Sore menjelang malam Hans tetap tidak jenuh menanti Maria sang kekasihnya itu. Sambil mengumpulkan ranting kering Hans bernyanyi lagu sendu. Dia tidak tahu apakah Maria setuju dengan keputusannya yang telah dipikirkan dengan sangat matang.
Hari sudah semakin gelap. Ranting yang sedari tadi Hans kumpulkan dijadikannya bahan membuat api unggun. Dengan wajah gelisah Hans tetap memikirkan bagaimana cara terbaik menuturkan tujuannya kepada Maria. Lagi-lagi Hans termenung memandangi api unggun, seakan pikirannya turut melayang bersama asap hasil pembakaran api.
"oh Tuhan, inilah kuasamu. takdir yang kau tuliskan begitu sulit untuk dirubah. Aku mohon biarkan kami bersanding dihari depan. Aku tahu rencanamu pasti baik untuk aku dan dirinya" ungkapnya lirih dalam hati.
Tersentak tubuh Hans terkejut bukan main. Maria tiba-tiba datang dan langsung mengagetkan lamunan Hans. Sambil tersenyum manis Maria meminta maaf atas candaannya yang membuat Hans merasa kaget.
"Bang maafkan ade ya, habis abang melamun terus. Jangan melamun nanti kesurupan" katanya dengan wajah manis memelas "Tak apa de, bagaimana rupanya kau bisa diizinkan sama bapak kau?" "Bapak tak kasih ijin ade untuk keluar rumah, tapi ade kabur demi bertemu sama abang" balas Maria dengan wajah cemas.
Maklum, hubungan asmara diantara Hans dan Maria tidak disetujui oleh ayah dan ibu dari maria. Orang tua maria beranggapan bila putrinya berpacaran dengan Hans, maka masa depan Maria tidak akan baik. Maria adalah anak pejabat sekaligus pengusaha kopi di daerah tersebut. Sedangkan Hans hanyalah anak dari seorang petani biasa yang ekonominya pun tergolong sederhana. Bagi Maria cinta bukan sesuatu yang mutlak diukur hanya dari harta kekayaan semata. Mereka menjalin hubungan istimewa tersebut sedari kelas 1 SMA. Hingga lulus sekolah cinta mereka berdua belum juga tergoyahkan. Bagi mereka, ini adalah anugerah Tuhan yang hinggap di hati mereka masing-masing.
Dengan senang hati Hans mempersilahkan kekasihnya itu duduk. Sementara dia bergegas mengambil singkong yang dipanennya tadi siang. Tidak perlu mewah, singkong bakar pun cukup lezat sebagai santapan. Sambil menata singkong dalam bara api agar tak lekas padam, Hans memulai pembicaraan.
"Apa benar adek sayang sama abang?'' tanya Hans memancing Maria berbicara "kenapa abang tanya itu sama adek, apa abang meragukan ketulusan adek selama ini" katanya dengan kebingungan. "Jangan khawatir, abang sangat percaya dengan ketulusan cinta adek sama abang." "Lantas mengapa abang menanyaan hal itu" sahut Maria penasaran. "Karena dengan begitu abang yakin sama keputusan abang" "Keputusan apa bang? Tolonglah jangan bikin adek jadi bingung" "Sebenarnya abang ingin kasih tau adek kalau besok abang akan pergi merantau ke Jakarta" "Tapi kenapa harus ke Jakarta bang" tanya Maria dengan ketus tak percaya dengan semua yang didengarnya.
Namun Hans tidak langsung menjawabnya, Hans berdiri dan mengulurkan tangannya kepada Maria yang masih duduk. Dengan ramah Hans mengajaknya kesuatu tempat yang telah dia siapkan untuk malam ini. Dengan raut wajah kecewa Maria mengikuti saja ajakan kekasihnya itu. Hans menuntun Maria berjalan melewati ilalang menuju tepian Danau Toba. Mereka pun berhenti dihadapan ilalang yang agak tinggi dan tertata rapih. Kemudian Hans mempersilahkan Maria membuka ilalang tersebut. Hans meyakinkan Maria dengan sugguh bahwa ada sesuatu yang ingin diperlihatkannya dari balik ilalang.
Maria pun mencoba menuruti permintaan Hans. Dengan tangan lembutnya Maria pun membuka ilalang itu. Alangkah bahagianya Maria dengan malam ini, malam penuh kasih. Maria tersentak dan kagum dengan apa yang telah dilihatnya. Ternyata Hans telah menyiapkan hal tidak terduga oleh Maria sebelumnya. Meja dan kursi terhias dengan indah dan rapih serta lilin-lilin kecil juga turut mempercantik tempat itu. Kini nuansa telah berubah.
"Bang apa ini untuk adek" kata Maria kagum "Betul de, ini abang buatkan hanya untuk adek. Abang ingin adek senang, maaf selama ini abang tidak bisa membawa ade ketempat bagus dan romantis" ujar Hans lega melihat Maria menyukainya. "Abang tak perlu repot-repot menyiapkan semua ini. Bagi adek Danau Toba ini sudah cukup indah untuk dinikmati, terlebih hal itu bersama abang" "Tapi adek suka, iya kan" "Iya adek suka bang. Tapi, lebih suka kalau abang tak jadi pergi merantau. Jakarta itu tidak dekat bang" kembali Maria merajuk.
Hans malah tersenyum dan mempersilahkan Maria duduk terlebih dahulu. Kemudian Hans kembali ketempat sebelumnya untuk mengambil singkong bakar. Sedangkan Maria duduk terdiam dan tak tahu harus berbuat apalagi. Hanya ada kecemasan dan perasaan tidak rela yang hinggap dalam sanubarinya.
Sambil melihat lilin-lilin kecil tersusun dengan indah, angannya mulai terbang melayang. Pandangannya terkadang menoleh ke kanan dan kiri. Dia masih tak percaya bahwa Hans telah memberikan kejutan termanis. Maria tersenyum dengan sangat menawan. Raut wajahnya menggambarkan suasana hati yang tengah diliputi rasa bahagia. Namun sayangnya, senyum itu berlangsung sangat singkat. Ketidaksiapan ditinggal sang kekasih membuatnya kembali lemas dan kurang bergairah. Kini perasaan senang, cemas, sedih dan takut bercampur tidak karuan.
Lamunan Maria terpecah ketika mendengar petikan gitar yang tiba-tiba saja mengalun syahdu. Dengan mimik wajah terkejut Maria menoleh kebelakang. Kini Hans sudah berdiri dibelakangnya. Bagaikan seorang musisi handal Hans memainkan gitar dan mulai bernyanyi. Nyanyian lagu batak bertemakan cinta terlantun dan menyayat hati. Lagu yang mengisahkan bahwa sang kekasih akan pergi demi menggapai impian. Dan bila nanti tiba waktunya, sang kekasih berjanji akan segera pulang kepelukan wanitanya.
Mendengarkan Hans terus beryanyi, spontan saja mata Maria memerah dan berlinang air mata. Maria tak kuasa menahan kesedihan sehingga tanpa sadar air matanya telah menetes di pipi. Hans pun langsung menghentikan nyanyiannya. Sedangkan Maria berjalan menghampiri Hans yang masih memegang gitar. Ketika jarak diantara mereka semakin dekat, Maria meraih cepat tubuh Hans dan memeluknya dengan mesra.
“ Bang tolong jangan pergi, adek tak ingin jauh dari abang. Adek sayang sekali sama abang. Cuma abang orang yang paling mengerti adek” rayu Maria dengan terisak "Abang tetap harus pergi de, kalo abang tinggal di sini abang tidak mungkin sukses” “Adek mohon bang, kita bisa menjalani hidup ini dengan bersama-sama. Ade mohon batalkan niat abang itu.” Kata Maria memelas sedih.
Sambil mengecup kening Maria, tangan kanan Hans menjatuhkan gitarnya ke pinggir ilalang. Dan tangan kirinya terus membelai rambut Maria dengan penuh kasih. “Adekku yang abang cinta sepenuh hati abang. Percayalah kalau abang sudah mendapatkan impian abang, tentu abang segera kembali untuk melamar adek” ucap Hans berusaha meyakinkan. “Bila pekerjaan yang abang butuhkan, abang kan bisa merantau ke Medan. Atau abang ingin kuliah, abang kan bisa kuliah di Medan.” Balas Maria dengan suara sedikit meninggi. “Adek sayang, Mimpi abang bukanlah di Medan. Abang akan raih mimpi abang di Ibu kota Negara ini” ucap Hans menegaskan kembali.
Sebelumnya Maria belum pernah melihat kekasihnya itu teramat serius dalam menginginkan sesuatu. Karena keinginan Hans begitu besar dan kuat akhirnya Maria harus tabah mengalah. Tiada obat selain ikhlas dalam merelakan sebuah suratan takdir yang berjalan pedih.
Bujuk rayunya kini tidak mampu lagi menghalangi tekad bulat Hans. Maria hanya bisa pasrah dan mencoba mengerti jalan pikiran Hans. Baginya saat ini bagaimana memanfaatkan waktu bersama Hans sebaik mungkin. Apapun yang digariskan oleh Tuhan kepadanya, baginya adalah jalan terbaik. Dia yakin Tuhan pasti akan mengembalikan Hans kedalam pelukannya.
Malam itu adalah malam terbaik yang pernah mereka nikmati berdua. Tuhan itu baik, perhatikanlah bagaimana Tuhan menyediakan tempat seindah Danau Toba. Dengan udara segar terbaiknya dan langit gelap terhias taburan bintang berkilau. Kemudian bulan purnama melintas perlahan seakan mengawasi seluruh alam raya. Tentu mereka tak perlu merasa bersalah bila Hans dan Maria menganggap dunia milik mereka berdua. Namun, selepas ini langkah baru mereka akan terbentang luas. Tanpa kebersamaan dan tanpa kekasih yang tiada pernah bosan menampung suka dan duka.
***
Keesokan harinya Maria segera menyempurnakan ulos buatannya yang belum kelar. Sempat tertunda akibat terjangan kesedihan sehingga menimbulkan tekanan batin. Hari ini Hans akan berangkat menuju Jakarta. Sekitar tiga puluh menit lagi Hans akan menuju terminal keberangkatan. Dengan cekatan Maria mengerjakan ulos itu. Peluh keringat di dahinya tidak dihiraukan lagi. Baginya saat ini ulos tersebut harus secepatnya selesai agar dapat diberikan kepada sang pujaan hati.
Sementara Hans sudah sangat siap untuk memulai perantauannya. Penampilannya begitu gagah dengan kemeja putih dan sepatu hitam yang mengkilap. Hans sebenarnya khawatir jikalau dia akan terlambat sampai di terminal. Namun hatinya begitu risih dan gusar. Masih ada satu orang lagi selain sanak keluarga yang belum disapa dan disalamnya. Hans masih sabar menanti kehadiran gadis pujaannya. Sayang teramat sayang, sang bapak menyarankan Hans agar jangan menunda keberangkatannya. Kemungkinan salam perpisahan dengan Maria tidak akan diperolehnya. Dengan berat hati Hans berangkat menuju terminal.
Selesai juga pekerjaan Maria. Dengan terburu-buru dia pun menuju rumah Hans. Sambil berlari-lari kecil, terkadang dengan berjalan cepat. Nafasnya terengah dan keringat di tubuhnya tidak lagi dipedulikannya. Diliputi rasa takut karena waktu keberangkatan Hans memang sudah lewat. Larinya makin cepat ketika rumah Hans telah nampak dari pandangannya. Kini sinar mentari yang terlalu pijar tidak sanggup meredam semangat Maria untuk bertemu Hans.
Sementera itu Hans harus berangkat dengan bermacam prasangka kepada Maria. Hans menumpangi becak motor yang sedari tadi sudah siap mengantarkannya. Dengan iringan doa keluarga, Hans pun pergi. Lambaian tangannya merupakan wujud kesiapan menuju dunia barunya. Sanak keluarganya saling meneriakkan pesan pada Hans. Mengingatkan agar selalu giat belajar dan tidak lupa beribadah.
Hans tidak menyadari bahwa ada sesosok perempuan sedang berlari payah untuk dirinya. Di jalan dari balik rumahnya Maria tengah mengadu cepat dengan waktu. Memang sial nasib mereka berdua. Kenyataan Maria tidak bisa menjumpai Hans di rumahnya mesti diterima dengan lapang dada.
Maria pun semakin jelas melihat kerumunan keluarga Hans. Namun maria pun sangat jelas memandangi becak motor itu telah pergi semakin jauh. Akhirnya Maria sampai. Tanpa basa-basi Maria bertanya kepada orangtua Hans. “ Bapak, Hans sudah pergi ya?” “baru saja dia pergi, kenapa rupanya Maria?” “Aku mau jumpa sama Hans Pak. Ada yang mau aku kasih sama dia” “Kalau gitu kejarlah dia, pakai saja motor bapak” ujar Bapak Hans.
Akhirnya Maria melanjutkan pengejarannya. Dengan motor supra jadul milik bapak Hans, dia melaju kencang. Sungguh luar biasa cinta Maria untuk Hans. Sebelumnya Maria tidak pernah mengendarai motor secepat ini. Kecepatannya sekitar 60-80KM per jam.
Sesampainya di terminal Hans langsung masuk ke dalam bus. Duduk diam namun hati tidak tenang. Mungkin dia masih tidak percaya bahwa Maria begitu tidak peduli tentang keberangkatannya itu. Sambil memandangi foto Maria, Hans meneteskan air mata. Kesedihan begitu melukai hatinya. Entah berapa lama lagi akan berjumpa dengan Maria, pikirnya.
Bus tujuan Jakarta itu pun akhirnya melaju pelan keluar terminal. Maria pun sudah hampir sampai. Tetapi peluang mereka bertemu sangatlah kecil. Mobil yang ditumpangi Hans sudah keluar dari gerbang terminal. Sedangkan Maria baru tiba di gerbang tersebut. Maria begitu terkejut menatap bus yang bertuliskan tujuan Jakarta. Maria curiga bus tersebutlah mobil yang ditumpangi oleh kekasihnya itu.
Benar saja dugaan Maria. Maria melihat Hans dari jendela mobil tersebut. Bus tersebut mulai melintas cepat ke arah Maria. Tanpa memperdulikan orang disekitar, Maria berteriak lantang memanggil-manggil nama Hans. Namun sayang Hans tidak menyadari hal tersebut. Dan bus itu pun melintas tepat dihadapan Maria tanpa permisi.
Kepanikan melanda Maria. Tanpa pikir panjang Maria langsung berbalik arah dan mulai mengejar bus tersebut. Pikirannya kini hanya ingin dapat bertemu Hans. Dengan kecepatan yang luar biasa Maria mampu menyusul bus tersebut. Maria berteriak kepada supir agar dan memintanya berhenti sebentar. Sayangnya sang supir begitu acuh pada Maria. Mungkin Maria sudah kepalang tanggung. Dengan nekat Maria menambah kecepatan motornya dan mendahului bus tersebut.
Dengan keberanian luar biasa Maria memberhentikan motornya di tengah-tengah lintasan. Maria turun dan merentangkan tangannya. Alhasil bus tersebut berhenti nyaris tiga meter dihadapan Maria. Rem mendadak yang begitu mengagetkan membuat penumpang panik dan ingin mengetahui penyebabnya. Tidak terkecuali dengan Hans yang juga ikut tersentak.
Sambil mengintip-ngintip dari tempat duduknya. Penglihatan Hans mendapati sosok perempuan tengah berdiri sambil merentangkan kedua tangannya. Wajahnya tampak terkejut saat melihat bahwa sosok itu adalah kekasihnya sendiri. Mendadak Hans turun dan menghampiri Maria.
“Apa yang ade lakukan di sini?” “Ada yang mau aku kasih sama abang. Ini ulos untuk abang, aku buat sendiri. “terimakasih ya de. Tadinya abang pikir tak akan jumpa dengan ade. Terimakasih ya untuk semuanya.” Ujar Hans. Maria hanya mengangguk saja.
Hans yang tiada memikirkan sekitar langsung memeluk erat tubuh Maria. Seluruh yang memandang ikut terpukau dengan kejadian tersebut. “Abang janji pasti kembali untuk ade” kembali Hans menegaskan. “Abang disana jangan malas belajar ya, jangan lupa ibadah, jangan lupa makan dan olah raga. Jangan lupa juga sama ade, karena ade pasti menanti abang datang. Kalau abang sayang pasti abang cepat pulang kan?” “tentu, jika abang sudah mendapat gelar sarjana pasti abang akan langsung kembali.”
Dengan penuh kemesraan mereka berdua kembali berpelukan. Derai tangis turut membuat haru siapa saja yang memandang. Perpisahan memang tetap terjadi. Akan tetapi perpisahan ini akan menjadi sebuah kekuatan besar untuk sanggup menanti. Esok hari tanpa sang pujaan hati kehidupan akan tetap dijalani. Sebuah awal langkah yang baru pun segera dimulai.
Kemudian menyisakan tanya dalam sanubari. Adakah kesetiaan itu? Dalam benak Maria tentu hal tersebut ada. Kalau memang sayang pastilah Hans akan lekas pulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H