Perkembangan teknologi yang mendorong evolusi terhadap cara berkomunikasi manusia telah sampai pada titik modern, atau yang kita kenal sebagai media baru. Lini komunikasi modern ini didominasi oleh penggunaan media sosial sebagai sarana komunikasi yang masif. Media sosial yang paling populer digunakan yakni Instagram. Beragam fitur Instagram menjadi ketertarikan tersendiri dalam menciptakan realitas baru bagi seseorang.
Instagram sendiri merupakan salah satu media sosial dengan penggunaan terbanyak di seluruh dunia. Jika mengacu pada unduhan di application store, jumlahnya mencapai lebih dari 5 milyar, yang juga dimiliki Facebook, kemudian disusul oleh X (Twitter) dan Snapchat dengan lebih dari 1 milyar download. Jumlah tersebut hampir 2 kali lipat penduduk bumi, yang artinya pengguna Instagram begitu masif dan berada pada kelompok usia yang sangat beragam.
Apa yang menentukan pembentukan Citra diri?
Citra diri yang ditampilkan oleh individu di Instagram merupakan refleksi atas apa yang diberikan media terhadap dunia. Bagaimana mereka mengonstruksi dan merekonstruksi realitas sosial berdasarkan standar yang diciptakan oleh media itu sendiri. Menurut Karl Marx, realitas sosial yang diciptakan media merupakan penggambaran dari adanya pertentangan antar kelas, yakni kelas atas (borjuis) sebagai pihak yang mengontrol produksi realitas, mengarahkan kelas bawah pada pandangan bahwa realitas tersebutlah yang merupakan realitas acuan. Pada akhirnya masyarakat kelas bawah akan menjadikan dirinya sebagaimana penggambaran suatu realitas di media, tentang apa yang cantik dan jelek, tentang apa yang bagus dan buruk, hingga bagaimana citra seseorang berdasarkan penampilannya.
Citra diri didasari oleh standar dan mempengaruhi cara pandang
Standar yang diciptakan media membentuk pemahaman akan pembentukan citra diri seseorang. Semata-mata hanya didasari pada bagaimana orang lain akan menanggapi mereka. Jika melihat pada alurnya, kebanyakan pencitraan orang-orang di Instagram dilihat dari penampilannya di setiap postingan yang dia publikasikan. Dan bagaimana postingan itu mendapatkan respon dari orang lain.
Misalnya, orang-orang yang termasuk dalam kategori cantik atau tampan akan mendapatkan banyak pujian dan tanggapan-tanggapan baik, sementara mereka yang penampilannya dianggap jelek menerima ejekan bahkan hinaan. Lalu ada citra classy atau elegan, yang ditampilkan lewat kesan-kesan gaya hidup mewah, orang cerdas, atau orang populer. Hal yang mengarah pada kesan tersebut misalnya postingan traveling atau produk-produk mahal, postingan sibuk belajar atau mengerjakan tugas, jumlah followers yang mencapai ribuan hingga jutaan.
Citra diri seseorang sangat ditentukan oleh bagaimana orang lain akan merespon. Jika responnya positif, maka citra tersebut-lah yang digunakan seseorang untuk menggambarkan dirinya. Tidak ada lagi hal negatif karena akan merusak namanya. Pada akhirnya, yang terlihat di media sosial telah sepenuhnya rekaan atau di-setting. Gaya berkomunikasi lebih difokuskan pada efek dan dampak yang akan diterima sehingga menghiraukan apa yang benar-benar ingin diekspresikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H