Mata untuk mengenali benda disekitarnya butuh waktu berfungsi. Pencernaannya hanya bisa memproses susu ibunya.
Komunikasinya terbatas masih mengandalkan tangis sebagai isyarat. Jari-jari mungil lucunya hanya bisa menggapai dan belum kuat menggengam. Otaknya belum bisa bekerja untuk memproses dengan benar gejala-gejala sekitarnya. Sebagian besar aktivitasnya hanya berdasarkan insting.
Betul-betul makhluk yang lemah tak berdaya. Tuhan memberinya kekuatan dalam bentuk ketakberdayaan. Ketidakmampuannya bagai magnit menarik perhatian orang dewasa untuk membantu memenuhi kebutuhannya. Tubuh mungil lugunya mengundang pertolongan tanpa pamrih.
Begitulah alam bekerja dengan logikanya. Kekuatan dan kemampuan orangtua dengan rasa sayang yang dimilikinya membantu buah hatinya berkembang agar bisa meneruskan kehidupan yang dimilikinya apabila nanti tiada. Proses itu nantinya akan berlanjut bila si anak berperanan jadi orangtua terhadap anaknya.
Setiap usaha yang mengancam kekerasan terhadap buah hatinya akan diantisipasi dengan waspada oleh orangtua. Kasih sayang dan perlindungan orangtua akan menimbulkan rasa aman bagi anak.
Salah satu kondisi yang dibutuhkan untuk berkembang sempurna, rasa aman. Namun ada penyimpangan-penyimpangan yang merusak keseimbangan harmonis yang telah diuraikan di atas.
Ada saja di dunia nyata orangtua yang tega menyiksa bahkan membunuh anak kandungnya. Orangtua yang seharusnya menyayangi, memelihara dan melindungi anaknya justru menyiksa bahkan menghilangkan nyawa anaknya sendiri.
Mengapa?
Kekerasan terhadap Anak
LH seorang ibu muda beserta kekasih barunya di Kota Waringin Timur, Kalimantan Tengah, ditangkap karena menganiaya anak kandungnya LL (5). Akibat penganiayaan yang mereka lakukan LL cedera hingga lengan kirinya patah (Kompas, 25 Agustus 2020).
Ibu berinisial Y (45) tega menganiaya bayi buah hatinya berusia 5 bulan di Cengkareng Jakarta Barat. Diduga sang ibu dalam keadaan depresi kata Kapolsek Cengkareng Kompol Khairi, Kamis 28 Agustus 2020 ( Detik News).