Mohon tunggu...
handrini
handrini Mohon Tunggu... Lainnya - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional

world are wide, but there's only small spot to make a mistake, Be wise, get grow, so can mature at the same time. be wise it's not easy eithout make wisely as a habit

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merawat Orangtua Stroke

31 Agustus 2020   10:40 Diperbarui: 31 Agustus 2020   10:28 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Mbah dan saya/koleksi pribadi

Merawat orang tua gampang-gampang susah. Yang menarik, bahkan "hanya" karena persoalan kesalahpahaman dalam hal merawat orang tua, rumah tangga yang dibina belasan tahun bisa karam. Setidaknya itu yang saya ketahui dari sebuah komunitas di media sosial. Menariknya, saat kisah dari sisi suami yang mentalak istri karena istri dianggap tidak becus merawat ibunya, ragam komentar dari netizen mayoritas justru menyalahkan pihak suaminya. 

Namun tentu saja tidak pernah ada benar salah dalam hal ini. Namun tulisan dan ragam pendapat dari netizen maupun kisah suami yang mentalak istri karena dianggap tidak becus merawat ibunya membuat saya tergerak menulis tentang "merawat orang tua" tentu saja dari perspektif saya. 

Dari saya kecil, saat duduk di bangku Sekolah Dasar kelas tiga atau empat saya lupa, saya sudah dibiasakan Mami untuk terlibat langsung merawat simbah atau ibunya Papi. Uniknya, saat saya menikah, Ibu dari ayahnya anak-anak, juga bertugas merawat ibu mertuanya. Sama-sama dengan posisi tidak memiliki asisten rumah tangga.

Hanya bedanya, Mami hanya memiliki 2 anak, sedang Ibu dari ayahnya anak-anak memiliki 6 orang anak. Pengalaman merawat orang tua lainnya yang saya punyai adalah merawat Mami selama 3 bulan. Meski berbeda tentunya dengan kondisi saat Mami merawat simbah dari Papi, karena simbah saat itu stroke, jadi benar-benar untuk mobilitas semua tergantung pada bantuan kita.

Pertama, mengkomunikasikan keputusan merawat orang tua yang sedang stroke terlebih dulu. Belajar dari apa yang dilakukan Papi menyampaikan ke Mami dan kami anak-anaknya. Kepada kami, lebih tepatnya pemberitahuan sekaligus perintah, disampaikan oleh Mami. "Mbah mulai besok tinggal bareng kita. 

Dian bantu Mami jadi suster Mbah ya," begitu kurang lebih pemberitahuan Mami. Begitulah, saat Mbah sudah di rumah, rutinitas saya sebagai anak perempuan berubah. Adaptasi kebiasaan baru dimulai. Setiap pagi sebelum sekolah, tugas saya membantu Mami menemani (:nyuapin Mbah sarapan). 

Berdua mindahin Mbah ke kursi roda buatan Mami. Ada  dua kursi yang satu kursi sofa, yang satu kursi jati besar. Kaki Mbah ditaruh di meja besi buat makan Simbah itu. Sabtu-Minggu, kebiasaan rutin saya juga berubah. Membantu Mami membersihkan kasur dan membersihkan pip dan pup simbah. Mungkin kebiasaan itu, saat saya punya anak, anak saya kebetulan diare, jadi pup berantakan dimana-mana saya santai saja membersihkannya.

Kedua, menjaga kebersihan kamar dan alas tempat orang tua yang stroke. Sebagai contoh, buat tempat pup Mbah, mami sengaja melubangi satu kursi jadi empuk kalau duduk waktu pup kayak duduk biasa. Mami tidak mau pakekan Pampers takut Mbah jadi bau. Mami tidak suka bau pesing atau bau lainnya. Jika terpaksa harus memakaikan pampers jangan menunggu pampers sampai penuh karena risih dan jadi kena bakteri kelamaan.

Tiga, libatkan seluruh keluarga inti dalam merawat. Kenapa Mami tidak  mau pakai perawat, kata Mami perawat orang lain, belum pasti bisa se"gemati"keluarganya sendiri. Gemati kurang lebih teliti dan penuh kasih sayang.

Keempat, merawat orang tua yang stroke bukan mutlak tugas anak perempuan.  Setidaknya ada dua pendapat yang saya ketahui dari Mami, dan Ibunya dari ayahnya anak-anak tentang alasan mengapa simbah ikut dengan anak laki-laki. Karena anak laki-laki yang mencari nafkah. Jadi mereka merasa tidak "ngikut" cuma-cuma. 

Beda dengan kondisi misalnya ikut anak perempuan, sedang anak perempuan tersebut tidak bekerja. Karena itu baik simbah dari saya, maupun simbah dari ayahnya anak-anak sama-sama memilih ikut anak laki-lakinya. Jika yang merawat menantu perempuan, maka anak laki-laki harus ikut terlibat merawat bahkan membersihkan pup juga. Dengan demikian si istri secara langsung akan merasa tersupport.

Kelima, usahakan kamar tempat tinggal ada sirkulasi udara yang terbuka. Dengan demikian kamar akan terasa fresh. Dengan adanya pertukaran udara maka tidak ada aroma orang sakit, kata Mami. Udara segar menurut Mami membantu penyembuhan atau minimal menmbuat orang yang sakit merasa lebih baik kondisinya.

Keenam usahakan orang tua tetap melakukan mobilisasi meski dibantu. Saat simbah tinggal bersama kami, rutinitas saya adalah menemani simbah sarapan (nyuapin) dan bercengkrama. Sering kali di depan halaman rumah sehingga simbah bisa lihat hijau pohon di depan rumah. Menurut Mami hal itu penting agar simbah tidak menjadi mudah marah-marah setiap saat.

Ketujuh, saling support dan hindari sikap saling menyalahkan. Merawat orang tua yang sedang stroke butuh kerja sama dan saling menguatkan. Setidaknya itu yang saya alami saat merawat simbah baik dari pihak ayah saya, maupun simbah dari ayahnya anak-anak.  Orang stroke kata Mami "kesuh" marah pada dirinya sendiri akhirnya melebar ke orang lain. Rasanya ingin mengerakkan badannya tapi sulit. 

Terlebih ketika yang stroke orang yang sudah berusia lanjut. Orang yang lanjut usia perangainya kembali ke anak-anak. Setidaknya itu yang saya alami, setiap kali menemani simbah sarapan. Simbah sering kali meminta paksa makanan yang ada di piring saya.  Begitu dimakan sedikit sama simbah, simbah minta piring simbah semula. 

Namanya juga anak-anak, awalnya ada rasa jijik tapi Mami mendidik saya agar jangan mudah jijik. "Nanti kamu jadi ibu juga bakal makan bekas makanan anakmu," kata Mami. Hehe, begitulah nano-nanonya. Saat bersihkan pup si mbah, mami juga bilang gitu, "Nanti juga kamu harus bersihkan pup anakmu."

Kedelapan, lihat beban kerja di rumah. Jika beban kerja melampaui batas, ada baiknya disediakan perawat khusus yang bertugas merawat orang tua. Jika dimungkinkan secara materi tercukupi, alangkah baiknya menyediakan perawat khusus. Hal itu yang saya minta kepada ayah mertua saya dulu saat ibu mertua harus merawat simbah. Pahami dengan obyektif karakter orang tua yang harus dirawat dan pahami karakter dari lingkungan yang merawat. 

Kesembilan dan seterusnya masih banyak lagi dan silahkan dilengkapi bagi yang memiliki pengalaman yang sama. Yang pasti lakukan semua dengan riang hati dan saling bercengkrama. Jika letih, sediakan bahu atau senyuman dari anggota keluarga lainnya untuk menghilangkan letih. Yang harus diingat, jadi orang stroke seperti kata Mami "kesuh" sendiri, alias kesal sama dirinya sendiri yang tidak bisa bergerak sendiri. Minum dan makan pun harus dibantu orang lain. Jadi, sebagai orang yang masih bisa melakukan apa-apa sendiri, syukuri aja dengan cara membantu dengan riang gembira.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun