Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Balik Bisnis Haram Aborsi

25 September 2020   08:28 Diperbarui: 25 September 2020   08:31 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: https://koleksikartunhd.blogspot.com/)

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus menggelar konperensi pers hari Rabu tanggal 23 September 2020. Dalam Konpers disampaikan bahwa Polda Metro Jaya telah menggerebek praktek aborsi illegal di Jalan Percetakan Negara III Jakarta Pusat pada tanggal 9 September 2020.

Hasil dari operasi Polda Metro Jaya, telah mengamankan 10 orang tersangka dengan berbagai peran, dari tenaga medis yang melakukan operasi aborsi, marketing yang mencari pasien sampai tenaga administrasi yang melakukan pencatatan. Diduga beberapa tenaga medis yang tertangkap bukan dokter spesialis malah belum mempunyai profesi dokter, hanya baru sebatas sarjana kedokteran. Berdasarkan penjelasan Kabid Humas Polda Metro Jaya, klinik aborsi illegal telah beroperasi sejak Maret 2017 dan telah melakukan pengguguran kandungan sebanyak 32.760 janin.

Sementara itu hasil dari bisnis haram selama kurang lebih 3 tahun telah meraup keuntungan lumayan besar yaitu senilai Rp 10 miliar. Lebih lanjut berdasarkan keterangan polisi, beberapa pelaku bukan orang baru di bisnis haram ini. Ternyata otak pelaku bisnis aborsi illegal Jalan Percetakan pernah mempunyai bisnis yang sama di Jalan Raden Saleh Jakarta.

Acungan jempol untuk Polda Metro Jaya yang tidak pernah letih untuk menggerebek bisnis klinik illegal aborsi. Tetapi apapun upaya kuratif Polri untuk memadamkan dan membikin kapok pelakunya nampak tidak pernah berhasil. Indikasinya dengan gampang dilihat dalam setiap penggerebekan selain ada "pemain baru" pasti ada residivis (pelaku yang pernah dihukum dengan pidana yang sama) yang bermain. Padahal ancaman hukuman untuk tindak pidana aborsi illegal cukup berat. Pelaku bisa dikenakan Pasal 346, Pasal 348 (1), Pasal 349 KUHPidana dan Pasal 194 jo Pasal 75 Undang2 Nomor 36  Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman hingga 10 tahun pidana penjara dan denda hingga Rp 1 miliar.

Nampaknya bisnis haram aborsi illegal merupakan bisnis yang menjanjikan dengan keuntungan besar. Lihat saja contoh di atas. Dalam waktu hanya 3 tahun bisa meraih keuntungan sebesar Rp 10 miliar bersih. Ditambah lagi pasar bisnis aborsi illegal tidak pernah meredup, malah makin berkibar.

Dari data hasil penggerebekan Percetakan Negara diketahui telah melakukan pengguguran kandungan sebanyak 32.760 janin. Ini data hasil penggerebekan yang kebetulan ketahuan, data sebenarnya sebanyak apa telah terjadi pengguguran kandungan illegal di Indonesia, tidak ada yang tahu. Tidak ada yang bisa memastikan seberapa banyak klinik aborsi illegal yang beroperasi di Jakarta atau lebih jauh lagi di Indonesia yang belum/tidak tertangkap. Hal itupun belum cukup, karena belum lagi dihitung tukang pijit2 tradisional yang juga beroperasi untuk menggugurkan kandungan secara illegal.

Operasi2 penggerebekan Polri merupakan upaya penegakan hukum terhadap pidana aborsi illegal sangat diperlukan untuk "efek kejut" yang sifatnya sementara. Biasanya dengan adanya operasi penggerebekan terhadap satu klinik aborsi illegal akan membuat bisnis yang sama "tiarap" dulu sementara. Setelah situasi dirasa aman, bisnis haram ini kembali beroperasi. Artinya tindakan penggerebekan Polri tidak menyelesaikan masalah aborsi illegal secara tuntas.

Masalah ini harus dilihat secara keseluruhan. Apa akar dan sumber masalahnya. Tindak pidana pengguguran kandungan secara illegal hanyalah problem muara, sumber masalahnya ada di hilir. Sejauh kita tidak pernah menyentuh atau paham sumber masalahnya maka kiriman masalah dari hilir akan tetap mengalir ke muara. Upaya sekeras apapun yang akan dilakukan polisi dengan operasi penggerebekan tidak akan meredupkan bisnis aborsi illegal.

Kenapa Orang Melakukan Aborsi.

Berdasarkan Pasal 75 (2) Undang2 Nomor 36 tahun 2009 aborsi atau pengguguran kandungan yang dibenarkan hanyalah karena alasan medis dan karena alasan perkosaan yang traumatis bagi korban. Itupun dibenarkan setelah melalui proses saringan yang mengacu kepada aturan2 yang sangat konservatif. Diluar alasan itu melakukan aborsi akan berurusan dengan ancaman pidana. Alasan orang untuk melakukan aborsi secara illegal pada dasarnya karena tidak menginginkan anak yang ada dalam kandungan,  lahir dan ada di dunia.

Biasanya kehamilan yang tidak diinginkan muncul dari hubungan diluar perkawinan yang sah. Dalam suatu perkawinan yang sah, pasangan malah berharap dapat momongan segera. Adalah hal yang tabu bila ada kehamilan dan kehamilan tersebut terjadi pada pasangan yang belum menikah. Masyarakat akan mencap anak yang akan lahir menjadi anak haram, padahal perbuatan orang tuanya yang haram, anak yang lahir kedunia apapun sebabnya tetap dalam keadaan suci.

Aib mengandung bayi diluar pernikahan selain membuat malu pasangan yang melakukan juga akan mempermalukan pihak keluarga. Ketakutan aib ini akan terkuak dan diketahui masyarakat bisa membikin calon ibu dan/atau pasangannya menjadi panik. Sehingga mereka mengambil jalan pintas yang mereka pikir mudah, yaitu dengan cara aborsi.

Kebiasaan dan Adat Mempersulit Pernikahan

Salah satu sebab tidak menikah atau menunda pernikahan karena adanya tuntutan kebiasaan yang akhirnya membudaya atau tuntutan syarat adat yang membutuhkan biaya banyak. Tuntutan adat yang berkelebihan atau bertentangan dengan syarat agama dalam melakukan pernikahan sebaiknya diabaikan.

Agama sebetulnya telah mengatur lembaga perkawinan simpel dan murah, tapi masyarakat membuat lembaga perkawinan jadi rumit dan mahal. Kebudayaan yang dibentuk masyarakat bahwa pernikahan harus dengan pesta kadang2 membuat pasangan terbebani untuk menikah. Banyak persyaratan2 yang tidak dibebani oleh agama, tapi akibat tuntutan kebudayaan dan adat menjadi kewajiban yang harus dipenuhi kalau mau menikah.

Pesta kawin yang meriah dengan segala tetek bengeknya yang dipamerkan oleh para selebritis kaya seperti jadi acuan bagi yang menikah. Pesta perkawinan meriah dan prosesi adat yang rumit dan panjang tentunya tidak dilarang sejauh sesuai dengan kemampuan finansial pasangan. Masalahnya tuntutan pesta yang wah dengan prosesi adatnya sudah merupakan keharusan karena sudah jadi budaya walau sebetulnya diluar kemampuan.

Pernikahan yang tidak diiringi dengan pesta pernikahan yang meriah akan mengundang cemoohan tetangga dan masyarakat. Makin mewah pesta perkawinan dan makin panjang prosesi adatnya makin menunjukkan kelas dari pihak yang melangsungkan perkawinan. Pandangan rendah dari masyarakat bagi yang tidak melakukan pesta pernikahan bisa mempermalukan keluarga yang menikah.

Beberapa pasangan yang tetap memaksakan diri untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan keluarga untuk mengadakan pesta demgan prosesi adat leluhurnya, berakhir tragis karena dililit hutang kepada rentenir. Tuntutan mengadakan pesta dari lingkungan baik dari keluarga maupun orang dekat terasa menjadi beban untuk menikah.

Banyak pasangan yang belum menikah, padahal sudah siap secara mental terkendala masalah ini. Alasannya mau nabung dulu untuk mencari uang dan memenuhi harapan keluarga dan masyarakat. Penundaan dan ketidak pastian kapan akan menikah berpotensi menggelincirkan pasangan untuk berhubungan haram dan menghasilkan kehamilan yang tidak diharapkan. Melalui "masa pacaran" yang panjang tanpa makna yang jelas dapat menggoda untuk melakukan hubungan diluar nikah.

Bergesernya Makna Perkawinan.

Selain itu Indonesia tanpa disadari telah dirasuki dengan budaya2 asing khususnya budaya hollywood melalui film2 yang beredar di Bioskop dan televisi. Apalagi sekarang tidak perlu lagi ke Bioskop untuk mengakses film2 cerita. Film2 dari Netflix, Inflix dll telah tersedia dengan mudah dan murah yang bisa ditonton melalui televisi, laptop dan handphone.

Budaya2 selibrities asing yang dikemas secara apik dalam cerita romantis menarik dan heroik secara sistematis telah hadir dan menggeser konsep tentang perkawinan Indonesia. Perempuan2 Indonesia yang dulunya malu2 mengungkapkan perasaan, takut memperlihatkan keinginan berhubungan, menjadi berubah lebih agresif dengan bungkus tipuan emansipasi wanita. Kalau tidak mempunyai prinsip yang kokoh akan mudah terpengaruh dengan budaya hedonis yang merayap ke pikiran tanpa sadar karena dicekoki film2 yang dikemas secara profesional.

Padahal lembaga perkawinan mengikat insan yang berbeda jenis dalam suatu ikatan sakral. Perikatan lain seperti ikatan bisnis terjadi karena adanya kata sepakat. Berbeda dengan ikatan perkawinan kata sepakat saja tidak cukup untuk terjadinya ikatan perkawinan. Keabsahan ikatan dalam perkawinan harus juga dilakukan demi Tuhan yang maha esa (Pasal 1 Undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan).

Jadi "berhubungan badan" (sex intercourse) bukan hanya sekedar melampiaskan nafsu tetapi harus dibungkus dengan perkawinan yang sakral demi Tuhan yang maha esa.

Berbeda dengan contoh di film2 yang meracuni bangsa, berhubungan badan tidak membutuhkan lembaga perkawinan. Perkawinan dianggap kuno, "old fashion" tidak menunjukkan kebudayaan yang maju. Perkawinan dianggap mengekang kebebasan dan tidak mencerminkan emansipasi wanita. Berhubungan badan dilihat hanya sebatas seperti kebutuhan ke toilet. Pas lagi kebelet dan kebetulan ada toilet untuk menyalurkannya, silakan melakukannya, setelah selesai kemudian pergi begitu saja dan kalau perlu sebelum pergi bayar terlebih dahulu. Konsep berhubungan badan seperti ini berpotensi akan menghasilkan kehamilan2 yang tidak diinginkan.

Peranan Pemerintah dan Pemuka Agama.

Terhalangnya niat untuk melakukan pernikahan karena kebiasaan, prosesi adat yang tidak perlu, rendahnya pemahaman tentang arti perkawinan merupakan faktor penyebab hubungan antar pasangan yang berpotensi untuk menciptakan kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan yang tidak diinginkan mendorong untuk mengambil tindakan nekad mengugurkan kandungan secara illegal. Keinginan ini menjadi gayung bersambut bagi klinik2,  dukun2 urut untuk beroperasi menjual jasanya untuk melakukan aborsi illegal.

Seandainya bisa menghilangkan kondisi kehamilan yang tidak diinginkan atau minimal menekan angkanya menjadi rendah maka pasar klinik dan dukun pijit untuk berpraktek aborsi menjadi hilang atau berkurang. Hilangnya atau mengecilnya angka populasi orang2 yang menginginkan menggugurkan kandungan secara illegal akan membuat bangkrut atau tutupnya bisnis aborsi illegal. Sehingga kehadiran polisi untuk menegakkan hukum melalui operasi penggerebekan tidak dibutuhkan lagi.

Agar situasi kemudahan melakukan pernikahan dan meningkatkan pemahaman makna perkawinan perlu peranan pemerintah dan pemuka2 agama membuat kegiatan dengan skala prioritas.

Pemerintah sebaiknya melakukan penilaian kembali untuk mempermudah (bukan menggampangkan) regulasi tata cara pernikahan lebih ringkas tanpa mengurangi makna sakralnya. Seharusnya tidak ada lagi stigma di masyarakat ada menikah secara adat, menikah secara agama atau menikah sesuai aturan negara. Istilah tersebut menunjukkan bahwa menikah sesuai aturan negara sulit, sehingga ada yang memilih menikah secara agama atau adat saja.

Begitu juga biaya yang dibebankan kepada pasangan yang menikah sebaiknya hapus saja sama sekali alias gratis dan pemerintah juga memastikan bahwa juga tidak ada biaya2 tidak resmi yang ditagih oknum2 aparatnya. Dengan mempermudah aturan dan menghilangkan biaya, pemerintah telah menciptakan dan mendorong "hubungan halal" bagi rakyatnya, sekaligus akan menghilangkan kehamilan yang tidak diinginkan.

Peranan Pemuka Agama.
 
Harapan besar juga tertumpu kepada pemuka agama untuk bisa mencerahkan masyarakat agar paham perkawinan yang sakral harus bagaimana.
Majelis Ulama Indonesia, Dewan Mesjid, Konferensi Waligereja Indonesia, Pusat Persatuan Umat Budha Indonesia dan lembaga2 dakwah agama lain yang sejenis, seharusnya bisa berperanan besar membuat program dakwah yang lebih fokus untuk mencerahkan masyarakat dari syarat2 dan beban2 yang tidak perlu untuk melangsungkan pernikahan.

Kebanggaan semu dari pesta perkawinan dan syarat2 yang dibuat2 karena kebiasaan dan adat bisa dikikis dengan pengertian agama yang jernih dan lurus. Pencerahan dari ketentuan2 yang dikutip dari kitab suci agama masing2 akan mudah dicerna dan diterima untuk merubah "mind set" masyarakat yang sudah jauh tersesat.

Upaya pemuka2 agama juga sangat berguna menandingi misi film asing menafikan lembaga perkawinan secara sistematis dan massive. Doktrin2 agama akan bisa jadi benteng yang tangguh untuk melindungi masyarakat menghargai sakralnya lembaga perkawinan. Pemuka2 agama yang karismatik, cerdas diharapkan bisa mengambil peranan besar merubah masyarakat yang sudah terlanjur sesat dan sekaligus memperteguh yang masih di jalan yang benar.

Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun