Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Bisnis Ternak "Teri" dengan Skuter Listrik

11 Agustus 2023   07:27 Diperbarui: 18 Agustus 2023   03:00 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Skuter listrik Mercedes-AMG E-Scooter. (Dok. Carscoops.com via kompas.com)

Penulis selain punya profesi tetap sebagai Advocate (Pengacara) dan dosen juga punya kegiatan bisnis ternak teri.

Profesi sampingan ternak teri adalah julukan becanda sebagai Kepala Keluarga yang bertanggung jawab atas kelangsungan kegiatan keluarga.

Sebagai laki-laki dan status ayah di rumah kadang-kadang mempunyai tanggung jawab urusan transportasi keluarga, mengantarkan anak dan istri.

Anak yang berangkat ke sekolah ditambah dengan istri wanita karir atau tidak membutuhkan bantuan dukungan transportasi agar mereka dapat sampai dengan selamat di tempat tujuan.

Profesi ternak teri yang penulis maksud bukanlah menjadi peternak sungguhan dengan mempunyai kolam, melakukan pembibitan, kemudian memanen ikan teri.

Ternak teri ini hanyalah sekedar permainan kata konyol berupa plesetan agar kedengaran keren dan merupakan kependekan dari frasa "nganter anak dan istri' alias jadi supir keluarga.

Salah satu alat transporsi yang penulis gunakan agar bisnis ternak teri lancar sesuai dengan tujuannya adalah sekuter listrik.

Skuter Listrik di Jalanan. (Foto: dokumentasi pribadi)
Skuter Listrik di Jalanan. (Foto: dokumentasi pribadi)

Penulis menamakan Skuter Listrik, bukan sepeda listrik karena selain penggeraknya menggunakan mekanik berupa motor listrik beroda dua yang diameter jari-jarinya kecil dibanding sepeda biasa, juga mempunyai papan alas kaki dan pedal seperti sepeda.

Skuter Listrik ini penulis gunakan untuk mengantarkan baik anak maupun istri untuk keperluan jarak dekat baik pergi ke pasar atau ke sekolah, karena ada tempat boncengannya.

Cerita tentang tempat boncengan, mengingatkan penulis tentang Jepang.

Jepang sebagai negara maju, namun masyarakatnya termasuk doyan dalam menggunakan alat transportasi sepeda.

Di Jepang, ada peraturan khusus terkait bentuk sepeda yang digunakan untuk memboncengkan bayi atau anak kecil.

Sepeda yang digunakan untuk membawa bayi atau anak-anak kecil harus dilengkapi dengan kursi khusus atau alat pengaman yang sesuai dengan standar keselamatan.

Kursi ini biasanya dipasang di bagian belakang sepeda atau di bagian depan di antara stang.

Peraturan ini ditujukan untuk melindungi keselamatan bayi dan anak-anak kecil saat berada dalam perjalanan sepeda.

Kendaraan Listrik yang Efisien

Penulis memutuskan ketika membeli Skuter Listrik sebagai salah satu alat transportasi untuk mendukung kegiatan di rumah karena pertimbangan efisiensi.

Efisiensi yang dimaksud berkaitan dengan sumber bahan bakarnya yang tidak menggunakan bahan bakar fosil seperti Pertalite atau Pertamax dan sejenisnya karena skuter listrik dilengkapi dengan motor listrik.

Dengan mencharge battery skuter listrik pada waktu dibutuhkan jauh lebih hemat nominal rupiahnya dibanding membeli bahan bakar fosil atau bensin.

Selain itu Skuter Listrik tidak membutuhkan biaya maintenance seperti ganti oli dan lain-lain.

Katagori Skuter Listrik yang tidak masuk kepada kendaraan bermotor listrik juga menguntungkan karena tidak membayar pajak kendaraan dan mengemudikannyapun tidak membutuhkan Surat Izin Mengemudi (SIM).

Skuter Listrik Bisa memboncengkan anak sekolah. (Foto: dokumentasi pribadi)
Skuter Listrik Bisa memboncengkan anak sekolah. (Foto: dokumentasi pribadi)

Paling-paling yang perlu dipatuhi khusus untuk persyaratan pengemudi sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu Dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik (Permenhub 45/2020) adalah masalah pembatasan usia pengendara minimal berusia 12 tahun.

Dalam Pasal 4 ayat 2 Peraturan yang sama khusus pengendara berusia 12 sampai 15 tahun akan diperbolehkan  mengendarai Skuter Listrik harus dengan  pendampingan orang dewasa.

Aturan tentang pendampingan ini agak membingungkan penulis dalam pelaksanaannya.

Kenyataannya di kompleks perumahan penulis banyak bocah-bocah yang penulis perkirakan masih berusia dibawah 15 tahun menggunakan kendaraan listrik baik berupa sepeda listrik atau skuter listrik seperti yang penulis punyai leluasa berseliwaran di jalanan kompleks perumahan.

Istilah pendampingan bagi mereka sebagaimana disyaratkan dalam ketentuan Pasal 4 ayat 2 Permenhub 45/2020 apakah orang dewasa dimaksud ikut berboncengan atau ikut berlari-lari mengikuti atau mendampingi dengan kendaraan lain kemanapun bocah tersebut mengendarai kendaraan listrik tersebut.

Apalagi mengingat saat ini seperti yang penulis pernah lihat bahwa sudah ada perusahaan swasta yang menyewakan kendaraan listrik di kawasan tertentu dengan menggunakan aplikasi.

Misalnya dari pengalaman dan penulis lihat sendiri di kompleks kampus Universitas Indonesia Depok, penggunanya tidak hanya mahasiswa yang telah melewati umur yang disyaratkan, tapi juga digunakan oleh bocah-bocah yang jelas masih masuk katagori perlu pendampingan.

Apapun alternatif pendampingan yang dimaksud Permenhub baik berboncengan atau ikut berlari atau mendampingi dengan kendaraan lain tentunya sangat tidak praktis dan aplikatif di lapangan.

Pasal 4 ayat 2 Peraturan Permenhub 45/2020 walaupun tidak mempunyai sanksi, akan terasa lebih konyol dan makin tidak aplikatif lagi dengan mempertanyakan bagaimana petugas di lapangan menegakkan hukum agar Peraturan tersebut berjalan sebagaimana mestinya.

Sepeda dengan boncengan khusus anak parkir didepan mini market (kombini) di Yokohama Jepang (Foto: dokumentasi pribadi)
Sepeda dengan boncengan khusus anak parkir didepan mini market (kombini) di Yokohama Jepang (Foto: dokumentasi pribadi)

Bagaimana petugas untuk bisa mengecek usia bocah yang mengendarai skuter atau sepeda listrik sesuai ketentuan karena seusia mereka belum mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Alternatif yang paling memungkinkan untuk membuktikan usia mereka adalah dengan melihat Akta Kelahiran. Tentunya akan semakin menggelikan dalam praktiknya apabila mewajibkan setiap bocah mengendarai Skuter Listrik membawa-bawa Akta Kelahiran.

Skuter Listrik Juga Nyaman Dibawa ke Jalan Raya.

Walaupun tidak sering, tapi penulis pernah mengendarai Skuter Listrik ke jalan raya, tidak hanya sekedar dekat kompleks perumahan menuju pasar atau mengantar anak ke sekolah.

Ketika itu penulis iseng tanpa tujuan menjajal Skuter Listrik ke jalan raya beneran keluar dari kompleks perumahan.

Penulis merasa cukup nyaman mengendarai Skuter Listrik ke jalan raya karena daya jangkaunya bisa mencapai 50 km (tidak perlu bersusah payah mendayung seperti sepeda) dan kebetulan Jakarta mempunyai fasilitas jalur sepeda.

Penulis tinggal mengarahkan Skuter Listrik tetap di lajur sepeda, maka berkendara menjadi aman, karena pengendara lain melihat penulis masuk katagori sepeda.

Skuter yang penulis punya mempunyai kecepatan maksimal 32/km perjam. Padahal dalam regulasi Permenhub 45/2020 batas maksimal Skuter Listrik maksimal 25/km perjam.

Penulis tidak paham kenapa pabrik Skuter Listrik yang penulis punyai bisa lolos dan menyimpang dari spesifikasi yang diperbolehkan oleh Peraturan.

Namun bagi penulis pribadi dengan kecepatan maksimal 32 km/perjam jadi menyenangkan, bisa berkompetisi kecepatan di jalan raya dan tidak kalah dengan motor padahal Skuter Listrik masuk katagori sepeda.

Dengan masuknya Skuter Listrik katagori sepeda juga menguntungkan bagi penulis ketika mengendarai Skuter Listrik ke jalan raya.

Ketika itu Polisi Lalu Lintas sedang gencar melakukan razia kendaraan di jalan dalam rangka bulan penertiban berlalu-lintas, sehingga ada razia gabungan di jalan raya yang penulis tempuh.

Ketika masuk ke wilayah razia, penulis yang mengendarai Skuter Listrik tidak disentuh dan tidak dihiraukan sama sekali oleh aparat gabungan yang melakukan razia.

Penulis tidak diberhentikan sama sekali atau ditanyakan SIM atau Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), padahal Skuter Listrik yang penulis kendarai minus pelat nomor. Mungkin petugas sudah dapat memastikan dari jauh bahwa penulis mengendarai kendaraan jenis sepeda.

Bahkan petugas tidak menegur penulis karena mengendarai Skuter Listrik tidak menggunakan helm.

Padahal sesuai dengan Pasal 4 ayat 1 Permenhub 45/2020 ada kewajiban bagi setiap pengendara Skuter Listrik menggunakan helm.

Mungkin petugas tidak paham tentang regulasi Permenhub 45/2020 dan melihat bahwa dalam kenyataannya pengendara sepeda hanya sekedar disarankan dan tidak diwajibkan menggunakan helm untuk keselamatan.

Selain itu kalaupun petugas mau menilang berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan akan menemukan kendala karena kendaraan yang penulis tumpangi tidak termasuk kepada katagori kendaraan bermotor.

Menggunakan Skuter Listrik ke jalan raya menurut pengalaman penulis cukup menyenangkan, tidak jauh berbeda dengan menggunakan kendaraan bermotor roda dua, bahkan mempunyai privilege dan tidak ribet karena punya jalur khusus sepeda dan bebas dari segala aturan dari SIM, STNK dan penggunaan helm.

Yang perlu diperhatikan hanyalah cadangan battery yang tersedia, karena kalau habis dijalan dan lokasi nya masih jauh dari rumah, maka harus siap-siap berkeringat mengayuh.

Pada saat itu kendaraan yang semula Skuter Listrik akan berubah seketika menjadi sepeda biasa yang harus dikayuh agar bisa melaju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun