Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pengusutan Kasus Jaksa Pinangki oleh Kejaksaan: Ibarat Jeruk Makan Jeruk?

3 September 2020   10:32 Diperbarui: 3 September 2020   14:54 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus buronan pelarian Joko Tjandra, menjadi lari kemana2. Awalnya hanya karena Joko enggan melaksanakan hukuman penjara 2 tahun kasus hak tagih Bank Bali (Cessie) yang sudah mempunyai kekuatan pasti (in kracht van gewiijsde). Pada tanggal 10 Juni 2009, satu hari sebelum Mahkamah Agung membacakan putusannya, Joko kabur dengan pesawat carteran ke Port Moresby, Papua Nugini. Diduga kuat Joko dapat bocoran tentang isi putusan yang akan memenjarakan dirinya. Sejak itu mulailah drama pelarian Joko Chandra.

Pada tahun 2012 Joko mendapat kewargaan negara dari negara awal pelariannya yaitu Papua Nugini.  Negara jiran Malaysia merupakan tujuan petualangan Djoko berikutnya, malah disini bisnis Joko berkembang pesat. Ada kabar Joko dekat dengan Perdana Menteri Malaysia yang sudah lengser Nadjib Razak.

Perhatian masyarakat mulai tertarik lagi dengan buronan Joko Tjandra ketika masuk wilayah Indonesia secara diam2. Sampai2 Jaksa Agung memberi perhatian serius, kok bisa seorang Joko Tjandra yang telah buron selama 11 tahun dan membuat seluruh aparat mencarinya masuk ke Indonesia tanpa diketahui. 

Hal ini diungkapkan oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin dalam Raker Komisi III DPR Senin tanggal 29 Juni 2020. Ironisnya, Djoko bukan sekedar plesir ke Indonesia malah hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengurus Peninjauan Kembali (PK) perkara yang membelitnya. Pada tanggal 8 Juni 2020 Djoko dengan ditemani Pengacaranya Anita Kolopaking membuat E KTP dan pada hari yang sama langsung menuju Pengadilan Jakarta Selatan. Jaksa Agung merasa tertampar. Djoko benar2 melecehkan aparat hukum. Masyarakat terkesima seperti melihat sulap level dunia.

Semua merasa bahwa hadirnya Joko di Pengadilan Jaksel pasti mendapat bantuan "orang dalam". Tak mungkin Joko begitu berani hadir memperlihatkan batang hidungnya, sementara dia dalam status buron. Beragam opini pakar, pengamat hukum berseliweran menjawab hujan pertanyaan masyarakat yang penuh ingin tahu apa yang terjadi. Setelah pihak Kepolisian RI melakukan "bersih2", kegelapan kasusnya mulai tersibak.

Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menetapkan Irjen Napoleon Bonaparte Kadiv Hubungan Internasional sebagai Tersangka kasus dugaan suap terkait penghapusan "red notice" di Interpol atas nama Joko. Inilah biang keladi kenapa Joko tidak terdeteksi di imigrasi ketika memasuki wilayah Indonesia.  

Sementara mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetijo Utamo ditahan dalam kasus surat jalan palsu yang ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, hal yang sama juga menyeret Kuasa Hukum Joko Anita Kolopaking yang semula bisa berlindung dengan UU Advokat tak bisa mengelak lagi. Anita bukan hanya sekedar menjalani profesinya dalam membela hak2 kliennya.

Kuat dugaan bahwa semua kemudahan dalam rangka "mudik" nya Joko Tjandra ada imbalan materi dibaliknya. Untuk menghormati azaz Presumtion of Innocent, kita tunggu saja pemeriksaan Polisi atas kasus yang masih berjalan saat ini.

Dalam setiap pemeriksaan perkara di Polisi, Pengacara Joko "bernyanyi" ada pihak yang berperanan dominan, malah intelectual dader dari kemelut munculnya Joko Tjandra. Pelan2 namun pasti nama Jaksa Pinangki Sirna Malasari berkibar diseputar kasus Joko. Berawal ada photo Jaksa Pinangki bersama Joko sedang tersenyum lebar. Kemudian terbukti photo itu diambil di Malaysia.

Komisi Kejaksaanpun melakukan tugasnya ingin mengklarifikasi berita2 miring tentang salah satu korps Adhiyaksa tersebut. Pemeriksaan dijadwalkan Kamis 30 Juli 2020 karena adanya laporan Masyarakat Anti Korupsi (MAKI). Koordinator MAKI Boyamin Saiman menuturkan pihaknya punya photo dokumen perjalanan Pinangki dan Anita dengan Garuda GA 820 rute Jakarta Kuala Lumpur tanggal 25 November 2019, pukul 08.20. Namun rencana pemeriksaan Pinangki oleh Komisi Kejaksaan tidak pernah terjadi. Kejaksaan Agung menolak dan melakukan pemeriksaan sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun