Mohon tunggu...
handrini
handrini Mohon Tunggu... Lainnya - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional

world are wide, but there's only small spot to make a mistake, Be wise, get grow, so can mature at the same time. be wise it's not easy eithout make wisely as a habit

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mengenali Jurnal Predator dan Bisnis "Tipu-Tipu" Jurnal

5 Juni 2023   22:17 Diperbarui: 6 Juni 2023   10:09 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Malam ini saya terhenyak. Seorang pengajar sebuah Universitas meminta bantuan saya untuk memeriksa tulisan dia untuk di submit ke jurnal Scopus. Jerat peraturan akademik hingga dunia penelitian di Indonesia yang men-dewa-kan Scopus menjadikan orang mau tidak mau mengerjar Scopus. Untuk lembaga yang lebih ketat seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional bahkan menyaring ulang jurnal-jurnal di Scopus berdasarkan publisher dan kredibilitas Jurnal. Sebenarnya diluar pengindeks Scopus ada berbagai macam peng indeks lainnya. 

Namun Scopus adalah salah satu pengindeks yang memiliki "trade mark" semacam ketika kita menyebut "pepsodent" sebagai penganti ketika akan menyebut "pasta gigi" atau menyebut "Indomie" ketika ingin menyebut "mie instan".

Kembali ke kisah salah seorang pengajar di sebuah Universitas tadi, akhirnya saya pun membaca draft yang dikirim. Selain itu saya berselancar untuk melihat jejak digital artikel ilmiah yang telah dia tulis. Alangkah terkejutnya saya mendapatkan nama sebuah jurnal yang mirip dengan jurnal yang diterbitkan oleh sebuah publisher ternama Taylor and Francis. Lagi-lagi berderet nama dari negara India tertera. Fix! jurnal tersebut adalah jurnal predator!

Pernah saya akan mengirimkan ke sebuah jurnal terindeks Scopus Q3. Akan tetapi setelah melalui proses review alangkah terkejutnya saya diminta transfer sejumlah uang melalu Pay-pall ke India. Lagi-lagi India. Entah kenapa saya jadi curiga. Saya kemudian mengirimkan sejumlah email kepada para penulis yang naskahnya sudah dimuat di jurnal terindeks Scopus Q3 tersebut. Tentunya nama-nama penulis yang saya hubungi melalui email tersebut adalah penulis-penulis dari Indonesia. 

Secara terbuka saya pun berkirim email kepada Editor Jurnal tersebut dan menanyakan tentang keabsahan dari indeksasi Scopus Q3 mereka dan saya mengajukan permintaan yang lazimnya akan dengan mudah dipenuhi oleh jurnal bereputasi. 

Mendadak malam itu email saya menjadi bulan-bulanan. Terhack dan saya pun terpaksa mendapatkan bantuan cuma-cuma dari seorang sahabat yang memang ahli IT lulusan dari Jerman. Laksana pertarungan perebutan email yang biasa saya gunakan untuk aktivitas menulis pun terjadi dari tengah malam hingga dini hari. Hingga akhirnya pertarungan perebutan email kami menangkan. Bersamaan dengan kembalinya email saya dalam kendali saya, akhirnya bermunculan email balasan dari sejumlah penulis. Fix! Kemungkinan besar jurnal terindeks Scopus Q3 tersebut akan lengser keprabon!

Saya pun mengirimkan surat penarikan artikel jurnal saya. Tidak satupun email balasan saya terima dari pihak editor. Tapi tak mengapa. Yang penting bukti digital dapat saya gunakan jika memang diluar dugaan jurnal tersebut ngotot menerbitkan artikel saya meskipun saya tidak bersedia membayar article processing charge (APC) yang diminta pihak editor. Dugaan saya setahun kemudian terbukti. Jurnal terindeks Scopus Q3 dari Turki itupun lengser keprabon dan tidak lagi masuk dalam daftar jurnal yang terindeks Scopus. Tidak terbayangkan bila artikel saya terlanjur diterbitkan di jurnal yang masuk dalam daftar Scopus Discontinued List tersebut.

Begitulah praktik-praktik jurnal abal-abal. Mulai dengan menggunakan nama-nama serupa dengan jurnal bereputasi hingga mengenakan article processing charge (APC) diluar ketentuan yang telah ditulis dalam website resmi. Untuk penamaan jurnal misalnya: ada sebuah jurnal predator Journal of Positive School Psychology  (JPSP)yang menyerupai jurnal ternama dari Publisher Taylor and Francis yaitu Journal of Positive Psychology. Lalu ada juga jurnal predator yang namanya menyerupai nama jurnal terindeks Scopus Q3 yaitu International Journal of Economics and Business Research yang dikenal dengan nickname IJEBR. Sementara "kembaran jahatnya" menggunakan nickname  (IJEBER).

Atau jika mau mudahnya klik https://beallslist.weebly.com/ akan kita dapati sejumlah jurnal predator yang seabrek-abrek jumlahnya. Sayangnya "pengindeks" jurnal predator itu secara otomatis jadi tidak update. Karena sejumlah jurnal predator yang dimasukkan ke pengindeks tersebut langsung mematikan website atau tepatnya blog mereka. Tentu saja sistem penilaian akademis dan persyaratan kelulusan sejumlah jenjang akademis yang mempersyaratkan accepted-nya jurnal membuat berkembangnya bisnis tipu-tipu jurnal.

Begitulah praktik bisnis tipu-tipu jurnal predator yang "membo-membo" dengan jurnal-jurnal terindeks Scopus asli.  Membo-membo berasal dari bahasa Jawa yang artinya menyerupai. Membo-membo adalah kata kerja yang biasa dilakukan oleh jin berperawakan besar yang dikenal dengan nama tenar "gendruwo" konon gendruwo suka membo-membo atau berubah wujud menyerupai sosok yang kita kenal untuk memperdayai kita). Singkat kata begitulah praktik memperdaya akademisi atau sejumlah profesional lainnya yang memiliki prasyarat jurnal sebagai penilaian.

Tak hanya itu, sejumlah bisnis yang mengklaim "asistensi" akan "bertanggungjawab hingga pemuatan naskah jurnal banyak digelar. Awalnya saya tertarik saat di Telegram saya membaca postingan "marah-marah" dari seseorang yang saya duga adalah klien. Penasaran dengan kejadian tersebut, saya pun tergerak untuk mengetahui bagaimana praktik bisnis asistensi pemuatan jurnal tersebut. Kebetulan saya diminta tolong untuk asistensi serupa.

Oya, di tempat saya mengabdi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menawarkan pembimbingan tugas akhir mahasiswa semacam itu free melalui website resmi BRIN khusus untuk layanan sains yaitu E-Layanan Sains atau yang lebih dikenal dengan panggilan kesayangan "ELSA BRIN". Tentu saja harus melampirkan sejumlah dokumen resmi ya, bukan asal-asalan. Jadi bisa klik di:

https://elsa.brin.go.id/layanan/index/Bimbingan%20Mahasiswa%20Tugas%20Akhir%20S1%20Thesis%20S2%20Disertasi%20S3/1192. Tentu saja layanan ini bukan semacam kita menjahitkan baju, terima beres jadi ya.. karena secara prinsip yang akan dibantu adalah bagaimana memahami proses ilmiah penulisan jurnal mulai bagaimana membuat abstrak, perumusan masalah yang menarik dan lain sebagainya.

Sayangnya rata-rata orang maunya yang instan. Cepat dan tidak mempertimbangkan bagaimana menghargai jerih payah orang lain yang membantu. "Malas ah, ribet kalau lewat ELSA," begitu rata-rata komen yang kerap saya terima. Potong kompas adalah salahs atu kebiasaan yang membuat kita kerap terjebak dalam jerat bisnis tipu-tipu jurnal predator hingga asistensi. Ada yang memang setengah serius mengelola. 

Mengapa saya bilang setengah serius? Karena mereka meskipun menjalankan bisnis itu dengan sejumlah nama yang layak dipercaya karena memiliki banyak naskah jurnal yang terbit di jurnal terindeks Scopus tapi ternyata saat memberikan saran memasukkan ke jurnal tertentu tidak sesuai bidang atau tidak sesuai topiknya. Pantas saja ada klien yang marah-marah. Bagi mahasiswa yang terpepet waktu jelas "bunuh diri" jika mengandalkan asistensi dari bisnis asistensi semacam itu. Sudah mengeluarkan uang jutaan rupiah tapi hingga setahun lebih tidak ada hasil nyata.

Minimnya Keteladanan

Sayangnya masyarakat kita juga kurang bisa menghargai betapa tidak mudahnya membuat jurnal hingga akhirnya terbit dan dimuat di jurnal bereputasi. Seolah upaya mengelola pikiran yang memakan waktu dan tenaga dianggap sesuatu yang remeh. Bahkan ada yang tidak mau tahu apa dan bagaimana isi dari jurnal - hanya mau tahu "pokoknya beres". Ada satu - dua kejadian seorang pejabat berambisi memiliki titel Doktor namun sepertinya sadar kemampuannya belum memadai.

Alhasil mengejar-ngejar untuk memastikan kesediaan membantu semua pengerjaan tugas-tugas dari awal sampai tugas akhir hingga jurnal. Maklum, untuk mendapatkan Doktor honoris causa - jabatannya yang masih nanggung belum memadai. Ternyata tidak hanya saya, sejumlah nama pun ikut "ditembak" dan dikejar. Prestisius predikat Doktor dari Universitas Negeri Bonafide banyak mengoda orang untuk memaksa menjadi "joki".  Praktik-praktik minimnya keteladanan bagaimana menghargai proses akademik untuk mendapatkan gelar Doktor yang sangat minim di Indonesia membuat praktik-praktik semacam itu menjamur. 

Pernah saya iseng bertanya untuk asistensi pemuatan jurnal dengan naskah dari kita berapa, pihak penyedia layanan itu menyebut angka 30 juta (dengan catatan naskah dari kita). Itupun jurnal yang disebut sengaja saya telusur ternyata kredibilitasnya dibawah dari jurnal terindeks SINTA 2 yang pernah saya jadikan target sasaran untuk memuat tulisan saya dari hasil tugas akhir satu mata kuliah saat saya menjadi mahasiswa dulu. Bahkan banyak kisah-kisah beredar. Misal si A yang lulus cumlaude dari program doktor ternyata dibelakangnya ada begitu banyak tim pengembira. 

Memang adalah sah-sah saja ketika kita minta bantuan seseorang untuk melakukan proofread. Sejauh memang kondisi finansial kita memungkinkan. Saya sendiri karena keterbatasan dana yang kala itu tersedot banyak untuk biaya pengobatan dan kesehatan mau tidak mau melakukan segala proses pembuatan tugas akhir termasuk jurnal all by my self. Tentunya dengan masukan dan bimbingan Promotor, Ko-Prom dan para penguji. 

Akan tetapi, ternyata masih banyak yang tertipu dengan bisnis tipu-tipu jurnal dan asistensi penerbitan jurnal seperti yang saya temui malam ini. Hingga akhirnya mengetuk hati saya untuk menuliskan artikel ini sebagai pembelajaran bersama. Yang terpenting begitu ada jurnal yang memberikan review minim revisi, kita jangan mudah bahagia karenanya. Karena jurnal abal-abal biasanya sangat mudah proses reviewnya. Malah ada yang membiarkan artikel yang dimuat typo error atau bahkan tertulis dalam bentuk paragraf yang acak-acakan. Jangankan dalam jurnal internasional bereputasi, untuk draft awal disertasi saja, typo error bakal mendapatkan kritikan yang pedas jika dilakukan.

Sekedar berbagi pengalaman, untuk bisa diaccepted di jurnal terindeks SINTA 2 saja perlu melakukan revisi berulang kali. Demikian pula di jurnal yang terindek Web of Science (WoS). Jangan keliru, lagi-lagi laman pengindeks WoS pun menjadi sasaran untuk dikloning dengan tujuan tipu-tipu. 

Tapi jangan khawatir, di Indonesia sudah banyak jurnal-jurnal yang terindeks Scopus bahkan Q1 seperti Qudus International Journal of Islamic Studies (QIJIS) yang dikelola oleh IAIN Kudus, Jawa Tengah dan masih banyak lagi jurnal internasional bereputasi lainnya. Yang terpenting kita harus belajar menikmati prosesnya dan harus mampu menghargai mahalnya waktu, tenaga, pikiran yang dicurahkan untuk mampu menghasilkan satu jurnal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun