Gaya Hidup Masyarakat Jepang Perkotaan
Oleh Handra Deddy Hasan
Sebagaimana sudah kita ketahui bersama melalui informasi dari media bahwa gaya modern kehidupan masyarakat Jepang di kota-kota besar cenderung sangat sibuk dan teratur. Jepang dikenal karena kemajuan teknologi dan efisiensi yang tinggi.
Orang Jepang biasanya memiliki jadwal yang ketat dan disiplin dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Pada bulan Juni 2023, penulis berkesampatan untuk membuktikan dan merasakan gaya kehidupan masyarakat Jepang perkotaan dengan mengunjungi anak sulung penulis yang bekerja di Jepang. Dengan berbekal visa yang diperoleh secara  online penulis berangkat ke Tokyo.Â
Sekarang permohonan visa Jepang dapat dilakukan secara online dengan modal paspor yang masa berlakunya memadai dan gratis, tanpa membayar sesenpun. Tidak perlu lagi mengajukan visa seperti dulu dengan datang ke Kedutaan Jepang di Jalan Thamrin (sebelah Plaza Indonesia) untuk mengantri dan malah membayar dengan jumlah uang tertentu. Apabila permohonan visa disetujui akan dikirim melalui email address yang telah kita berikan.
Di kota-kota besar seperti Tokyo, Osaka, dan Yokohama, transportasi umum sangat dikembangkan dengan jaringan kereta api yang luas dan sistem metro yang efisien. Orang Jepang umumnya mengandalkan transportasi umum untuk bepergian, sehingga kemacetan lalu lintas sering kali menjadi masalah di kota-kota besar, tidak terjadi di Jepang.
Salah satu yang menunjukkan bahwa masyarakat Jepang sangat patuh, teratur adalah dalam penggunaan escalator.
Secara umum, di Jepang, aturan penggunaan escalator cenderung berkaitan dengan sisi mana yang digunakan untuk berdiri dan sisi mana yang digunakan untuk berjalan/berlari. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan aliran lalu lintas di escalator, menghindari percecokan, dan memberikan akses yang lancar bagi para pengguna escalator.
Kalau kita sedang berwisata ke Jepang kita bisa menyaksikan dan merasakan secara langsung kualitas keteraturan dan disiplin tersebut. Tanpa ada pengumuman atau aturan tertulis setiap orang yang menggunakan escalator di Tokyo dan Yokohama yang berada disisi kiri patuh menggunakan peruntukkan bagi yang berdiri sedangkan yang terburu-buru mau cepat dapat berjalan atau berlari disisi sebelah kanan.
Kalau di Indonesia khususnya di stasiun-stasiun kereta di Jakarta, aturan itu tertulis dengan menyebutkan secara tegas bahwa bagi pengguna escalator yang berdiri, silakan diam di sisi kiri. Walaupun sudah tertulis dengan jelas tetap saja ada pengguna escalator di Indonesia tidak patuh. Entah tidak membaca aturannya atau memang bandel.
Anehnya lagi ketentuan penggunaan escalator di Jepang (tetap tidak tertulis) akan berbeda seandainya kita menggunakannya di kota lain seperti Osaka atau Kyoto. Di kota-kota tersebut, malah aturan yang berlaku sebaliknya, yaitu sisi sebelah kanan diperuntukkan bagi pengguna escalator yang berdiri sedangkan bagi pengguna yang terburu-buru dan mau cepat bisa berjalan atau berlari disisi sebelah kiri.
Hidup Dalam Ruang Sempit.
Gaya hidup masyarakat Jepang di kota-kota besar juga mencerminkan kecenderungan untuk hidup dalam ruang yang lebih kecil, seperti apartemen (apato) kecil.
Akan tetapi walaupun apatonya kecil dilengkapi dengan perlengkapan teknologi yang canggih, falilitas internet yang kuat dan cepat. Walaupun kamar mandinya dalam ukuran yang sempit, tapi dilengkapi dengan teknologi yang mumpuni, misalnya air yang dituang ke bathtub untuk berendam mandi dapat diatur suhunya stabil, tidak makin lama makin dingin.
Kamar mandi juga bisa berfungsi menjadi tempat mengeringkan baju yang telah dicuci pada musim dingin. Jadi pada musim dingin dimana baju tidak bisa dijemur diluar, diudara terbuka, baju digantung di kamar mandi, kemudian kamar mandi ditutup dan disetting dari luar untuk menjadi pemanas agar pakaian jadi kering.
Tombol-tombol instruksinya dengan sentuhan dan memberikan respons warning dengan suara (sayangnya hanya berbahasa Jepang).Â
Begitu juga toiletnya dinamakan washlet atau smart toilet yang pengaturannya rumit dan instruksinya hanya dalam bahasa Jepang. Kita hanya akan paham apabila mengerti lambang/icon yang ada.
Fungsi Pusat Pembelanjaan (Mall) Tidak Sekedar Tempat Berbelanja.
Konsep minimalis dan efisiensi sangat penting dalam mengatur ruang hidup di Jepang.
Namun, kehidupan di kota besar Jepang juga menawarkan akses yang mudah ke berbagai fasilitas dan hiburan, seperti pusat perbelanjaan (mall), restoran, bioskop, taman, dan tempat wisata.
Pusat Perbelanjaan (Mall) tidak hanya berfungsi sebagai tempat belanja. Biasanya di salah satu bagian Mall ada pojok yang dinamakan Service Spot.
Service spot di mall Jepang adalah area atau lokasi tertentu di dalam pusat perbelanjaan yang disediakan untuk memberikan berbagai jenis layanan kepada pengunjung. Service spot ini bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan dan kepuasan pelanggan dalam berbelanja atau mengunjungi mall.
Salah satu layanan yang disediakan Service Spot adalah menyediakan locker penitipan dan penerimaan barang yang dibeli secara online. Bagi bujangan yang hidup sendirian di apato (apartemen) dan membeli barang secara online ketika masih di kantor, untuk pengiriman tidak menggunakan alamat apato untuk keamanan dan kepastian, Â malah mereka memberikan alamat mall terdekat dengan apato-nya untuk diambil nanti sepulang kerja.
Agar penyerahan barang hasil transaksi online bisa dilakukan dengan baik, penjual tinggal memasukkan barang yang dibeli dalam locker yang ada di Service Spot dan mengunci locker dengan nomor kombinasi.
Selanjutnya penjual akan memberi tahu nomor kombinasi tersebut kepada pembeli agar berguna  nanti pada saat untuk membuka dan mengambil barang yang dibeli di Service Spot.
Pusat Perbelanjaan (Mall) Juga Berfungsi Dalam Pengelolaan Sampah.
Jepang dikenal dengan sistem pengelolaan sampah yang sangat efisien dan teratur. Pemilahan sampah merupakan hal sangat penting di Jepang.
Di Jepang sistim pemilahan mengelola sampah rumah tangga dibagi dalam 4 (empat) katagori Moeru Gomi (sampah yang bisa dibakar), Moenai Gomi (sampah yang tidak bisa dibakar), Shigen Gomi (sampah daur ulang dan Sodai Gomi (sampah besar).
Sampah rumah tangga harus dikemas dengan rapi dan ditempatkan di dalam kantong sampah yang ditentukan. Setiap kategori sampah memiliki hari pengumpulan yang ditentukan, dan sampah harus diletakkan di tempat pengumpulan sebelum waktu yang ditentukan. Biasanya, petugas pengumpulan sampah akan memeriksa dan memastikan bahwa sampah telah dipilah dengan benar.
Sampah berat dan besar (Sodai Gomi) seperti perabotan atau elektronik harus diserahkan ke pusat daur ulang atau stasiun pengumpulan sampah yang ditunjuk oleh pemerintah setempat. Jepang memiliki sistem yang ketat untuk mengelola sampah berbahaya atau elektronik guna memastikan bahwa mereka didaur ulang atau dibuang dengan aman.
Pembuangan sampah besar dan berat (Sodai Gomi) tidak gratis. Penduduk yang akan membuang sampah Sodai Gomi harus membayar.
Sistem pembayaran berdasarkan jumlah sampah yang dihasilkan diterapkan dengan ketat.
Masyarakat harus membeli  sticker dengan label jumlah nominal tertentu yang dijual di kombini (seperti Family Mart) untuk setiap sampah Sodai gomi yang dibuang.
Tujuan dari sistem ini adalah untuk mendorong masyarakat agar lebih sadar dalam mengurangi sampah yang dihasilkan.
Jepang mendorong praktek daur ulang yang aktif. Pemerintah setempat menyediakan tempat pemilahan sampah yang lengkap dengan berbagai jenis wadah untuk memudahkan proses daur ulang. Selain itu, masyarakat didorong untuk mengumpulkan sampah daur ulang seperti botol plastik, kertas, dan logam, serta menggunakannya di tempat-tempat yang ditentukan. Seperti misalnya di Mall menyediakan mesin khusus mirip mesin ATM Â yang menerima sampah botol plastik minimal seukuran botol plastik air mineral 1 liter.
Bagi penduduk yang menggunakan mesin tersebut untuk membuang sampah mendapat pembayaran sesuai dengan jumlah sampah yang dibuang.
Mesin tersebut akan membeli sampah yang kita masukkan secara otomatis dengan cara mengeluarkan uang seperti mesin ATM sesuai dengan kuantitas sampah yang kita buang.
Selain itu di Pusat Pembelanjaan juga disediakan rak-rak khusus bagi sampah berupa makanan atau minuman yang masih layak, namun ingin dibuang. Misalnya kecap atau minyak goreng dalam wadah yang mau dibuang, tapi masih layak untuk digunakan.
Pengelolaan sampah di Jepang merupakan upaya yang melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat, perusahaan, dan pemerintah setempat. Dengan sistem yang teratur dan disiplin dalam mengelola sampah, Jepang telah berhasil mencapai tingkat daur ulang yang tinggi dan meminimalkan jumlah sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Kehidupan sosial di Jepang  dapat dikatakan mencerminkan individualisme dan kecenderungan untuk hidup secara mandiri, meskipun nilai kelompok dan etika kolektivisme juga masih dihargai. Masyarakat Jepang juga sangat terorganisir dan memiliki etika yang kuat dalam hal keramahtamahan, kebersihan, dan disiplin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H