Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Jangan Sampai Ada "Tower Inferno" di Indonesia

4 Oktober 2020   21:12 Diperbarui: 5 Oktober 2020   14:27 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi The Towering Inferno | Foto: grouchoreviews.com

Setiap orang harusnya merasa aman dan nyaman dari ancaman kebakaran pada waktu bekerja maupun bertempat tinggal. Sudah seharusnya kita paham bahwa insiden kebakaran bukanlah suatu peristiwa yang direncanakan, tapi merupakan musibah yang terjadi tiba-tiba. 

Kebakaran mempunyai daya rusak yang hebat dan tidak dapat dikendalikan sehingga bisa mengancam nyawa dan harta. 

Kobaran si jago merah yang merajalela dapat menghanguskan harta benda dalam sekejap dan sekaligus merenggut nyawa dengan sia-sia. Peristiwanya tidak bisa sama sekali diprediksi kapan terjadinya. 

Penyebabnya bisa karena masalah kecil, karena percikan korsleting kabel yang luka, puntung rokok yang dibuang sembarangan atau karena adanya gas yang bocor dll, cukup untuk bisa memicu terjadinya kebakaran besar dan hebat. 

Faktor kelalaian manusia dan kondisi bangunan yang rawan terbakar merupakan kombinasi faktor yang kondusif membuat terjadinya bencana kebakaran. 

Oleh karena itu tindakan-tindakan preventif sangat diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran. Tindakan antisipatif dapat berupa peringatan-peringatan terhadap tindakan2 ceroboh atau pemantauan, pemeliharaan kondisi bangunan, sangat dibutuhkan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Bukan bermaksud menyepelekan bahaya ancaman terhadap kebakaran bangunan yang tidak bertingkat, tapi ancaman  kebakaran terhadap bangunan yang bertingkat tinggi pasti lebih beresiko. 

Usaha pemadaman kebakaran yang terjadi pada bangunan2 bertingkat tinggi akan mendapatkan kesulitan lebih, karena faktor ketinggian gedung. 

Padahal di kota-kota besar Indonesia keberadaan gedung2 bertingkat tinggi baik Hotel, Perkantoran maupun untuk Permukiman merupakan hal yang lumrah ditemui.

Mahalnya harga2 tanah di daerah perkotaan mendorong "pengembang" untuk membangun ke atas agar bisa menyediakan harga yang kompetitif di daerah pusat bisnis. 

Sudah sejauh mana gedung-gedung bertingkat di Indonesia siap untuk mengantisipasi musibah kebakaran? Bercermin kepada kejadian kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung nampaknya ada rasa pesimistis bahwa pengelola gedung bertingkat belum siap mengantisipasi musibah kebakaran. 

Salah satu penyebab terlambatnya pemadaman dari regu pemadan kebakaran DKI Jakarta atas Gedung Utama Kejaksaan karena tidak berfungsi hidran yang ada.  

Hidran yang merupakan sumber air untuk pemadaman dan ternyata tidak mengeluarkan air merupakan fakta yang tidak terbantahkan bahwa kesiapan preventif untuk mengantisipasi kebakaran di gedung bertingkat sangat lemah.

Kemampuan Pemadaman Regu Pemadam Terhadap Gedung Bertingkat.

Pada tahun 2015 silam Gedung Wisma Kosgoro di Jakarta terbakar. Regu pemadam kebakaran membutuhkan waktu 12 jam untuk memadamkan api. Salah satu kesulitan yang ditemui regu pemadam kebakaran adalah tidak bisa menjangkau ketinggian gedung berlantai 20 tersebut. 

Sebagaimana kita ketahui Gedung Wisma Kosgoro yang berlantai 20 mempunyai ketinggian 81,34 m dari permukaan tanah. Dengan ketinggian sebegitu Gedung Wisma Kosgoro belum masuk katagori pencakar langit Jakarta. Karena yang dinamakan pencakar langit Jakarta adalah gedung yang tingginya minimal 100 m.

Rata-rata gedung pencakar langit Jakarta mempunyai ketinggian antara 100 m sampai dengan 150 m. Di Jakarta ada kira-kira 438 gedung pencakar langit berupa Hotel, Kantor dan Hunian. 

Pada tahun 2017 Gama Tower yang berlokasi di Jalan Rasuna Said Kuningan Jakarta memegang rekor tertinggi di Indonesia karena mempunyai ketinggian 289 m.

Bisa dibayangkan bahwa seluruh gedung-gedung pencakar langit yang ada di Jakarta dan tentunya juga berlaku di kota-kota besar Indonesia mengandalkan dirinya sendiri terhadap ancaman kebakaran.

Bercermin pada kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung yang berlantai 6 dan kebakaran Gedung Wisma Kosgoro tahun 2015 dengan lantai 20, dalam versi yang berbeda memperlihatkan fakta regu pemadam kebakaran nyaris tidak berdaya. Dalam hal ini regu pemadam kebakaran tidak bisa disalahkan. 

Dalam kasus kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung ternyata sumber air berupa hidran yang ada di lokasi tidak berfungsi. Sedangkan kejadian Gedung Wisma Kosgoro regu pemadam kebakaran tidak bisa menjangkau keseluruhan gedung bertingkat 20. 

Selain dari pada itu dalam setiap kebakaran memang harus mengandalkan terlebih dahulu Sistim Proteksi Kebakaran Aktif karena regu pemadam kebakaran baru tiba di lokasi berkisar antara waktu 5 sampai 10 menit. 

Selama waktu 5 atau 10 menit tersebut cukup bagi si jago merah lepas kendali, bila sistim proteksi kebakaran aktif gedung tidak berfungsi.

Regulasi Pengamanan dari Ancaman Kebakaran.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan dan Gedung, pengelola gedung wajib melaporkan pemeliharaan rutin ke Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan DKI. 

Dari hasil laporan tersebut Dinas akan meninjau ulang keamanan gedung tersebut. Seharusnya setiap gedung menyadari kewajiban Undang2 bukan sebagai kewajiban formalitas semata. 

Begitu juga aparat Dinas DKI harus melakukan tugas dengan penuh tanggung jawab untuk memeriksa laporan agar bisa melakukan peninjauan ulang keamanan suatu gedung. 

Apabila aktivitas yang dibebankan oleh Undang2 dilakukan dengan serius oleh pihak yang bertanggung jawab sehingga dipastikan sistem proteksi  kebakaran aktif gedung akan berfungsi sempurna.

Sistim proteksi kebakaran aktif adalah sistim proteksi kebakaran, baik manual maupun otomatis, berupa sistim pemadam kebakaran berbasis air seperti springkler, pipa tegak dan slang kebakaran serta sistem pemadam kebakaran berbasis bahan kimia seperti Alat Pemadam Api Ringan (Apar).

Dengan dilaksanakan ketentuan pemeliharaan rutin baik sarana maupun prasarana berdasarkan Undang-Undang No 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung diharapkan masalah alarm kebakaran yang tidak berfungsi, springkler tidak mengeluarkan air, hidran kosong, Apar tidak ada (tempatnya susah dijangkau) dll, tidak akan terjadi.

Hanya api kecil yang bisa dikendalikan, makanya agar tidak terjadi bencana kebakaran, harus bisa dipastikan bahwa alarm deteksi asap dan panas berfungsi, springkle bisa mengeluarkan air, Apar dengan mudah ditemukan. 

Masalah Apar bukan hanya sekedar penempatannya, masalah skill penggunaannya perlu diperhatikan. Selain daripada itu tingkah-tingkah ceroboh yang bisa memicu kebakaran harus dihindari. Walaupun Pemrov DKI telah punya aturan semua gedung "no smoking", ada saja orang-orang merokok di daerah tangga darurat misalnya. 

Begitu juga sistim pembuangan sampah atau sikap penghuni gedung-gedung pencakar langit menggunakan "stove". Atau acara rutin simulasi evakuasi kebakaran dilakukan secara formal, sehingga dilakukan dengan santai. Padahal dalam kenyataan sebenarnya justru kepanikan terjadi sehingga kecelakaan tidak terjadi karena kebakaran, malah karena kepanikan. 

Aturan detil tentang hal-hal ini dapat ditemukan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan tanggal 30 Desember 2008.

Dalam aturan Menteri PU ini juga diatur tentang sistim proteksi pasif. Namun bagi penghuni, pemakai gedung pencakar langit saat ini sistim proteksi pasif tidak relevan lagi. Karena dalam sistem proteksi pasif diatur tentang bahan-bahan komponen sebelum bangunan dibangun dengan syarat aman dari api, bahkan beberapa bagian diwajibkan tahan api.

Penghuni, pemakai gedung pencakar langit mempunyai hak untuk mengetahui bahwa pengelola gedung telah melaksanakan ketentuan2 UU dan Aturanaturan pelaksananya dengan benar untuk melindungi dari ancaman kebakaran. 

Pemrov DKI menyadari bahwa pengelola gedung harus serius untuk melakukan tindakan2 preventif berupa perawatan gedung yang diperlukan. 

Berdasarkan Pergub DKI Nomor 143 tahun 2016 tentang Manajemen Keselamatan Kebakaran Lingkungan mewajibkan pengelola gedung, yang memiliki penghuni 500 orang, merekrut seorang pengawas keamanan kebakaran yang bersertifikat (Fire Safety Manager). 

Seorang FSM diharapkan bisa menjadi koordinator profesional untuk memastikan semua sistim pengamanan kebakaran gedung berfungsi sempurna.

Beberapa gedung mempunyai alat tambahan untuk penyelamatan nyawa manusia dari ancaman kebakaran gedung tinggi yaitu Sarung Penyelamat (Fire Escape Chute).

FEC berupa tabung yang menjuntai sampai ke tanah yang bisa dipasang dijendela gedung. Ukuran tabung berdiameter kurang lebih sesuai ukuran tubuh manusia. Melalui tabung tersebut orang akan meluncur dengan kecepatan 2 m/per detik dan dibuat sedemikian rupa tanpa akan cedera apa2 setibanya dibawah. 

Kelemahan alat FEC tidak bisa digunakan secara masif karena dilakukan bergiliran. Selain itu FEC tidak tahan api, hanya bisa digunakan dibagian dinding gedung yang belum terbakar. 

Jarak ketinggianpun terbatas hanya untuk gedung 15 lantai atau ketinggian kira2 55 m. Artinya kalau ingin dipakai untuk gedung yang melebihi 15 lantai harus dipasang 2 alat dan digunakan secara estafet.

Pemenuhan kewajiban Undang-undang 28 tahun 2002  tentang Bangunan Gedung berikut aturan-aturan pelaksanaannya hendaklah jangan dipandang karena ada sanksinya, tapi dipandang sebagai keniscayaan untuk penyelamatan harta dan nyawa dari ancaman kebakaran.

Kepatuhan kepada aturan Undang-undang akan memastikan Sistim Proteksi Kebakaran Aktif berfungsi sempurna sehingga bisa langsung mengendalikan api sekaligus memadamkannya dengan segera.

Inilah satu-satunya cara agar gedung-gedung pencakar langit aman dari ancaman kebakaran karena apabila api membesar tanpa kendali, regu pemadam kebakaranpun tidak akan berdaya mengatasinya.

Semua pihak tentunya tidak menginginkan adanya "Tower Inferno" terjadi di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun