Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pengacara Ditangkap Karena Menggunakan Pelat Nomor DPR Palsu

2 Juni 2024   16:49 Diperbarui: 2 Juni 2024   16:52 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar Photo dan ilustrasi iStock


Pengacara Ditangkap Karena Menggunakan Pelat Nomor DPR Palsu

Oleh Handra Deddy Hasan

Polisi mengumumkan bahwa salah satu tersangka kasus pemalsuan pelat nomor Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah HI yang berprofesi sebagai pengacara atau penasihat hukum.

Polisi, ketika memberikan keterangan kepada media menyebutkan nama tersangka Pengacara hanya dengan initial HI.

Ketika wartawan mengkonfirmasi orang yang dimaksud dengan initial HI adalah pengacara dan politikus Partai Golkar, Henry Indraguna, Polisi tidak membantah.
(Tempo.co Jumat, 31 Mei 2024 20:26 WIB)

Untuk kasus pelat nomor DPR palsu total sudah ada enam orang tersangka dan lima diantaranya sudah ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.

Dari enam tersangka, mereka bukan hanya pengguna pelat nomor kendaraan palsu saja.

Ternyata mereka terdiri dari bermacam peran, ada pemalsu, perantara (calo) serta konsumen pengguna.

Pengacara diduga merupakan pengguna yang terakhir ditangkap Polisi.

Dengan demikian dalam kasus kali ini yang ditangkap pihak Kepolisian tidak hanya sekedar pengemudi yang menggunakan pelat nomor kendaraan palsu tetapi juga pihak yang memalsukan  dokumen-dokumen pendukungnya.

Salah satu tersangka dengan initial MIM bertindak sebagai pembuat pelat, Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Kartu Tanda Anggota (KTA) DPR palsu.

Dengan modus memalsukan pelat nomor kendaraan berikut perangkat dokumen pendukungnya akan sukar bagi Polisi yang bertugas di jalan bisa mengendus dan menemukan kejahatan seperti ini.

Petugas Polisi yang bertugas di jalan tidak cukup pengetahuan dan alat untuk bisa mendeteksi adanya STNK dan KTA DPR palsu.

Kecuali apabila nanti dokumen kendaraan seperti STNK telah diregistrasi secara digital dengan barcode dan Polisi yang bertugas dibekali dengan barcode reader (alat pembaca barcode).

Jadi kejahatan ini bukan merupakan pelanggaran lalu lintas hasil razia Polisi lalu lintas di jalan raya, akan tetapi merupakan hasil penyelidikan terhadap kejahatan yang dilakukan oleh reserse yang mungkin saja berdasarkan info dari masyarakat.

Itu juga sebabnya pihak Kepolisian menahan keenam tersangka karena diduga melakukan tindak pidana berat, tidak hanya sekedar pengemudi yang menggunakan pelat nomor palsu di jalanan.

Soalnya kalau hanya menggunakan Nomor pelat palsu sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 280 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) ancaman hukumannya paling lama 2 (dua) bulan kurungan atau denda maksimal Rp500 ribu.

Pasal 280 UU LLAJ mengatur pelanggaran dan bukan merupakan delik pidana kejahatan sehingga hukumannya ringan, biasanya dalam praktiknya Polisi hanya akan mengenakan sanksi tilang atas pelanggaran tersebut.

Namun dalam kasus ini, pihak Kepolisian bertindak berbeda, alih-alih hanya mengeluarkan surat tilang, tetapi langsung menahan keenam tersangka di rutan Polda Metro Jaya dan menyita delapan unit mobil mewah.

Nampaknya pihak Kepolisian akan membidik para tersangka dengan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).

Bagi pemalsunya akan diancam dengan menggunakan Pasal 263 ayat 1 KUHP, sedangkan untuk Pengacara sebagai pengguna diancam dengan Pasal 263 ayat 2, kedua ayat pada Pasal tersebut memberikan ancaman hukuman maksimal penjara selama 6 (enam) tahun.

Dengan tindak pidana  ancaman lebih dari 5 (Lima) tahun, membuat Polisi mempunyai alasan sesuai dengan Pasal 21 ayat 4a Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk menahan para tersangka.

Pihak Kepolisian belum mengungkapkan apa motif para tersangka dalam membuat dan menggunakan pelat kendaraan DPR palsu.


Alasan Masyarakat Menggunakan Pelat Nomor Palsu.

Sudah sangat sering pemberitaan di media, Polisi menangkap pengendara yang menggunakan pelat nomor palsu.

Biasanya yang dipalsukan adalah pelat nomor tertentu seperti pelat nomor yang dipakai Dinas Polisi, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), DPR atau nomor-nomor cantik.

Ketahuannya ada pengendara yang menggunakan pelat kendaraan palsu ketika ada insiden kecelakaan atau insiden lalu lintas lainnya atau ketika Polisi mencurigai ada keganjilan pada pelat nomor yang digunakan.

Beberapa kejadian yang tersiar misalnya ketika ada pengemudi yang songong memperlihatkan kekuasaannya di jalan raya dengan menindas, menggertak pengguna jalan lainnya.

Dalam peristiwa demikian ada saja netizen yang merekam dan mengupload di  kanal media sosial (medsos).

Ketika insiden itu viral di medsos akhirnya menjadi perhatian dan menarik perhatian polisi. Setelah Polisi bergerak melakukan penyelidikan ternyata pelaku menggunakan nomor pelat Dinas Polisi atau ABRI yang palsu.

Penggunaan pelat nomor palsu atau pemalsuan pelat nomor kendaraan walaupun kelihatan sepele, namun merupakan tindakan ilegal dan berbahaya.

Berdasarkan kejadian-kejadian yang ada dapat diduga beberapa alasan dan motivasi yang mungkin mendorong pengendara dan pemilik kendaraan bermotor di Indonesia untuk melakukan hal tersebut.

Alasan yang paling umum adalah menghindari tilang atau hukuman hukum (kurungan atau denda).

Salah satu alasan utama penggunaan pelat nomor palsu adalah untuk menghindari tilang atau hukuman hukum karena pelanggaran lalu lintas.

Misalnya di Jakarta, ruas-ruas jalan tertentu dan pada jam tertentu pagi dan sore diberlakukan ketentuan ganjil genap (gage).

Hanya kendaraan yang mempunyai pelat nomor genap/ganjil dan sesuai tanggal pada hari itu yang boleh melewati ruas jalan tersebut.

Dengan pelat nomor palsu, pengendara dengan leluasa dapat mengelabui petugas kepolisian atau kamera pemantau lalu lintas. 

Jadi walaupun warga tersebut hanya mempunyai satu mobil, namun mobil yang sama dapat dioperasionalkan setiap hari karena ketika pada tanggal ganjil digunakan pelat ganjil dan pada tanggal genap diganti dengan pelat kendaraan genap. 

Hal demikian memungkinkan apabila salah satu dari pelat kendaraan tersebut palsu.

Kondisi penegakan hukum di jalan raya juga mendorong warga untuk menggunakan pelat nomor kendaraan palsu. Walaupun ada azaz equality before the law dimana idealnya bahwa hukum berlaku sama terhadap siapapun, namun dalam penegakan hukum lalu lintas masih terjadi pilih kasih yang dilakukan Polisi di jalanan.

Polisi lalu lintas, biasanya jeri dan pura-pura tidak melihat pelanggaran lalu lintas yang dilakukan baik oleh koleganya sendiri (Polisi) atau aparat ABRI atau orang penting seperti Pejabat DPR.

Kondisi demikian mendorong sebagian masyarakat menggunakan pelat nomor kendaraan dinas Polisi atau ABRI atau DPR palsu. Tujuannya sama, yaitu untuk bisa terhindar dari sanksi tilang atau denda apabila melakukan pelanggaran lalu lintas.

Khusus bagi pelaku kejahatan, menggunakan nomor pelat palsu untuk kendaraannya sudah merupakan aksesori wajib.

Dalam kejadian perampokan toko emas atau perampokan mini market, atau kejahatan lainnya, pelaku kejahatan sering menggunakan pelat nomor palsu untuk menghindari Polisi melacak dan mengidentifikasi pelaku dan kendaraannya.

Atau bisa juga alasan Pemilik Kendaraan menggunakan pelat palsu untuk tidak membayar pajak atau denda.

Namun ini perbuatan berbahaya karena untuk mendukung agar bisa menghindari pajak pelaku selain menggunakan pelat palsu juga harus membuat dokumen STNK palsu.

Perbuatan demikian sebagaimana telah dijelaskan di atas bukan lagi masuk ranah pelanggaran dengan ancaman ringan, tapi sudah menjurus melakukan kejahatan dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara (Pasal 263 KUHP).
 
Praktik yang lebih parah adalah ketika ada masyarakat yang menggunakan pelat kendaraan palsu karena ada masalah psikologis.

Ada beberapa pemilik kendaraan yang merasa gagah dan keren apabila menggunakan pelat nomor khusus seperti pelat nomor Polisi, ABRI, pelat nomor Diplomatik atau DPR.

Secara psikologis apakah ini yang dinamakan sebagai kompensasi rendah diri, tidak percaya diri, penulis tidak begitu paham.

Padahal mereka bukanlah Polisi atau ABRI atau diplomat atau anggota DPR sejatinya.

Agar bisa memenuhi angan-angannya, maka mereka menggunakan pelat nomor kendaraan palsu.

Orang-orang demikian, berbahaya ketika berkendara di jalanan karena nampaknya sedikit bermasalah dengan kondisi kejiwaannya.

Biasanya tipe yang begini sering membuat keributan dan insiden di jalanan.

Mereka merasa lebih superior dan lebih istimewa serta sensitif dibanding pengguna jalan lainnya ketika menggunakan pelat nomor khusus tersebut.

Sehingga tidak boleh didahului atau merasa pengguna jalan lainnya harus melayaninya dengan memberikan jalan.

Hal demikian kadang-kadang membuat pengguna jalan lainnya terganggu dan memicu terjadinya keributan.

Pada prinsipnya apapun alasan-alasan di atas yang dapat mendorong seseorang untuk menggunakan pelat nomor palsu, harus diingat bahwa tindakan tersebut melanggar hukum dan dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain di jalan raya.

Kita berharap Polisi sebagai penegak hukum di jalan raya bisa tegas tanpa pandang bulu bisa menegakkan hukum agar bermanfaat untuk peningkatan kesadaran hukum masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun