Ironis! survey Microsoft 2000 yang dirilis Februari 2021 yang dilakukan pada 58.000 orang di 32 negara menyimpulkan, netizen Indonesia  paling tidak sopan di Asia Tenggara.Â
Karena itu dalam hal upaya membantu mengedukasi masyarakat, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berupaya memberikan edukasi dan pelatihan tentang literasi informasi di era digital kepada mahasiswa, salah satunya mahasiswa di Garut.Â
Sekitar 200 mahasiswa Universitas Garut mengikuti rangkaian acara edukasi dan pelatihan literasi informasi di era digital yang merupakan rangkaian kegiatan #MasyarakatBertanyaBRINMenjawab dan #BRINBerbaktiUntukNegeri.Â
Mahasiswa dipilih dengan harapan para mahasiswa dapat menjadi bagian dari agen perubahan untuk membentuk budaya digital netizen Indonesia yang lebih beradab.
Literasi informasi, kedua kata tersebut saat ini kerap digaungkan agar dipahami dan diaplikasikan terlebih di era digital. Distrupsi informasi membuat masyarakat multlak memiliki pemahaman tentang literasi informasi.
 Literasi informasi adalah suatu kemampuan untuk mengetahui kapan dan mengapa ia memerlukan informasi, di mana mencarinya serta mengetahui bagaimana mengevaluasinya, menggunkannya serta mengkomunikasikannya dengan penuh etika.  Konsep Literasi Informasi pertama kali diperkenalkan oleh Paul G. Zurkowski, President of the International Industry Association  pada  1974.
Dengan demikian ada lima komponen utama yang ada dalam literasi informasi yaitu: idenity, find, evaluate, apply dan acknowledge. Sementara di era digital informasi ada empat komponen literasi digital yang harus diperhatikan yaitu: digital skils, digital ethics, digital safety dan digital culture.
Pada kegiatan edukasi dan pelatihan literasi informasi era digital di Indonesia tersebut, ada sejumlah kebijakan yang terkait yang disampaikan yaitu: UU Â 19 Tahun 2016 Â tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang dan UU No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.Â
Sejumlah materi lain yang diberikan antara lain netiket, clickbait, tips menghindari berita bohong, menghindari melakukan ujaran kebencian dengan memahami unsur ujaran kebencian, bagaimana menyikapi curhat di media sosial dan berbagai materi lainnya. Â
Kegiatan yang menggunakan poladiskkusi, tanya jawab dan pelatihan langsung yang melakukan simulasi bagaimana tanpa sadar masyarakat (dalam kegiatan tersebut mahasiswa) tanpa sadar membuka data dirinya secara sukarela melalui perangkat digital kepada pihak lain.Â
Menariknya banyak gagasan yang dilontarkan para mahasiswa dari Universitas Garut, diantaranya: usulan pentingnya memasukkan materi literasi informasi digital sejak TK, SD, SMP dan SMA dengan pola yang sesuai dengan usia. Hal tersebut diperlukan karena penetrasi informasi digital ternyata telah diperoleh sejak dini yaitu: TK dan SD.Â
Edukasi terhadap masyarakat umum juga diperlukan mengingat hasil survei tentang netizen Indonesia paling tidak sopan karena mayoritas masyarakat yang belum mampu melakukan kontrol diri dan emosi serta belum memahami bahwa dunia digital tidak sama dengan ranah analog karena di ranah analog membuka jejaring yang menghilangkan batas-batas negara.Â
Di sisi lain budaya digital yang tercermin dari netiket netizen Indonesia merupakan PR yang layak dikaji dan diupayakan untuk dilakukan revolusi mental atau apapun bentuk kebijakannya nanti. Hal itu karena apa yang ada di ruang digital merupakan ekstensi atau perpanjangan dari ranah analog.Â
Bullying di media digital misalnya yang masih banyak dialami bahkan oleh mahasiswa-mahasiswa tersebut berdasarkan survey singkat dengan menggunakan perangkat digital merupakan cerminan maraknya bullying di ranah analog atau yang kerap ditemui dalam kehidupan keseharian masyarakat Indonesia. Sebuah tantangan ke depan bagi DPR RI dan Pemerintah untuk merumuskan kebijakan bagaimana mengembalikan budaya Indonesia dan membangun budaya Indonesia yang lebih madani.
Rujukan:
1. Â Paul G. Zurkowski (1974), The Information Service Enviroment Relationships and Priorities Related Paper No.5, https://eric.ed.gov/?id=ED100391
2. Handrini Ardiyanti, Dimas Tri Hadyanto, Dewi Krislamawaty, dan Irwansyah  (2018). Swafoto: Sebuah Pendekatan Teori Manajemen Privasi Komunikasi,Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial | Volume 9, No. 1 Juni 2018 ,  https://doi.org/10.22212/aspirasi.v7i1.1084Â
dll