Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Bocah Pembully Tetap Masih Dilindungi Undang-Undang

5 Oktober 2023   09:33 Diperbarui: 7 Oktober 2023   11:29 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sekelompok anak sedang mem-bully anak lain di sekolah. Sumber: Pexels via kompas.com

Anak Pembully Masih Dilindungi Undang-Undang

Oleh Handra Deddy Hasan

Konon kabarnya, ada beberapa penelitian yang mengungkapkan bahwa ada hubungan antara tingginya suhu udara dan peningkatan tingkat agresi manusia.

Beberapa studi menunjukkan bahwa cuaca panas dapat memengaruhi suasana hati seseorang, sehingga diduga bisa meningkatkan kemungkinan reaksi agresif.

Mungkin ini sebabnya bahwa meningkatnya suhu bumi akhir-akhir ini membuat manusia makin beringas.

Bukan hanya orang dewasa makin sering naik pitam, anak-anakpun terbawa-bawa. Ada anak yang diduga menusuk mata temannya sendiri, baru-baru ini ada siswa yang menganiaya gurunya sendiri, hanya gara-gara tidak diberi waktu lebih untuk mengerjakan pekerjaan rumah.

Salah satu adegan agresifnya anak terjadi pada akhir bulan September 2023 ketika beredar video bullying (perundungan) sesama siswa viral di media sosial (Medsos).

Berdasarkan keterangan polisi di media, video tersebut direkam di Kecamatan Cimanggu, Cilacap, Jawa Tengah.

Dalam video, terlihat siswa dianiaya dengan pukulan dan tendangan oleh rekannya yang mengenakan topi.

Adegan dalam video ditonton dan disaksikan sejumlah siswa lainnya yang berada di lokasi. Terlihat juga beberapa siswa yang mencoba melerai justru mendapat ancaman dari pelaku bullying (perundungan).

Kemudian menurut  pemberitaan terungkap pelaku utama adalah MK, pelajar kelas 9 SMPN 2 Cimanggu. Sementara korban adalah FF yang merupakan adik kelas MK.

Kejadian ini bukan unik satu-satunya, karena banyak peristiwa serupa terjadi baik yang terekspose ke media maupun yang tidak diketahui masyarakat secara masif.

Sebagai contoh kasus bullying (perundungan) yang menimpa siswa kelas 3 Sekolah Dasar (SD) swasta terjadi di Kota Sukabumi.

Peristiwa bullying (perundungan) ini juga viral di media sosial dan menjadi perbincangan warganet.

Peristiwa bullying (perundungan) disebarkan oleh akun Instagram @sukabumitoday dan diduga terjadi  pada 7 Februari 2023 lalu.

Bullying (perundungan) dilakukan oleh dua orang siswa kelas 3 SD hingga korban yang juga merupakan status anak mengalami patah tulang.

Bullying malah diduga merupakan satu dari tiga "dosa besar" pendidikan yang masih terjadi di lingkungan sekolah. 

Sehingga beberapa sekolah mencoba mengantisipasi dengan membentuk Tim Satgas Antibullying yang melibatkan juga partisipasi aktif siswa, sebagaimana yang dilakukan Sekolah Dasar Negeri Tenggulunan, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur (Kompas, Kamis 5 Oktober 2023).

Penyebab Anak Makin Agresif Dan Melakukan Bullying

Makin agresifnya anak sehingga makin maraknya peristiwa bullying di sekolah-sekolah tidak bisa ditimpakan semata-mata merupakan kesalahan anak sebagai pelaku.

Beberapa penyebab-penyebab tindakan agresifnya anak tidak hanya semata-mata berasal dari anak sendiri.

Anak bisa saja menjadi jahat atau membully anak lainnya karena berbagai alasan yang kompleks.


