Salah Satu Destinasi  "Rancak" Di Ranah Minang
Oleh Handra Deddy Hasan
Tinggi-tinggi Gunuang Marapi
Rumah Gadang nan jadi pusako tinggi
Nagari Minangkabau nan rancak indak batapi
Budayo lamo sarak basandi Kitabullah manjadi tradisi
Tulisan ini dimulai dengan sepenggal pantun berbahasa Minang yang mengandung arti bahwa keindahan alam yang dipadu dengan kebudayaan unik Minang memang patut untuk dilihat dan dikunjungi.
Salah satu destinasi wisata yang menarik dan sangat populer adalah kota Bukittinggi.
Bukittinggi adalah sebuah kota yang terletak di provinsi Sumatera Barat, Indonesia.Â
Kota ini terletak di dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 930 meter di atas permukaan laut, sehingga memiliki iklim yang relatif sejuk, sehingga akan membuat nyaman bagi wisatawan.Â
Pada waktu hari libur kota Bukittinggi akan dipenuhi oleh wisatawan, khususnya dari tetangga terdekat dari Provinsi Riau (kota Pekanbaru) yang terkenal panas udaranya.
Bukittinggi dikelilingi oleh pegunungan yang memberikan pemandangan alam yang indah.
Keadaan alam di sekitar Bukittinggi didominasi oleh pegunungan dan lembah yang hijau. Di sekitar kota terdapat beberapa bukit dan perbukitan yang menawarkan pemandangan yang memukau. Salah satu objek wisata alam yang terkenal di sekitar Bukittinggi adalah Ngarai Sianok (Sianok Canyon), sebuah lembah yang dalam dengan tebing curam yang hijau.
Ngarai Sianok adalah sebuah lembah yang spektakuler yang terletak di sekitar Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Lembah ini menawarkan pemandangan alam yang menakjubkan dan menjadi salah satu tujuan wisata terpopuler.
Di dasar lembah mengalir sungai kecil yang pada tahun 70 an airnya masih jernih, dimana tempat anak-anak mandi-mandi dan main air.
Ngarai Sianok dikelilingi oleh tebing-tebing curam yang menjulang tinggi, menciptakan pemandangan yang dramatis dan menakjubkan. Tebing-tebing ini ditutupi oleh vegetasi hijau yang memberikan kontras yang memukau dengan warna-warna alami tebing tersebut.
Lembah ini ditutupi oleh hamparan hijauan dan vegetasi tropis, menciptakan lanskap alam yang menakjubkan. Pepohonan yang rindang dan beragam jenis tumbuhan memberikan kesan alami dan menyegarkan.
Ngarai Sianok juga dikenal dengan keindahan alam yang liar dan belum terjamah. Di sekitar lembah ini, wisatawan dapat menikmati keindahan alam yang masih asli dan terjaga keasliannya.
Keindahan Ngarai Sianok menciptakan beragam spot foto yang menakjubkan. Cocok bagi wisatawan yang suka pamer di media sosial. Pengunjung sering memanfaatkan pemandangan yang spektakuler ini untuk mengabadikan momen-momen tak terlupakan dari tempat yang dinamakan Panorama.
Ngarai Sianok adalah salah satu dari banyak keajaiban alam yang dimiliki Indonesia, dan merupakan destinasi yang wajib dikunjungi bagi mereka yang menyukai petualangan alam dan keindahan alam yang memukau.
Dengan keindahan alamnya yang memikat, Bukittinggi menjadi tujuan wisata yang populer di Sumatera Barat, menarik wisatawan untuk menikmati keindahan alam dan udara sejuk dan segar di dataran tinggi ini.
Kalau ingin lebih nyaman untuk berkunjung ke kota Bukittinggi sebaiknya memilih waktu hari biasa (bukan hari libur).
Pada waktu hari libur, misalnya liburan hari raya Idul Fitri, Bukittinggi akan dipenuhi oleh wisatawan sehingga perjalanan menuju Bukittinggi baik dari kota Padang maupun dari kota Pekanbaru akan memakan waktu yang relatif lama karena macet. Mencari tempat bermalam seperti Hotel dan Penginapanpun akan sulit, kalau tidak direservasi terlebih dahulu.
Namun demikian bagi wisatawan yang mempunyai waktu relatif pendek, tetap bisa menikmati kota Bukittinggi dengan maksimal hanya dalam 1 (satu) hari, karena beberapa obyek wisatanya berada di dalam kota dan dapat dijangkau dengan berjalan kaki.
Jam Gadang.
Selain Ngarai Sianok dengan pemandangan alamnya yang memukau, tepat ditengah kota dapat kita temui Jam Gadang. Gadang dalam bahasa Minang berarti besar, jadi Jam Gadang adalah penunjuk waktu yang besar.
Jam Gadang adalah ikon terkenal dari kota Bukittinggi. Setiap wisatawan yang mengunjungi kota Bukittinggi dapat dipastikan akan berpose mengambil photo dengan latar belakang Jam Gadang
Jam Gadang merupakan jam menara yang terletak di pusat kota Bukittinggi, dan menjadi salah satu objek wisata yang paling terkenal.
Konon kabarnya jam Gadang dibangun pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda untuk Ratu Adilah, istri dari Sultan Muhammad Jamil Syaflullah yang berkuasa di Bukittinggi pada saat itu.
Adapun perancang Jam Gadang adalah arsitek berkebangsaan Belanda dan dibangun oleh tukang-tukang kayu Minangkabau. Jam ini awalnya dibangun dengan tujuan sebagai menara pengawas dan juga sebagai jam raksasa yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengetahui waktu.
Arsitekturnya yang unik dengan perpaduan gaya arsitektur Minangkabau dan Eropa membuat Jam Gadang mempunyai kesan bagi yang mengunjunginya. Bangunan ini memiliki atap bergaya Minangkabau dengan ornamen-ornamen khas, namun juga memiliki sentuhan arsitektur Eropa yang terlihat pada struktur bangunan dan jam raksasanya.
Selain sebagai landmark kota Bukittinggi, Jam Gadang masih berfungsi sebagai jam umum yang memberikan informasi waktu kepada masyarakat setempat. Uniknya angka-angka penunjuk waktu yang ada pada Jam Gadang khususnya angka penunjuk pukul 4 yang ditulis dalam angka Romawi tidak lazim. Penulisan 4 dalam angka Romawi ditulis sebagai IV, namun angka tersebut ditulis dengan IIII pada Jam Gadang .
Jam Gadang memiliki nilai sejarah yang penting bagi masyarakat setempat dan menjadi simbol kekuatan dan keberadaan kota Bukittinggi.
Salah satu keunikan Jam Gadang adalah dapat mengeluarkan sirene yang bisa berkumandang dan dapat didengar oleh seluruh penduduk kota. Sirene tersebut awalnya berfungsi sebagai tanda peringatan bahaya bagi penduduk semisal akan adanya kedatangan musuh.
Dahulu juga pada waktu bulan Ramadhan sirene yang sama dengan nada yang berbeda berfungsi bagi kaum Muslim dan Muslimat untuk penanda waktu bangun sahur dan juga penanda waktu untuk berbuka puasa.
Jam Gadang telah menjadi simbol yang sangat terkenal dan dianggap sebagai lambang kota Bukittinggi. Selain menjadi objek wisata yang populer, Jam Gadang juga sering digunakan sebagai latar belakang acara-acara budaya dan kegiatan masyarakat di Bukittinggi.
Benteng Fort De Kock
Masih di dalam kota Bukittinggi, wisatawan dapat mengunjungi Benteng Fort De Kock dan Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan. Kedua obyek wisata ini dihubungkan dengan jembatan fly over yang dinamakan Jembatan Limpapeh.
Benteng Fort de Kock adalah sebuah benteng bersejarah yang terletak di Bukittinggi.
Benteng ini memiliki nilai sejarah yang penting dan juga merupakan salah satu obyek wisata yang populer di kota Bukittinggi.
Konon sejarahnya Benteng Fort de Kock dibangun oleh Belanda pada tahun 1825 dan dinamai sesuai dengan nama seorang jenderal Belanda bernama Hendrik Merkus de Kock.
Tujuan Benteng ini dibangun untuk melindungi kepentingan kolonial Belanda di wilayah tersebut dan sebagai pusat administratif untuk mengendalikan perdagangan rempah-rempah dan mengawasi aktivitas lokal.
Adapun nilai sejarah yang penting yang dengan Benteng Fort De Kock karena dikaitkan dengan Perang Paderi di Sumatera Barat. Selama masa penjajahan Belanda, benteng ini menjadi pusat pemerintahan dan penting bagi kegiatan administratif dan militer Belanda di daerah tersebut.
Hari ini, Benteng Fort de Kock telah menjadi salah satu obyek wisata populer di Bukittinggi. Pengunjung dapat mengunjungi benteng ini untuk mengetahui lebih lanjut tentang sejarahnya dan menikmati pemandangan yang indah dari atas bukit di mana benteng ini berada.
Di sekitar benteng, terdapat beberapa meriam tua dan bangunan-bangunan bersejarah yang menjadi saksi bisu dari masa lalu. Pengunjung juga dapat menikmati pemandangan Kota Bukittinggi dari ketinggian yang menakjubkan.
Benteng Fort de Kock merupakan tempat yang menarik bagi wisatawan yang tertarik pada sejarah, arsitektur bersejarah, dan ingin memahami lebih dalam tentang masa lalu kolonial di Indonesia.
Apabila kita lanjutkan perjalanan dengan menyeberang melalui Jembatan Limpapeh, maka wisatawan dapat melanjutkan wisata dengan mengunjungi Kebun Binatang (Taman Marga Satwa). Didalam Taman Marga Satwa ini pengunjung selain disuguhi dengan aneka binatang pada umumnya, uniknya pada lokasi yang sama ada Rumah Gadang yang merupakan rumah adat suku Minang-Kabau.
Rumah Gadang adalah rumah adat yang berasal dari suku Minangkabau, yang merupakan salah satu suku yang mendiami wilayah Sumatera Barat, Indonesia. Rumah Gadang merupakan ikonik dalam arsitektur tradisional Indonesia dan memiliki ciri khas yang sangat mencolok.
Arsitektur Rumah Gadang memiliki bentuk yang khas dengan atap yang melengkung ke atas di bagian depan dan belakang, dan berbentuk melengkung seperti tanduk kerbau.
 Atapnya terbuat dari ijuk atau rumbia dan terkadang dihiasi dengan ukiran-ukiran yang indah. Rumah Gadang juga biasanya memiliki dinding yang terbuat dari kayu yang diukir dengan motif-motif tradisional.
Pada zaman dahulu Rumah Gadang berfungsi sebagai tempat tinggal keluarga besar yang terdiri dari beberapa generasi. Strukturnya terdiri dari beberapa ruangan yang terbuka dengan tiang-tiang besar yang mendukung atapnya.
Rumah Gadang memiliki makna budaya yang kaya. Selain sebagai tempat tinggal, rumah ini juga menjadi pusat kegiatan sosial dan budaya suku Minangkabau. Selain itu, Rumah Gadang juga melambangkan kekuatan wanita dalam masyarakat Minangkabau, karena kepemilikan dan pewarisan rumah diwariskan melalui jalur ibu (matriarchat)
Akibatnya Rumah Gadang menjadi salah satu daya tarik wisata di Sumatera Barat dan sering menjadi latar belakang untuk berbagai festival, upacara adat, dan acara budaya. Beberapa di antaranya juga telah dijadikan museum untuk memperkenalkan budaya dan kehidupan tradisional suku Minangkabau kepada wisatawan.
Dapat dikatakan Rumah Gadang merupakan simbol kekayaan budaya dan tradisi suku Minangkabau, dan memegang peranan penting dalam melestarikan warisan budaya Indonesia.
Terlepas dari segala keindahan alam dan keunikan budaya yang dimiliki suku Minang-Kabau, masih banyak yang perlu dibenahi agar bisa menjadi destinasi wisata sekualitas Bali.
Misalnya pengalaman pribadi Penulis yang beberapa saat yang lalu mengunjungi Sumatera Barat, mengalami hal yang kurang menyenangkan sebagai wisatawan.
Penulis ketika mendarat di bandara International Minang-Kabau dan akan menuju ke kota Padang menggunakan transportasi on line dengan pertimbangan praktis dan tidak terganggu dengan calo-calo di depan Terminal.Â
Setelah berada dalam kendaraan pengemudinya berusaha berbasa-basi dengan membuat percakapan. Hal demikian normal dan pada saat-saat tertentu akan  sangat menyenangkan, tapi pada saat itu Penulis sedang ada pekerjaan yang harus konsentrasi menggunakan ponsel dan tidak ingin meladeni percakapan tersebut.
Tiba-tiba Pengemudi membuka percakapan dengan temannya melalui ponsel dengan temannya dengan membuka speaker. Mereka asyik bercerita tentang kehidupan mereka sehari-hari, dari masalah cari penumpang sampai beli ban bekas untuk mobilnya dan menganggap seolah-olah Penulis tidak ada dalam mobil sebagai penumpang. Tentu saja kejadian yang tidak beretika tersebut membuat Penulis sebagai wisatawan tidak nyaman sama sekali.
Hal-hal kecil demikian harus merupakan perhatian bagi stake holder pariwisata Sumatera Barat agar bisa menjadi destinasi wisata unggulan dengan kelas dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H