Akan tetapi, dari sekilas pengamatan saya, menurut perasaan saya, kok ada kemungkinan bahwa di antara sekian iklan bermodel testimoni ini, kesaksian yang diberikan ini hanyalah sebuah script belaka. Bukan sesuatu yang benar-benar dialami oleh orang yang berada di dalam iklan tersebut. Bukan sebuah pengalaman nyata setelah menggunakan suatu produk tertentu.
Bahwa orang yang ada dalam iklan itu bercerita seakan-akan terbantu oleh produk tertentu itu, sebenarnya mungkin bahkan tidak pernah memakai produk itu, dan hanya sekedar berakting, sedang memerankan sebuah sosok yang seakan-akan memberikan sebuah testimoni tentang pengalaman dia dalam memakai produk yang dijual tersebut. Alias menjual kepalsuan.
Semoga saja saya salah.
Akan tetapi kalau benar memang yang terjadi adalah demikian, pertanyaannya, apakah hal seperti ini bukan sebuah penipuan?Â
Kalaupun tidak bisa diproses secara hukum, bukankah mereka ini sebenarnya melanggar etika? Ada kepercayaan yang dilanggar. Sebuah ikatan antara penjual dan pembeli, di mana kejujuran menjadi sebuah nilai penting.
Ya ... tapi siapalah saya ini. Kenapa juga mesti sok-sok beretika, belum tentu hidup saya sendiri sudah benar.
Pihak yang beriklan bisa pula berkilah bahwa memang iklan itu hanyalah sebuah film pendek yang memperkenalkan produknya. Meski tentu pertanyaannya, kenapa dikemas sedemikian rupa sehingga orang akan berpikir bahwa yang mereka lihat adalah sebuah cerita nyata dari seseorang yang pernah memakai produk tersebut?
Sekedar berbagi pikiran saja dan bagi kita yang berada di posisi konsumen, semoga bisa lebih bijak memilah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H