Penyebab bullying bermacam-macam, mulai dari pengaruh pergaulan yang tidak baik hingga kurangnya empati. Bullying dapat menimbulkan trauma psikologis atau luka batin, baik pada korban maupun pelaku. Oleh karena itu, penting untuk mengajarkan anak tentang bullying supaya mereka tidak menjadi pelaku atau korbannya.

Lingkungan di rumah, sekolah, atau komunitas dapat memengaruhi perilaku anak. Anak yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak mendukung atau terpapar pada perilaku agresif mungkin lebih cenderung untuk menjadi jahat atau membully.

Beberapa anak mungkin mengalami gangguan mental yang dapat memengaruhi perilaku mereka, seperti gangguan perilaku atau gangguan kepribadian. Ini bisa menjadi faktor yang memicu perilaku membully.

Anak-anak yang kurang mampu merasakan empati terhadap perasaan orang lain mungkin lebih cenderung untuk membully. Kurangnya pemahaman tentang dampak emosional dari tindakan mereka dapat memperburuk situasi.

Konten agresif atau tidak pantas dalam media dan pengaruh teman sebaya dapat memengaruhi perilaku anak. Mereka bisa meniru perilaku yang mereka lihat atau mencoba untuk menunjukkan kekuatan di antara teman-teman mereka (pamer atau bahasa gaulnya caper)

Beberapa anak mungkin tidak menyadari sejauh mana tindakan membully dapat melukai orang lain atau hanya melihatnya sebagai "candaan" tanpa menyadari dampaknya.

Apa Yang Dimaksud Dengan Bullying.

Tindakan bullying biasanya merupakan perilaku yang berulang-ulang dan merugikan satu atau lebih individu secara fisik, verbal, atau psikologis.

Ini bisa termasuk ejekan, penghinaan, ancaman, atau tindakan agresif lainnya yang bertujuan untuk menyakiti, menakut-nakuti, atau merendahkan korban.

Bullying dapat terjadi di berbagai lingkungan, seperti sekolah, tempat kerja, atau bahkan secara online melalui media sosial.

Upaya pencegahan dan penanganan bullying penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua orang.

Beberapa contoh contoh perilaku bullying yang sering terjadi di sekolah, yaitu bullying fisik seperti menonjok, mendorong, memukul, menendang, dan menggigit, mungkin banyak siswa menyadari bahwa hal itu tidak baik.

Tetapi bullying verbal antara lain menyoraki, menyindir, mengolok-olok, menghina, dan mengancam, bisa saja mereka merasa hal tersebut hanya berupa gurauan belaka.

Komentar tentang penampilan seseorang mungkin dianggap sebagai hal yang wajar dan menjadi bentuk keakraban, sekadar basa-basi atau bercanda.

Padahal, segala bentuk pernyataan negatif mengenai bentuk tubuh dan berat badan seseorang, yang kini populer dengan istilah body shaming termasuk salah satu bentuk bullying.

Adalagi bullying tidak langsung yang mungkin banyak siswa tidak merasa merupakan tindakan bullying antara lain berbentuk mengabaikan, tidak mengikutsertakan, menyebarkan rumor/gosip, dan meminta orang lain untuk menyakiti.

Sehingga dengan demikian untuk mencari solusi dan  mendekati situasi bullying yang dilakukan oleh anak perlu pemahaman yang kemprehensif.

Perlu upaya yang maksimal untuk mencari tahu penyebabnya, dan memberikan bimbingan serta pendidikan yang sesuai kepada anak agar mereka dapat mengubah perilaku mereka menjadi yang lebih positif.

Bullying Di Mata Hukum.

Dengan mengamati deffinisi dan praktik bullying yang dibicarakan di atas, ada kalanya bullying tidak hanya berupa perilaku kenakalan anak-anak.

Dalam hal tertentu apabila perbuatan bullying yang dilakukan memenuhi unsur-unsur tindak pidana, maka anak pelaku bullying tentunya bisa terjerat dengan tindak pidana tertentu.

Misalnya bullying fisik yang mengakibatkan kematian atau cedera bisa dijangkau dengan peristiwa pidana pembunuhan atau penganiayaan yang dapat dihukum dengan hukuman penjara.

Ingat kasus anak AG (15) yang bersama-sama dengan Mario Dandy Satriyo (20) divonis hukuman penjara dalam kasus penganiayaan Cristalino David Ozora (17).

Apabila bullying fisik yang mengakibatkan korban menjadi meninggal akan dijerat dengan Pasal pembunuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 338, 339 dan 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

 Sedangkan peristiwa pidana penganiayaan tertuang di dalam Pasal 351 KUHP.

Begitu juga bullying yang memenuhi unsur penghinaan juga bisa merupakan peristiwa pidana dengan ancaman hukuman penjara berdasarkan Pasal 310 KUHP.

Dan apabila penghinaan tersebut dilakukan melalui media sosial akan bisa dijangkau dengan ketentuan Pasal 27  ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Terlepas dari perbuatan bullying yang masuk kedalam katagori pidana, apabila pelakunya adalah anak akan berbeda perlakuannya apabila dilakukan oleh orang dewasa.

Hal ini didasari bahwa apabila pelakunya adalah anak (dibawah umur 18 tahun), selain dari penyebabnya bisa dari luar diri pelaku, juga pelaku masih bisa dirubah apabila diperlukan dengan cara yang tepat.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa secara umum anak yang masih berusia muda akan bisa hidup lebih lama (merupakan generasi penerus bangsa).

Maka, berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak), dibutuhkan perlindungan bagi anak yang melakukan tindak pidana.

Berdasarkan Pasal 59 dan Pasal 64 UU Perlindungan Anak, anak yang melakukan pidana atau disebut juga sebagai anak yang berhadapan dengan hukum mempunyai hak-hak istimewa.

Keistimewaan yang merupakan ujud perlindungan atas anak misalnya antara lain berupa penghindaran penjatuhan pidana mati dan penjara hukuman seumur hidup, walaupun pasal yang dilakukannya mengancam dengan hukuman demikian.

Begitu juga penangkapan dan penahanan atau penjara harus merupakan upaya terakhir yang dilakukan penegak hukum, seandainya sudah tidak ada lagi alternatif lain.

Dalam mempublikasi kasuspun, seandainya perkaranya menarik perhatian masyarakat, maka pihak pers pun harus menahan diri. Salah satu hal yang dilarang adalah mempublikasikan anak yang berhadapan dengan hukum dengan menyebutkan nama dan alamat dengan jelas.

Khusus untuk memberitakan  nama anak yang berhadapan dengan hukum yang dibenarkan adalah menyebut dengan inisial.

Bukan saja materi hukum yang berbeda diperlakukan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, demikian juga Pengadilan yang mengadilinya berbeda.

Berdasarkan Undang-Undang No.3 Tahun Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (UU Pengadilan Anak) adalah merupakan ketentuan khusus bagi anak yang melakukan tindak pidana.

Dalam Undang-Undang ini dijelaskan bahwa pelaku tindak pidana anak usia hingga 18 tahun diperlukan tata cara pengadilan sendiri yang tidak sama dengan peradilan orang dewasa.

Anak yang bisa diajukan ke sidang Pengadilan Anak hanya yang berusia minimal 8 tahun dan maksimal 18 tahun dan belum pernah menikah.

Sedangkan bagi anak yang berusia dibawah 8 tahun walaupun penyidik tetap bisa melakukan pemeriksaan, namun tidak bisa melimpahkan perkara ke Pengadilan Anak.

Alternatifnya adalah apabila menurut pemeriksaan penyidik bahwa anak masih bisa dibina oleh orang tua, maka penyidik akan menyerahkan anak yang berhadapan dengan hukum kepada keluarga.

Apabila menurut hasil pemeriksaan penyidik tidak bisa lagi dibina oleh keluarga, maka penyidik akan menyerahkan anak tersebut kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan Pembimbing Kemasyarakatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun