Mohon tunggu...
handrini
handrini Mohon Tunggu... Lainnya - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional

world are wide, but there's only small spot to make a mistake, Be wise, get grow, so can mature at the same time. be wise it's not easy eithout make wisely as a habit

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Homoseksual? ehem.. Siapa Takut? Tidak Lagi tuh....

8 Agustus 2012   08:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:05 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gara-gara status salah seorang rekan facebook saya tentang “homo” di wallnya, mendadak ingatan saya kembali ke suatu masa saat seseorang mendadak membuat pengakuan yang cukup mengejutkan bagi saya. Waktu itu saya masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Karena aktivitas sosial orang tua saya, kerap kali saya bertemu dengan sosok cantik yang memiliki dua nama dan saya memilih untuk tidak mengunakan penyebutan “mbak” atau “mas” melainkan langsung pada percakapan. Sebab jika saya menyebut mereka “Mbak” artinya saya mengingkari kebenaran yang saya yakini, jika saya memanggil dengan sebutan “Mas” artinya saya bisa menyakiti perasaan mereka.

Karena aktivitas sosial itu, kerap saya datang juga ke beberapa pameran lukisan yang diselenggarakan di salah satu gedung pusat kebudayaan di kota kelahiran saya waktu itu, saya sangat tertarik dengan lukisan abstrak milik seseorang. Lukisannya unik, ada dominasi kegelapan dan lamat terlihat secercah harapan yang terkurung dalam sebuah labirin yang tak mudah untuk menemukan jalannya. Entah berapa lama saya berdiri di depan lukisan itu. Hingga tanpa saya sadari seseorang yang berperawakan tinggi besar sudah berdiri disamping saya. Saya pun yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas harus menegadahkan kepala saat dia menyapa. Laki-laki memakai kaca mata dan berwajah “charming” itu memperkenalkan diri sebagai pelukisnya dan kami pun mengobrol ringan atau tepatnya saya menjawab singkat-singkat pertanyaannya dan mendengarkan penjelasannya tentang berbagai lukisannya. Tiap berhadapan dengan orang yang masih asing saya memang memiliki cenderungan tidak cepat “cair” tapi jika sudah dekat, saya termasuk cerewet dan kerap kali berani menegur terang-terangan jika ada hal yang saya rasakan tidak cocok.

Beberapa hari kemudian saya terkejut saat telpon rumah berdering dan penelponnya memperkenalkan diri sebagai si pelukis itu. Katanya, dia mendapatkan nomor telpon rumah kami karena memang tercantum di buku organisasi sosial dimana mami bergelut. Begitulah akhirnya beberapa kali dia menelpon. Hingga akhirnya dia curhat tentang kecenderungannya menyukai sesama jenis. Spontan saya tertawa mendengar pengakuan yang bagi saya terdengar aneh itu (:saya tersenyum sendiri saat menuliskan adegan yang terekam dalam ingatan saya ini).

“Lhoh kok kamu malah tertawa sih, Dek! Kamu mengejek kelainan saya ya?” sergah si mas dengan nada meninggi.

“Lhoh, mas ini ya lucu.. ngakunya mas punya kecenderungan menyukai sesama jenis, tapi kokberulang kali menelpon saya dan betah berjam-jam ngobrol sama saya ya Mas ?” tembak saya.

“Maksud kamu ?”

“Maksud saya Mas, nga mungkin toh seseorang betah ngobrol, sampai mas telpon berulang kali kalau nga ada apa-apanya?”

“Maksud kamu, saya suka sama kamu gitu ?”

“Nga tau.. tapi setidaknya saya hanya mau meralat perasaan Mas yang baru saja Mas memberikan pengakuan itu lho.. mana mungkin mas homo kalau mas berulang kali nelpon saya, betah ngobrol berjam-jam sama saya ?” kataku sembari meledek laki-laki yang sudah saya anggap sebagai kakak sendiri itu. Sebenarnya jika mengingat posisi saya sebagai “cewek” saat itu mana berani saya seolah menembak terang-terangan seperti itu ? Andai saja yang menelpon itu adalah adik kelas atau kakak kelas, bisa-bisa hanya kalimat-kalimat pendek yang terdengar “bodoh” yang saya sampaikan. Tapi karena menyadari seseorang yang menelpon saya itu berbeda, jadi saya memiliki keberanian lebih dan berusaha menyingkirkan “ego” saya sebagai “cewek”. Aktivitas sosial mami yang menjadi pembina himpunan waria se-kotamadya membuat saya beberapa kali harus berhadapan dengan kejadian ganjil. Mereka (:anak-anak binaan Mami) itu kerap kali curhat sama saya. Mulai dari menanyakan mereka harus berdiri di shaf mana saat sholat Jumat hingga curhat tentang beberapa hal yang sebenarnya mungkin saya agak memaksakan diri untuk dapat mencernanya. Beberapa dari waria tersebut bahkan ada yang sudah mempunyai anak. Sedih rasanya melihat tatapan mata buram penuh kepedihan dari mata yang terlihat seperti garis saat bocah laki-laki berusia sekolah dasar itu memejamkan matanya saat dia harus membonceng ayahnya yang berdandan sebagai wanita. Saya tak mampu berkata-kata selain satu kalimat “Sabar ya..” Bahkan ada kejadian mengejutkan saat ada salah satu diantara sosok cantik itu mendadak berubah penampilan menjadi sosok laksa Robin Panjaitan (:entah masih ada tidak ya yang ingat dengan sosok penyanyi jaman dulu itu) kemudian menyatakan perasaannya “suka” kepada saya. Tentu saja saya terkejut, tapi karena kedekatan saya dengan mami, saya langsung menceritakan kejadian itu dan mami menasehati saya agar tidak serta merta menolaknya. “Jangan sampai gara-gara sikap kamu yang kekanak-kanakan orang mau jadi bener jadi keblinger lagi, “ begitu kira-kira perkataan mami.

Kembali pada curhat si pelukis tadi, sebagai seorang muslim, saya langsung mencari tahu “hukum” dari homoseksualitas dari Al Quran dan dari Al Kitab yang memang kedua-duanya ada di rumah saya pada waktu itu. Intinya semuanya menyatakan bahwa itu adalah perbuatan dosa. Saya berusaha merefer lagi ingatan dengan mencari ulang apa yang saya baca waktu itu dan mengutipnya :

“Dan Luth ketika berkata kepada kaumnya: mengapa kalian mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun sebelum kalian. Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwat, bukan kepada wanita; malah kalian ini kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.” [QS Al-A’raf:80-84].

Allah menggambarkan Azab yang menimpa kaum nabi Luth : “Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim” [Hud : 82-83]

Alkitab menyatakan bahwa perbuatan homoseksualitas adalah dosa (Kejadian 19:1-13; Imamat 18:22; Roma 1:26-27; 1 Korintus 6:9). Roma 1:26-27 secara khusus mengajarkan bahwa homoseksualitas adalah akibat dari penyangkalan dan penolakan terhadap Allah. Ketika seseorang terus di dalam dosa dan ketidakpercayaan, Alkitab mengatakan bahwa Allah “menyerahkan mereka” kepada hawa nafsu dan menjadi lebih jahat dan berdosa untuk menunjukkan kepada mereka kesia-siaan dari hidup yang terpisah dari Allah. 1 Korintus 6:9 mengatakan bahwa “pelaku-pelaku” homoseksualitas tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.

Dalam Perjanjian Baru, Roma 1:26-27, Rasul Paulus mengingatkan, bahwa praktik homoseksual adalah sebagian dari bentuk kebejatan moral dunia kafir, dari mana orang-orang kristen sebenarnya telah dibebaskan dan disucikan oleh Kristus.

Dalam Imamat 20:13 berbunyi: ”Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”. Yang melakukannya diancam dengan hukuman mati.

Tentangkisah yang dituturkan sang pelukis via telpon rumah saya sedih rasanya mendengar kisah bagaimana begitu dia berterus terang kepada ayah dan Ibunya justru tamparan, hardikan serta caci maki yang didapatkannya. Tak hanya itu, pelukis itu langsung diusir dan tidak lagi diakuisebagai anggota keluarga. Ingin rasanya saat itu saya menemui kedua orang tuanya, mempertanyakan tanggungjawab mereka sebagai orang tua. Bukannya membimbing kok malah ngusir sih ?! setidaknya kira-kira itu adalah bagian dari perasaan yang masih lamat-lamat saya ingat.

Mungkin sebagian diantara kita mengangap mereka tidak ada karena jarang berinteraksi dengan mereka. TAPI YANG TERPENTING MEREKA ADA, MEREKA TIDAK UNTUK DIHINDARI DAN BENCI MELAINKAN ADA UNTUK DIRANGKUL DAN MEMBERIKAN MOTIVASI UNTUK BERSABAR DAN MENGUATKAN MEREKA AGAR MAMPU MENGATASI PERMASALAHAN INI DENGAN JALAN YANG TEPAT..setiap manusia akan selalu diberikan ujian sesuai kemampuan. Allah tidak akan memberikan ujian diluar batas kemampuan kita. Artinya seberapa kuat godaan dan ujian yang ada artinya sekuat itu pula kekuatan yang kita miliki untuk menghadapinya di mata Allah.

Setiap manusia terlahir selalu memiliki kekurangan dan dan untuk mengatasi kekurangan itu, kita harus memaksa diri agar dapat bertahan berjalan dalam kebenaran. Hindari lingkungan yang membuat kekurangan itu semakin bertambah. Yakin bahwa ketika Allah memberikan ujian berupa kecenderungan perasaan kepada sejenis tersebut artinya kita pasti mampu mengatasinya dan jangan lupa perbanyak berdzikir, berdoa dan memohon pertolonganNya.. ingat hati sepenuhnya pula dalam penguasaan Allah, jika Allah berkehendak, kun fa ya kun.... mendadak kecenderungan yang tidak semestinya itu bisa berubah, jangan lupa minta doa dari orang tua, orang-orang yang shaleh.... ikhtiar secara fisik juga tidak ada salahnya, coba deh dekati rekan-rekan wanita yang dalam pandangan tergolong baik, menarik.. pikirkan terus segala kebaikannya, sering bertukar pikiran, curhat atau melakukan serangkaian aktivitas bersama dalam keceriaan dan kegembiraan bersama.. siapa tahu bisa mematik benih-benih rasa yang seharusnya ada .. smile and be fight always!! Jangan pernah menyerah untuk berusaha untuk kembali ke jalan yang diridhai oleh Sang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.... teriring doa untuk semuanya....Ciayoo..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun