Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Painan Sumatera Barat, Dua Orang Perempuan Ditelanjangi dan Diceburkan ke Laut

15 April 2023   14:18 Diperbarui: 15 April 2023   14:23 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Painan Sumatera Barat, Dua Orang Perempuan Ditelanjangi Dan Diceburkan Ke Laut

oleh Handra Deddy Hasan

Minggu-minggu terakhir ini beredar secara masif di media sosial rekaman video dua perempuan pemandu lagu salah satu cafe yang ada di kawasan Pasir Putih Kambang, Kecamatan Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Painan Sumatera Barat menjadi korban persekusi sekelompok orang. Mereka, berdua diarak rame-rame dan diceburkan ke laut pada waktu malam dengan alasan menghukum kedua perempuan tersebut masih meladeni pelanggan pada bulan Ramadhan.

Hal tersebut terjadi ketika kedua perempuan muda tersebut digerebek oleh ratusan warga di tempat mereka bekerja (cafe karaoke). Yang tidak eloknya lagi sebelum diceburkan, dua perempuan muda itu juga ditelanjangi.

Ini adalah bentuk "main hakim sendiri" dalam penegakan hukum yang masih dilakukan masyarakat.

Main hakim sendiri adalah tindakan di mana seseorang atau sekelompok orang mengambil hukum dan tindakan dengan tangan mereka sendiri, tanpa melalui sistem peradilan yang sah atau mengikuti prosedur yang ditentukan oleh hukum. Konsekwensinya tindakan main hakim sendiri berpotensi melibatkan tindakan kekerasan, intimidasi, ancaman, atau tindakan lain yang melanggar hukum. Main hakim sendiri tidak hanya tidak sah secara hukum, tetapi juga berpotensi membahayakan orang lain, merusak keamanan, dan memperburuk konflik.

Kenapa Orang Melakukan Main Hakim Sendiri.

Penegakan dan bertindaknya orang atau masyarakat melakukan main hakim sendiri bukanlah peristiwa tiba-tiba tanpa sebab. Ada beberapa dugaan yang bisa kita uraikan kenapa orang atau masyarakat main hakim sendiri dalam meyelesaikan masalah.

1. Ketidakpercayaan terhadap sistem hukum:

Masyarakat mungkin merasa bahwa sistem hukum tidak adil, tidak efektif, atau korup, sehingga mereka memilih untuk melakukan tindakan sendiri untuk menyelesaikan masalah.

Ketidakpercayaan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti lemahnya penegakan hukum. Jika penegakan hukum dianggap lemah dan tidak mampu memberikan keadilan, masyarakat dapat merasa tidak memiliki pilihan lain selain melakukan tindakan main hakim sendiri untuk mendapatkan keadilan.

Selain itu masyarakat melihat dengan mata kepalanya sendiri lambannya proses peradilan. Jika proses peradilan dianggap lambat dan rumit, masyarakat dapat merasa frustrasi dan memilih untuk melakukan tindakan sendiri untuk menyelesaikan masalah.

Pengaruh kenyataan dan pemberitaan korupsi dan nepotisme merajalela di negeri kita juga mendorong dan membuat ketidak percayaan masyarakat kepada sistim hukum. Jika masyarakat merasa bahwa sistem hukum penuh dengan korupsi dan nepotisme, mereka dapat kehilangan kepercayaan terhadap sistem hukum dan memilih untuk menyelesaikan masalah dengan cara lain.

Apalagi dalam pengalaman mereka sehari-hari berinteraksi dengan polisi yang diskriminatif. Ketidakmerataan penegakan hukum yang membeda-bedakan perlakuan bagi orang yang berduit dan masyarakat miskin. Jika penegakan hukum dianggap tidak merata dan diskriminatif, masyarakat dapat merasa tidak adil dan juga akan memilih untuk melakukan tindakan sendiri.

2. Keterbatasan akses terhadap sistem hukum:

Ada juga kemungkinan bahwa satu daerah karena sangat terpencil, jauh dari mana-mana sehingga sulit dijangkau. Di beberapa daerah tertentu ada kemungkinan, akses ke sistem hukum mungkin terbatas atau sulit dijangkau, sehingga masyarakat memilih untuk melakukan tindakan sendiri sebagai cara yang lebih mudah dan cepat untuk menyelesaikan masalah. Namun berkaca kepada kasus Painan Sumatera Barat yang mempersekusi dua orang perempuan muda pemandu karaoke, seharusnya bukan faktor ini penyebabnya, karena daerah Painan bukanlah daerah terpencil yang sulit diakses sistim hukum.

3. Kebutuhan akan pemenuhan keadilan sosial:

Dalam beberapa kasus, masyarakat mungkin merasa bahwa tindakan main hakim sendiri adalah satu-satunya cara untuk memastikan bahwa keadilan sosial terpenuhi. Mereka mungkin merasa bahwa pihak berwenang tidak bisa atau tidak mau menyelesaikan masalah secara adil. Tentunya pendapat masyarakat bahwa keadilan sosial tidak terpenuhi oleh aparat berdasarkan pengalaman mereka berinteraksi sehari-hari dengan hukum. Bisa jadi dalam kasus Painan, masyarakat sudah lama gerah adanya kegiatan karaoke dengan pemandu perempuan yang bukan muhrimnya dan sudah menyampaikan kepada aparat. Namun aparat tidak bertindak, ada kesan seolah-olah membiarkan dan merestuinya.

4. Adanya kebiasaan budaya yang memperbolehkan main hakim sendiri:

Memang diakui didalam beberapa budaya masyarakat,  main hakim sendiri mungkin dianggap sebagai cara yang sah dan diterima untuk menyelesaikan masalah (hukum adat).  Apabila hal ini menjadi hukum adat dan sudah menjadi suatu tradisi maka akan sulit untuk diubah.

Namun tidak ada dalam adat atau budaya Painan Sumatera Barat yang membenarkan atau mengizinkan tindakan persekusi terhadap perempuan bejat (?) atau yang dianggap melakukan tindakan yang tidak bermoral. Budaya dan adat di Painan justru menekankan nilai-nilai kesopanan, kebersamaan, dan keadilan yang menghargai hak asasi manusia, termasuk hak-hak perempuan.

Sebagai masyarakat yang beradat dan berbudaya, orang Painan Sumatera Barat memiliki tradisi musyawarah dan kebersamaan yang tinggi dalam menyelesaikan masalah. Jika terjadi pelanggaran hukum atau tindakan yang merugikan, biasanya masyarakat akan berupaya menyelesaikan masalah dengan cara musyawarah dan mediasi secara damai.

Konsekwensi Melakukan Perbuatan Main Hakim Sendiri

Melakukan main hakim sendiri bukanlah cara yang baik atau efektif untuk menyelesaikan masalah. Selain berpotensi membahayakan orang lain, tindakan semacam itu juga tidak mencerminkan prinsip-prinsip keadilan dan hukum yang adil. Oleh karena itu, perlu untuk mencari solusi yang lebih baik dan memperjuangkan perubahan pada sistem hukum yang kurang memuaskan, daripada melakukan tindakan yang berisiko dan merugikan.

Sebagaimana telah disebutkan dalam awal tulisan main hakim sendiri tidak hanya sekedar tidak sah secara hukum, tetapi juga berpotensi membahayakan orang lain, memperburuk konflik dan merusak keamanan,

1. Main hakim sendiri berpotensi membahayakan orang lain.

Main hakim sendiri berpotensi membahayakan orang lain karena tindakan tersebut biasanya dilakukan oleh individu atau kelompok yang tidak terlatih atau tidak memahami cara menyelesaikan masalah secara adil dan damai. Tindakan yang dilakukan tanpa memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan hukum dapat menyebabkan tindakan yang tidak proporsional atau tidak seimbang dalam menangani masalah.

Ketika seseorang memutuskan untuk mengambil tindakan sendiri, tanpa melalui sistem hukum yang sah, ia dapat melakukan tindakan seenaknya yang melanggar hak asasi manusia, seperti melakukan kekerasan, pemerkosaan, atau pembunuhan atau seperti kasus Painan menelanjangi orang. Tindakan-tindakan ini dapat membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis orang lain, serta memicu konflik yang lebih besar.

2. Main Hakim Sendiri Bisa memperburuk konflik.

Main hakim sendiri bisa memperburuk konflik karena tindakan tersebut cenderung didasarkan pada emosi, kemarahan, atau dendam, dan tidak memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan hukum. Ketika seseorang mengambil tindakan sendiri untuk menyelesaikan masalah, ini dapat memicu tindakan balasan yang serupa dari pihak yang dirugikan atau yang merasa terancam.

Tindakan balasan ini dapat menciptakan suasana permusuhan dan ketidakpercayaan antara kelompok yang terlibat, serta memperdalam kesenjangan dan perbedaan antara mereka.

Ketika tindakan main hakim sendiri dilakukan dalam konteks konflik yang sedang berlangsung, ini dapat memperburuk situasi dan membuatnya semakin sulit untuk menemukan solusi damai dan berkelanjutan. Konflik dapat menjadi semakin rumit dan meruncing ketika tindakan yang tidak proporsional atau tidak seimbang dilakukan, atau ketika tindakan tersebut melibatkan kelompok yang lebih besar dan lebih kompleks.

3. Main Hakim Sendiri Bisa Merusak Keamanan.

Main hakim sendiri merusak keamanan karena tindakan tersebut menempatkan kekuasaan dalam tangan individu atau kelompok, tanpa memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan hukum. Ketika seseorang memutuskan untuk membalas dendam atau mengambil tindakan kekerasan atas tindakan yang diduga dilakukan oleh orang lain, ini dapat menyebabkan konflik lebih lanjut dan mengancam keamanan publik.

Selain itu, main hakim sendiri dapat menciptakan suasana permusuhan dan kekerasan yang menyebar, di mana orang merasa perlu untuk membalas dendam atas tindakan yang mereka anggap sebagai pelanggaran. Hal ini dapat memicu spiral kekerasan dan tidak hanya merusak keamanan individu, tetapi juga komunitas dan masyarakat secara keseluruhan.

Dalam situasi tersebut tindakan main hakim juga dapat menimbulkan ketakutan dan ketidakamanan di kalangan masyarakat, dan memicu konflik yang lebih besar dan berkelanjutan.

Dari pemaparan diatas kita dapat memahami betapa bahayanya main hakim sendiri dan sebaiknya menghindari melakukan tindakan semacam itu. Sebaliknya, ketika seseorang merasa dirugikan atau ada pelanggaran hukum, tindakan yang tepat adalah melaporkannya kepada otoritas yang berwenang dan membiarkan mereka menangani masalah tersebut.

Seharusnya dalam sistem hukum yang berlaku saat ini, semua prinsip-prinsip keadilan dan hukum harus dipatuhi untuk menyelesaikan masalah dan menegakkan hukum dengan cara yang adil dan transparan. Seandainya belum seperti yang kita harapkan, mari kita rubah dengan sistim yang legal juga, jangan main hakim sendiri.

Semoga kasus Painan merupakan kasus yang terakhir dan semoga kasus main hakim sendiri menjadi lenyap di persada Indonesia yang aman dan damai menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun