Mohon tunggu...
Han
Han Mohon Tunggu... pegawai negeri -

HaMdy alias Handono Mardiyanto. Penulis sosial, spiritual. Buku terbaru, Telaga Bahagia Syaikh Abdul Qadir Jailani (Republika Penerbit, 2014).\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kisah Penyintas Kanker Usus

31 Maret 2013   19:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:56 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika masih harus banyak berbaring di tempat tidur, dari akhir November 2010 sampai dengan pertengahan 2011, saya pernah bergurau melalui pesan singkat kepada seorang sahabat. Selama sakit yang berat ini, saya sekarang menjadi orang yang kaya raya.Kaya pengalaman spiritual!

Kekayaan spiritual itulah yang utamanya ingin saya bagikan melalui sebuah buku kepada para pembaca, termasuk para Kompasianer.Buku berjudul Terapi Iman yang Menyelamatkan. Diterbitkan oleh Quanta Elex Media Komputindo di akhir 2012 yang lalu.

Harapannya, semoga pengalaman nyata ini bisa menjadi bacaan yang berguna bagi siapa pun yang tengah mengalami sakit yang tergolong berat (tidak hanya kanker usus). Atau, bagi siapa saja yang saat ini tengah merawat orang-orang tercintanya yang tengah menderita sakit berat.

Boleh pula dikatakan, buku ini merupakan catatan harian seorang penyintas (survivor) penyakit kanker usus stadium tiga.Catatan harian yang mudah-mudahan dapat berperan sebagai bahan edukasi untuk turut serta mencegah atau mengurangi penyakit kanker usus di Indonesia; sekaligus sebagai tazkirah (pengingat) kematian.

Bagian satu buku ini diawali dengan pengalaman yang terkait dengan aspek medis. Bagaimana gejala-gejala awal penyakit kanker usus. Bagaimana pengalaman saat dibedah sebanyak dua kali (bedah potong usus dan bedah sambung usus). Bagaimana pengalaman memakai kantung kolostomi selama enam minggu.Bagaimana pula pengalaman dikemoterapi sebanyak enam kali selama lebih kurang lima bulan.

Di bagian keduanya, saya berbagi pengalaman dari sisi spiritual.Berbagi tentang makna sabar, syukur, dan rela menerima takdir Illahi di kala tubuh benar-benar tak berdaya.Kata-kata yang mudah diucapkan sewaktu kita sehat, tetapi tak mudah dijalani saat diri kita sakit yang tergolong berat mengancam jiwa.

Mudah-mudahan bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun