Mohon tunggu...
handrini
handrini Mohon Tunggu... Lainnya - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional

world are wide, but there's only small spot to make a mistake, Be wise, get grow, so can mature at the same time. be wise it's not easy eithout make wisely as a habit

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memoar Pierre Andreas Tendean

30 September 2019   09:55 Diperbarui: 30 September 2019   13:36 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mitzi dan Pierre saat masih kecil (doc:istimewa)

Namun Dokter Aurelius Lammert Tendean berhasil kabur ditengah malam yang gulita dan menceburkan diri di Kali Manggis meski tertembak. 

Akhirnya keluarga Pierre pindah ke Semarang karena Papi mereka, Dokter Aurelius Lammert Tendean harus dirawat di RS Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting atau CBZ (:RS Kariadi sekarang) akibat luka tembak kala melarikan diri menyebabkan tulangnya pecah hingga menyebabkan cacat seumur hidup. Kepada sang Papi, Pierre pun sangat penuh kasih dan perhatian. 

Kala pulang bertugas menyusup ke Malaysia (:sebagai turis mengingat wajah Pierre yang mirip orang asing karena darah dari Mami-nya), tak lupa Pierre membelikan jam tangan dan rokok merk Commodore, yang hingga kini masih disimpan, sebab kala itu Pierre berkata, "Ojo didhol lho" (:jangan dijual lho). Namun, layaknya seorang ayah yang penuh kasih tetapi tetap tegar dan senantiasa berusaha menghibur istrinya.

Pierre kala itu mendapat julukan Robert Wagner dari Panorama oleh teman-temannya di ATEKAD Bandung (catatan: Panorama adalah lokasi ATEKAD)
Pierre kala itu mendapat julukan Robert Wagner dari Panorama oleh teman-temannya di ATEKAD Bandung (catatan: Panorama adalah lokasi ATEKAD)

Bagi banyak hati yang mengasihi Pierre -- termasuk sahabat-sahabat yang bersekolah yang sama kala di SMP, SMA dan sewaktu di ATEKAD Bandung (Akademi Teknik Angkatan Darat yang kemudian diintegrasikan dengan sekolah-sekolah militer lain menjadi Akademi Militer Nasional), saat melihat tangis dan ratapan dari Wanita cantik separuh baya, saat menangis sejadi-jadinya ketika melihat peti mati Pierre adalah menjadi kenangan yang paling menyayat hati mereka. 

Seolah tangis dari wanita yang melahirkan Pierre itu mewakili linangan air mata yang jatuh berderai di dalam hati mereka. Kenangan demi kenangan saat bersama, tentu tak akan mampu terhapus begitu saja. Demikian pula luka saat harus merelakan kepergiannya.  Karenanya, 30 September 1965 cukuplah menjadi kenangan terkelam terakhir bagi NKRI. 

Sebagai pengingat bagi bangsa Indonesia tentang kebiadaban dan kejinya PKI. Teriring doa bagi seluruh pahlawan Revolusi dan keluarga yang ditinggalkan. 

Jangan sampai dengan dalih apa pun juga, aparat keamanan lenggah menjaga NKRI dari bahaya kejinya PKI. Cukup 30 September 1965 dan Pemberontakan PKI di Madiun 1948 sebagai pengingat bagi anak negeri akan kejinya PKI.

*dikisahkan ulang dari berbagai sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun