ia menghamba pada periodisasi masa.  Ia akan tunduk terhadap pengkotakan yang diciptanya sendiri. Ia akan terbelenggu bahkan terpenjara oleh komitmen-komitmen yang diikatnya. Bagaimanakah manusia membebaskan diri pada ideologi yang sangat pelik itu?

Satuan waktu bisa melakukan determinasi menjadi bagian-bagian kecil yang rumit. Hitungannya dimulai dari abad, windu, tahun, bulan, minggu, hari bahkan jam. Fatwa-fatwa global pun bermunculan, yang intinya mengancam diri manusia untuk menjadi makhluk merugi jika tidak menepati janji. Sang waktu berani melakukan penentuan terhadap periodisasi alam semesta.

Sadar bahwa memperbincangkan keberadaan sang waktu memunculkan berbagai keribetan, para kreator yang memuliakan bisnis dan keuntungan seperti Hans Wilsdorf dan Alfred Davis, mengalihkan apriori masyarakat terhadap otoritarian waktu. Pengalihan bermula ketika Hans Wilsdorf bekerja di Swiss di La Chaux de Fonds, sebuah pabrik jam di Swiss berkisar tahun 1900-an. Laki-laki kelahiran Jerman, tepatnya di di Kulmbach , Bavaria pada 22 Maret 1881 itu berpikir keras, apa jadinya kalau masyarakat dunia tidak nyaman terhadap hitung-hitungan waktu?

Ia membayangkan, bagaimana mungkin seorang gadis cantik yang sedang memiliki kegairahan hidup, kuat mendengar kotbah seorang pastur yang berbicara tentang semua orang kelak akan tua. Tiba-tiba perempuan cantik itu membayangkan kepeotan dirinya. Makhluk hidup yang lahir sempurna akan”patah hati” ketika diingatkan tentang hari tuanya limapuluh tahun dari sekarang.

Ini kata William Gibson, pengarang kelahiran Carolina Selatan - Amerika yang novelnya antara lain, Neuromancer, The Peripheral, Pattern Recognition,jugapenulis cerita film box officeseperti Burning ChromedanJohnny Mnemonic, bahwa “Waktu pun bergerak dalam satu arah, dan itu memori lain,” sungguh mengerikan. Atau yang dikatakan  James Montgomery tentang eternity,    “Eternity (keabadian) adalah ketika Anda masih berdiri selamanya,” sungguh sebuah teror.

“Masyarakat tidak boleh membenci waktu, karena ia sungguh menandai di mana kini keberadaanmu. Satu-satunya jalan bagi Hans Wilsdorf harus mengalihkan simbol waktu ke kebendaan. Kebendaan itu tidak lain adalah harta yang sangat berkilau dipandang mata,” tulisnya di buku diary.

Pada tahun 1905, ia mewujudkan tekad itu dengan menciptakan sebuah citra, yakni berupa merk kebendaan yang materialnya adalah “waktu.” Material mahal yang di kemudian hari menjadi pujaan kalangan “borju” itu adalah sebuah jam tangan bermerk “Rolex.” Pada galibnya, waktu bukanlah lagi momok atau teror kejiwaan bagi kaum pendamba kemudaan. 

Sejak saat itu, waktu mewujud menjadi kebendaan yang cantik, cakap dan penuh kewibawaan. Ketika seseorang ingin menunjukkan bahwa kini ia sangat menghargai waktu, dengan tangan terayun ia sudah memperlihatkan kepada dunia, kini di tangannya melilit sebuah jam tangan mewah, bernama Rolex.           

Genital

Tahun 1908, ia bersama Alfred Davis mem-branding kata-kata Sepanyol, “Horlogerie Exquise,” disingkat menjadi Rolex. Perang Dunia I kelak berlangsung hingga tahun 1918, tidak menyurutkan orang-orang kaya pamer kekayaan. Salah satunya caranya, mengenakan jam tangan produksi Swiss itu. Dalam pergaulan jetset, para aristokrat dan para pelaku konglomerasi bisnis dunia mempertunjukkan bahwa jam tangan yang dikenakannya adalah arti sebuah keputusan. “Mana ada, sebuah prabrik mampu memroduksi 2000 jam tangannya dalam sehari? Mana ada perusahaan jam yang berhasil meraih keuntungan $ 4 miliar AS pertahun sejak limabelas tahun yang lalu?” kata pemakai.

Seorang pria pemakai jam tangan merk tersebut, seolah-olah merasa dirinya sedang menunjukkan “kelelakiannya.” Memakai jam tangan yang akan menandai berputarnya sang waktu, menjadi bersifat sangat genital. Hal ini searus kajian ilmu psikologi yang mencermati perempuan berlisptik merah tebal di bibirnya. Hal tersebut semata-mata perempuan tersebut ingin menunjukkan besarnya alat genital yang dipunyai. Transer genital menjadi sesuatu yang tak terelakkan bagi pemakai benda-benda berharga.

Atas reputasi penjualan dan pencitraannya yang menakjubkan, Majalah Bloomberg Businessweekmenaikkan ranking Rolex dari 100 Merk Terfavorit menjadi ranking ke 71di pasar global. Kurang cukup apakah sehingga Hans Wilsdorf merasa masih ada yang kurang dari maha karyanya? Pada tahun 1944 ia menghadapi kehidupan yang traumatis sekali, ketika sang istri meninggal dunia. Sejak itu, ia melepas semua kepemilikan saham di Rolex dan mendirikan Hans Wilsdorf Foundation yang bergerak di bidang amal kemanusiaan. Seluruh haknya di perusahaan itu dikelolakan ke yayasan untuk membiayai perbaikan harkat hidup manusia yang membutuhkan.

Akhirnya sang pembuat “alat penanda waktu” terpatahkan oleh waktu itu sendiri. Periodisasi kehidupannya, terutama ketika hidup berbahagia bersama sang istri, terputus sudah oleh periode dimana ia tidak lagi berdua bersama pasangannya.

Penyair Inggris yang hidup di abad delapan belas itu pun sangat penting masih meneriakkan, “Eternity: a moment standing still for ever.”

Waktu tidak pernah berdusta, sekalipun jam tangan mampu menelusupkan kebohongannya. Waktu tidak ambil peduli, sekalipun jam tangan kau putar sesuai yang kau ingini. Waktu tidak akan mengambil posisi saat kapan kau berdusta terhadap kekasih, meski jam tangan rela menjadi alasan, tidak menepati janji karena jarum jam tangan terlambat berputar karena karat.

Waktu adalah uang, komitmen dan juga kesialan. Yang dituduhkan itu, sebenarnya tidak ada hubungannya dengan proses berjalannya sang waktu. Jam tangan telah membayar mahal kedustaan yang memakainya. Jam tangan boleh dibanting, dijual bahkan dikaramkan di sungai. Waktu tetap beredar seuntai gugusan planet-planet yang telah diperintahkan Tuhan. Mulai sekarang kita telah dapat membedakan, mana waktu dan mana jam tangan.

           

Penulis adalah pengelola Ezzpro Media
Dimuat di Harian Wawasan tanggal 8 Oktober 2016.

Quotes :

“Masyarakat tidak boleh membenci waktu, karena ia sungguh menandai di mana kini keberadaanmu….”Hans Wilsdorf (Pendiri Rolex)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun